Memulai
kembali pertarungan baru di antara Hee-do dan Yu-rim dengan episode ke sembilan
sebagai titik awalnya jelas punya resiko yang sangat tinggi, selain durasi
tidak lagi panjang kesan dipaksakan mungkin akan lebih mudah muncul. Lagipula
point pembuktian diri Hee-do telah terlaksana sedangkan bagi Yu-rim kita tahu
sejak awal pengembangan terhadap karakternya tidak pernah ke arah sana, ia
exist lebih kepada penggambaran seorang wanita muda untuk kembali bahagia. Dari
kondisi itu maka muncul pertanyaan, seperti apa hubungan Hee-do dan Yu-rim akan
berlanjut? Kwon Do-eun dan tim pengembangan konsep di belakangnya bijak dalam
memilih jalan bagi karakter mereka, tidak mau memaksakan “babak kedua” tapi
justru coba mendorong berbagai macam perjuangan lain dengan value yang tidak
kalah menarik.
Tapi
mari kembali dulu ke pertanyaan tadi yang jawabannya adalah persahabatan. Sejak
awal kegiatan chatting yang dilakukan Hee-do dengan username Ryder37 itu
sebenarnya sudah mengundang rasa curiga pada sosok dengan username Injeolmi
tersebut, dan saya mungkin satu dari banyak penonton yang berasumsi bahwa Baek
Yi-jin adalah Injeolmi. Alasannya sederhana, yakni dapat membuat koneksi di
antara mereka berkembang lebih cepat ketika momen pertemuan itu terjadi. Tapi
menarik melihat yang terjadi justru sebuah tikungan yang membuat cerita sedikit
berbelok, yang fungsinya lagi-lagi terasa manis yakni untuk menghindarkan
cerita dari kesan dipaksa. Terutama bagi Yu-rim, otomatis momen bersembunyi
yang ia lakukan dapat menjadi arena bagi logika dan perasaannya menelaah dan
menentukan sikap.
Dan
saya sangat suka momen ketika Ibu dari Yu-rim justru memberi pelukan hangat
kepada Hee-do, titik awal bagi anaknya untuk lepas dari ego dan sadar bahwa ia
tidak bisa terus “menolak” Hee-do hanya karena rivalitas mereka semata.
Puncaknya memang terjadi di dalam toilet itu tapi saya senang melihat mereka
menyelesaikan masalah dengan sederhana. Lagipula konflik yang terjadi di antara
dua karakter itu memang sudah seharusnya diselesaikan karena ternyata masih
banyak masalah lain antri dan menunggu kesempatan tampil. Titik tengah itu
dipoles dengan sangat baik dan kini memberi cukup banyak ruang lega bagi
masalah lain untuk berkembang lebih jauh lagi, salah satunya tentu saja
perasaan suka antara Yi-jin dan Hee-do serta Ji-woong dan Yu-rim. Polanya juga
sama, tidak terburu-buru dan dipoles perlahan.
Teknik seperti itu sebenarnya sangat mudah
untuk terasa menjengkelkan, terkesan mengulur-ulur waktu misalnya, tapi di sini
yang terjadi tidak demikian, Justru pola yang membawa masalah sedikit memutar
itu berfungsi dengan baik untuk membuat “rasa” itu semakin kuat dengan tambahan
berbagai bumbu yang oke. Dokumenter tekait kesuksesan Hee-do dan Yu-rim di
Asian Games merupakan arena yang sangat baik untuk itu, keduanya jadi semakin
dekat sedangkan penonton dapat melihat hal-hal manis tentang dua kisah cinta di
antara empat karakter utama kita. Klise namun bekerja dengan baik untuk
mengeksploitasi elemen tersebut dan bersinergi bersama masalah lain. Contohnya
momen ketika Hee-do cedera karena terlalu dipaksa oleh senior Hee-do di UBS,
ada pesan tentang profesionalisme yang manis di sana.
