Dua
episode pertamanya memberi impresi yang terasa kokoh, dan di enam episode
lanjutan ini ‘My Liberation Notes’ mengembangkannya menjadi serangkaian social
and life issue yang berbicara lewat keluh kesah para anak muda terhadap kondisi
kehidupan mereka kini. Tidak hanya sebatas keluh kesah saja tentunya namun juga
disertai dengan upaya untuk memperbaiki, berawal dari niat dan menemukan jalan.
Ki-jung contohnya, keingingannya sangat sederhana yakni untuk bisa memiliki
pacar and decided to love someone this winter. Just anyone. Tapi seperti
perumpamaan gaya renang yang digunakan itu, she couldn't swim freestyle
sehingga cara yang dia pakai backstroke lalu breaststroke. Kaku. They
learning things here, berhadapan dengan realita mengejutkan yang menjadi media
menyampaikan pesan dan isu.


Tiap
karakter berhadapan dengan berbagai opsi, seperti tentang cinta, whether you
prefer someone who makes you laugh or someone who makes your heart flutter. Dan
rasa takut tidak hanya timbul dalam bentuk melakukan action untuk memulai tapi
juga takut kehilangan kesempatan karena gagal. Tapi apakah sikap itu menjadi
perwujudan trying the best to live? Bukankah salah satu kunci penting untuk
dapat meraih kesuksesan adalah to challenge your limits, not limit your
challenges? Karena lagipula hidup adalah latihan dan giving a try as practice
merupakan salah satu hal yang harus dilakukan, because you change once you do
something you've never done before. Bukankah itu lebih ketimbang takut dan
terjebak di dalam zona nyaman yang tanpa tujuan? Do something yang dapat
membuatmu menjadi a better person.


Hal
tersebut coba di tackle oleh Sutradara Kim Seok-yoon dan Screenwriter Park
Hae-young sejak awal dan mereka kembangkan dengan sangat baik. Pendekatan
memang masih sama and not everyone's cup of tea, tapi dari konflik, isu, dan
pesan yang coba dihadirkan sejauh ini sangat berhasil meraih hati penonton yang
mungkin berada di rentang usia sama seperti para karakter. Seperti salah satu
kalimat yang berbunyi "a house and spouse will come to you when the time
is right, you'll find one when the time is right” itu, tampak sederhana tapi
sangat tajam sebagai perwujudan masalah yang dihadapi oleh para anak muda jaman
sekarang, terutama Millennials. Yeom Je-ho di salah satu scene memarahi
Chang-hee, “you keep wasting time because you have no plans.” katanya kepada
anak keduanya itu. Boom! Ada ledakan besar di sana.


Ketika
scene tersebut tampil saya tersenyum tapi dengan sedikit rasa asam, karena rasa
takut yang menjadi rintangan bagi karakter utama memang fakta di kehidupan nyata.
Hal yang lantas menempatkan banyak anak muda berada di situasi “I'm not unhappy
but I'm not happy either” dan juga “I don't know where I'm stuck but I want to
break free.” Hal terakhir tadi adalah what life is all about, sedang coba
diupayakan oleh karakter di ‘My Liberation Notes’ yang selama ini merasa
“terperangkap” ketika menjalani hidup mereka. Mereka ingin merdeka, mereka
ingin bebas. Tetap memakai konsep low-key, yang tadinya tampak seperti
sekelompok anak muda yang hanya bisa mengeluh kini perlahan berubah menjadi
sebuah perjuangan dengan variasi isu dan konflik yang menawan, masih dengan
eyes acting Kim Ji-won yang cantik banget.


Komposisinya
sangat cantik, terkait pembagian porsi dan kesempatan tampil bagi tiap konflik.
Tidak heran meskipun sejak awal Mi-jeong tampak duduk manis di posisi terdepan
terlebih dengan bantuan Mr. Goo yang misterius itu, tapi dia tidak menjadi
tumpuan satu-satunya yang dimiliki cerita. Chang-hee mungkin terlihat tidak
punya masalah yang terlalu rumit, layaknya pria pada umumnya masalah yang ia
hadapi lebih condong terkait logika terutama tentang promosi di tempat kerja
itu. Kisah cintanya juga sejauh ini belum digali terlalu jauh, tapi tiap kali
ia muncul di layar tidak ada kesan “kosong” di dalam narasi, terutama berkat
perjuangan promosi yang ia coba lakukan. Begitupula dengan Ki-jung yang di tiga
episode tampak seperti kakak tertua yang hanya bisa mengeluh.


Ki-jung
mulai diberikan kesempatan tampil yang lebih besar dan ia gunakan dengan sangat
baik untuk “belajar” tentang apa saja yang selama ini ternyata membuatnya
merasa seperti terpenjara di dalam hidup yang kurang excited. Tiga karakter
saling mengisi satu sama lain, isu dan konflik secara perlahan terus berkembang
dengan baik sembari menunggu Mr. Goo mencoba mempercepat langkah agar dapat
sejajar dengan mereka. Masih misterius memang tapi ketimbang di dua episode
pertama di mana ia seperti benar-benar ditaruh menjadi momok yang bertugas
membuat penonton bertanya-tanya, enam episode ini Mr. Goo berhasil berjalan
sedikit lebih kencang. Tidak mudah untuk “membebaskan” diri dari masa lalu yang
kelam, atau keluar dari zona nyaman, butuh proses.


Seperti
yang Mi-jeong jelaskan kepada rekan-rekannya, bahwa Mr. Goo tidak punya
cangkang yang membuatnya sulit untuk dipahami, kita bisa lihat permintaan
worship itu telah melangkah ke babak selanjutnya dan membantu kedua karakter
untuk bergerak lebih cepat menemukan kemerdekaan yang mereka inginkan. Tentu
sembari menantikan eksplorasi terhadap latar belakang Mr. Goo yang tampaknya
memiliki masalah cukup rumit. Tapi tidak hanya lewat empat karakter utama saja
penonton dibawa bertemu berbagai macam isu dan pelajaran tentang hidup yang
dikemas sangat menarik, beberapa karakter pendukung juga ikut andil menjadi
pion dengan menyuntikkan beberapa hal menarik ke dalam cerita. Contohnya
keinginan untuk dapat hidup bebas dan lepas dan tidak terjebak di dalam endless
repetition di tengah “gunung koin” itu.


Ambil
contoh The Liberation Club itu yang menjadi pengejawantahan dari golongan yang
“tidak terlihat” di antara golongan lain yang lebih dominan. Padahal mereka
juga punya masalah yang tidak minor, dari bagaimana usaha menghargai waktu dan
mencoba menikmatinya dan juga rasa takut yang dimiliki oleh seorang yatim piatu
terhadap masa depan anaknya. Kini kita tahu dari mana kata “notes” itu muncul
dan itu jujur menarik, menuliskan keingingan dan mencoba mencari solusi, yakni
dengan menata hidup, purpose and plan. Because the most important thing to us
is our attitude toward life, to keep going and have a decent life while still
alive, dengan berusaha menjadi lebih baik lagi, to take courage and make
something good happen. Don't be afraid, because life is a series of
embarrassments anyway. It's embarrassing from the moment you're born.
“You can't feel tired if you're in love.”
ReplyDelete