Ada
beragam cara dalam menyampaikan uplifting message dan yang dipilih oleh
‘Twenty-Five Twenty-One’ sejak awal adalah dengan memadukan kisah coming-of-age
bersama dengan romance dan comedy yang bermain sedikit nakal serta energik.
Namun demikian bukan meskipun menaruh inti utamanya pada perjuangan seorang
wanita muda untuk meraih mimpinya di olahraga anggar tidak serta merta membuat
fokus melulu terkunci di sana, ‘Twenty-Five Twenty-One’ memiliki banyak variasi
isu dan pesan lain yang diusung lewat konflik pendukung. Hal tersebut yang
menjadikan empat episode terbaru ini terasa menyenangkan, sangat menyenangkan
lebih tepat lagi karena penonton seperti dibawa masuk ke babak selanjutnya dari
latar masalah yang sudah terbentuk di empat episode pertama. Dan kita dibawa
langsung melaju.
Yang
pertama tentu saja perjuangan Hee-do untuk dapat lolos seleksi dan bergabung
dengan tim nasional, mengambil titik mula berupa harapan dan juga dukungan
antar karakter utama secara cepat proses seleksi itu dibentuk, sementara di
sisi lain hadir masalah baru bagi Yi-jin yang juga berkembang dengan cepat
pula. Sumbernya tidak lain berasal dari luka yang ditinggalkan oleh sang Ayah
yang tetap berlanjut meski kini yang menjadi korban adalah adiknya, Baek
Yi-hyun. Setting ini merupakan satu tweak yang sangat cantik dari Screenwriter
Kwon Do-eun, menempatkan seleksi tim nasional Hee-do bersama gejolak hasrat
untuk kabur dari tekanan yang dialami oleh Yi-jin berjalan beriringan otomatis
membuat keduanya saling tarik satu sama lain. Kamu bahagia melihaat Hee-do sukses,
tapi tidak suka dengan perpisahan mereka.
Dibentuk
dengan baik pula oleh Sutradara Jung Ji-hyun, episode lima memberi ruang yang
lega bagi konflik dan karakter berkat setting di atas tadi. Sejak bertemu
dengan Yi-jin satu hal yang masih absen darinya di empat episode pertama tadi
adalah titik di mana ia memulai kembali perjuangannya, semacam garis start
baginya untuk lalu berlari mengejar mimpi, kepergiannya jelas menjadi semacam
cambuk bagi Yi-jin, terutama dari sikap Yi-hyun. Di sisi lain space yang
sedikit kosong dampak romance di antara dua karakter utama yang sejenak pause
itu dimanfaatkan untuk memoles beberapa konflik lain, yang paling mencolok
jelas persaingan sengit antara Na Hee-do dan Go Yoo-rim yang terasa semakin
panas setelah menjadi roommate di pusat pelatihan. Cinta mau tapi malu antara
Ji-woong dan Yoo-rim tidak ketinggalan.
Setelah
pintu itu dibuka dan cerita tiba di babak baru maka di episode enam mereka
kemudian kembali berlari kencang. Kisah Yi-jin tetap berlanjut, image seorang
pria penjaga toko komik dengan cepat berubah menjadi seorang reporter,
koneksinya juga oke dengan event Asian Games yang menjadi momen pertemuan
kembali Yi-jin dengan Hee-do. Dan di sinilah alasan mengapa ‘Twenty-Five
Twenty-One’ kabarnya sangat populer di negara asalnya sana, karena ketika momen
yang bisa didramatisasi menjadi lautan emosi itu justru berkembang di luar
dugaan: Na Hee-do punya pacar! Tidak dieksploitasi terlalu jauh memang tapi
jelas momen tersebut mengejutkan dan sukses memberi rasa gregetan yang oke
sebelum akhirnya tiba di babak pamungkas ketika dua karakter utama wanita kita
bertemu di pertandingan puncak.