Begitupula
dengan Shin Jae-kyung, sikap keras karena menjunjung tinggi kode etik
profesinya merupakan sesuatu yang tidak bisa dibantah, tapi dari sana gesekan
itu hadir dan mengeskalasi hubungan Ibu dan anak yang sejak awal tampil seperti
Tom and Jerry tersebut. Pesona dari karakter orangtua mencuri perhatian di
sini, Ji Seung-wan's mother juga punya momen yang cantik untuk menunjukkan
bagaimana sikap orangtua yang menjunjung tinggi kebahagiaan anaknya, sedangkan
Yu-rim's mother lewat handphone dan Pelatih Yang Chan-mi yang menjadi
“orangtua” bagi Lee Ye-ji memacu anak asuhnya meraih impiannya dengan
pembuktian melewati tantangan. Lee Ye-ji sendiri merupakan salah satu kejutan
oke, bersama sikap teguh Ji Seung-wan pada pendiriannya berhasil berbicara
secara sederhana namun efektif.
Isu
dan pesan yang diusung di sini memang klasik dan klise tapi saya suka dengan
cara mereka dikemas, tidak terkesan menggurui tapi mengetuk lagi alarm di
pikiran penonton terhadap isu dan pesan. Bahkan kemunculan kembali Jeong Ho-jin
juga punya fungsi yang manis, menjadi semacam trigger lain pada dua karakter utama
kita untuk menyadari perasaan mereka satu sama lain. Saya juga suka bagaimana
kisah cinta Ji-woong dan Yu-rim berkembang, tidak dibawa berputar-putar terlalu
jauh tapi meskipun bergerak lurus tetap berhasil menciptakan punch kuat, sikap
Ji-woong terasa manis tapi tidak berlebihan sebagai flower boys. Yu-rim kini
memang seperti tidak mengembang “tugas” yang terlalu berat lagi, ia sudah
berdamai dengan konflik dan senang rasanya melihat ia tersenyum berkat
Ji-woong.
Begitupula
dengan Na Hee-do, Yu-rim tidak lagi menjadi musuhnya, hubungannya dengan sang
Ibu juga sudah menemukan titik temu, sedangkan kini ia tahu bahwa perasaan
sukanya pada Baek Yi-jin tidak bertepuk sebelah tangan. Abang reporter itu juga
demikian, telah berhasil mendapatkan pekerjaan, tidak lagi terbelenggu oleh
kisah kelam masa lalunya akibat krisis moneter itu, dan kini semakin mudah
merasa bahagia tiap kali ia berada di dekat Na Hee-do. Di sini justru
pertanyaan muncul, lalu apa masalah selanjutnya yang akan coba diurai? Saya
yakin masih ada beberapa hal minor yang belum selesai dan semoga dengan
transisi dari Taeyang High School's ke bangku kuliah akan hadir pendekatan yang
sedikit lebih dewasa dan tentunya akan memberi nafas segar bagi cerita, yang so
far sangat baik dalam menggabungkan isu dan pesan dalam perpaduan komedi dan
emosi, yang memorable tiap minggunya.
Tahukah
kamu bahwa hal tersulit dari mengikuti beberapa serial yang sedang on going
secara bersamaan justru bukan ketersedian waktu yang terbatas? Itu nomor dua,
yang pertama justru dapat mengingat masing-masing di antara mereka secara
detail. Kamu bisa check serial apa saja yang sedang saya ikuti saat ini di post
review (exclude ‘Our Beloved Summer’, time capsuled, saya ikuti ketika masih on
going), dan sulit untuk menampik ada beberapa detail yang harus saya flashback
kembali sesaat sebelum menyaksikan episode terbaru mereka. Menariknya untuk
‘Twenty-Five Twenty-One’ saya tidak butuh itu, tiap langkah yang diambil
karakter serta suka dan duka yang mereka hadapi terpatri rapi di memori,
membuktikan kesuksesan Screenwriter Kwon Do-eun, Sutradara Jung Ji-hyun, cast
dan juga tim produksi dalam membuat saya merasa menjadi bagian dari perjuangan
para karakter.
"You need to laugh in order to forget more quickly. And you need to forget in order to survive."
ReplyDelete