Ada
satu hal menarik yang saya rasakan sejak episode pertama, yakni kemampuan
Penulis cerita dan Sutradara dalam membuat saya mengantisipasi opsi cara narasi
akan berlanjut bersama rasa penasaran. Coba bayangkan ketika dua karakter utama
wanita yang sudah terlibat pertarungan sengit sejak awal bertemu di babak
puncak, saling sikut dan tentunya akan keluar satu pemenang, lantas setelah itu
apa? Twist yang muncul di sana terasa sangat manis, dramatisasi pertandingan
final dengan cinematography yang menciptakan situasi menegangkan sukses membuat
adrenalin saya ikut terpompa, meskipun potensi pemenangnya sudah kamu ketahui
tapi tetap saja proses menuju hasil akhir punya tensi dan thrill yang
menyenangkan. Tapi yang hadir setelah itu tidak kalah menegangkan, ibarat
rollercoaster itu turunan curam.
Hee-do
menang, tapi keputusan wasit dianggap public sebagai bad call, berawal dari
protes yang dilayangkan oleh Yu-rim kemudian gelombang opini publik yang serupa
menyudutkan Hee-do. Itu sebuah setting yang tampak sederhana sebenarnya namun
berhasil dikembangkan dengan baik untuk tidak hanya membuat penonton bermain
dengan beragam emosi saja tapi juga mendorong berbagai isu dan pesan yang tidak
kalah menarik jika dibandingkan perjuangan Hee-do di pusat cerita. Permainan
pov hadir di sana, dari sisi atlet, wasit, dan tentu saja para penonton. Kamu
akan dibuat merasa ingin merangkul Hee-do yang jengah dan memilih untuk melepas
medali emasnya, tapi di sisi lain meskipun kesal dengan sikapnya tapi sulit
pula untuk benci dengan Yoo-rim terlebih setelah tahu bagaimana “kondisi”
emosinya sejak awal.
Karakter
utama ‘Twenty-Five Twenty-One’ masing-masing memiliki tekanan dan isu yang coba
mereka tuntaskan, dan untuk saat ini Yoo-rim masih tertinggal ketimbang apa
yang sudah ditunjukkan Yi-jin dan Hee-do. Untuk nama terakhir memang masih
punya hubungan kurang harmonis dengan Ibunya, tapi jelas ada perubahan secara
emosi di dalam dirinya, sementara Shin Jae-kyung menjadi penggambaran bagi
etika yang harus diterapkan oleh para jurnalis, sebagai jangkar bagi Yi-jin
pula. Uplifting memang tapi berhasil tepat sasaran dalam penyajian yang
implisit seperti itu yang membuat narasi seperti tidak pernah kesulitan untuk
menampilkan pergeseran tone pada cerita. Ketika masih dirundung sedih bagaimana
caranya Hee-do mendadak merasa cemburu mendengar nama Da-eun?
Juggling
memang rutin terjadi tapi yang saya suka adalah mereka tertata dengan rapi,
tiap episode seperti telah dipersiapkan komposisinya sehingga punya satu isu
atau konflik yang mendominasi sedangkan yang lain bergerak perlahan di
belakang. Contohnya episode delapan, setelah event Asian Games penuh emosi itu
telah selesai maka episode delapan digunakan untuk sedikit mengatur tempo dan
tensi cerita. Tapi bukan tanpa isi, dari sticker sebagai lambang childish dan
juga sikap dewasa Yi-jin ketika masalah muncul saat siaran langsung, pintu
masuk selanjutnya kisah cinta mereka pun tiba. Kaca pecah dan ice cream menjadi
bumbu manis, sedangkan Yoo-rim bertemu dengan masalah internal baru, bagaimana
salah paham terkait chat itu akan berlanjut menarik untuk dinantikan. Tapi satu
hal yang pasti komedi di sini sangat cantik, that ‘Mr. Sunshine’ covering mouth
with hand scene is so damn funny, dan mengapa itu kaki kanan Hee-do telat
terangkat!?
"I'm going to take in all of your support. And let's become great together."
ReplyDelete