TV Series Review: Alice in Borderland - Part 1

“If you don't want to die, you'll have to keep playing the games.”

Kota Tokyo “menghilang”, mayoritas penduduk tidak diketahui keberadaannya kini namun beberapa di antara mereka “tertinggal”, salah satunya seorang pria muda bersama dua sahabatnya. Mereka mendapati Shibuya Crossing yang lima menit sebelumnya sangat hiruk pikuk tiba-tiba kosong, begitupula di berbagai sudut kota Tokyo yang kini tampak seperti kota mati. Pria muda tersebut kemudian menyadari bahwa dirinya bagian dari orang yang “tertinggal” yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam sebuah permainan mengerikan, karena semakin banyak permainan yang diselesaikan maka semakin lama pula kesempatan mereka untuk dapat hidup.

Sinopsis:

Arisu (Kento Yamazaki) merupakan pria muda yang menolak untuk merasa tertekan dengan tuntutan dari keluarganya. Berasal dari keluarga kaya tidak membuat Arusi merasa takut untuk menjalani hidup seperti yang ia inginkan, salah satunya dengan menghabiskan waktu dengan di depan layar komputer untuk bermain game. Arusi berbeda dengan dua sahabatnya Chōta (Yûki Morinaga) dan Karube (Keita Machida) yang sedang mengalami masalah di pekerjaan mereka, hal yang mempertemukan mereka di Shibuya Crossing pada teriknya siang di suatu hari. Namun tiga sahabat tersebut tidak menduga bahwa pertemuan itu membawa mereka ke dalam masalah.

Setelah melakukan aksi konyol mereka kemudian bersembunyi di sebuah bilik toilet, tapi mendadak listrik padam dan handphone mereka tidak bisa mendapatkan sinyal. Tiga sahabat itu keluar dari toilet dan terkejut mendapati seluruh warga kota Tokyo yang tadinya memadati Shibuya Crossing mendadak menghilang. Tokyo mendadak berubah menjadi kota mati di mana Arusi dan dua sahabatnya itu menyadari bahwa mereka tengah berada di dalam sebuah permainan yang memaksa mereka untuk ikut berpartisipasi. Karena memang itu satu-satunya cara mereka untuk bertahan hidup, semakin banyak permainan yang mereka selesaikan maka semakin panjang “waktu” yang mereka punya untuk hidup.

Alice in Borderland

Title: 今際の国のアリス / YImawa no Kuni no Arisu

Genre: Science fiction, Suspense-thriller, Drama

Director: Shinsuke Sato

Writer: Shinsuke Sato, Yoshiki Watabe, Yasuko Kuramitsu

Broadcast Network: Netflix

 

Cast:

Kento Yamazaki as Ryōhei Arisu

Tao Tsuchiya as Yuzuha Usagi

Yûki Morinaga as Chōta Segawa

Keita Machida as Daikichi Karube

Nijirô Murakami as Shuntarō Chishiya

Sho Aoyagi as Morizono Aguni

Ayaka Miyoshi as Rizuna Ann

Dori Sakurada as Suguru Niragi

Aya Asahina as Hikari Kuina

Shuntarô Yanagi as the Last Boss

Nobuaki Kaneko as Boshiya Hatter

Riisa Naka as Kano Mira

Ayame Misaki as Saori Shibuki

Yutaro Watanabe as Kōdai Tatta

Mizuki Yoshida as Asahi Kujō

Kina Yazaki as Momoka Inoue

Tsuyoshi Abe as Keiichi Kuzuryū

 

[Spoiler Alert]

Alice in Borderland

Episode 1 - Episode 3

Sebagai penonton yang belum membaca manga sumber cerita series ini saya merasa terhibur dengan apa yang disajikan di tiga episode pertama ini, terutama pada cara Sutradara Shinsuke Sato bersama dengan Yoshiki Watabe serta Yasuko Kuramitsu membentuk “dunia” baru yang langsung mengundang rasa penasaran penontonnya. Konflik dengan cepat langsung terbentuk dengan baik terlebih pada latar belakang yang dimiliki oleh masing-masing tiga karakter utama, mereka para anak muda yang tengah menjalani “masalah” di dalam perjuangan hidup mereka. Di sektor ini saya merasa ikatan persahabatan coba didorong oleh Shinsuke Sato agar berperan sebagai spotlight, tidak peduli seberapa “ganjil” dunia baru yang dimasuki oleh Arusi, Chota, dan Karube saya ingin agar tidak sahabat ini dapat keluar dari sana.

Itu hal yang penting dari sebuah survival game seperti ini di mana penonton harus ditarik untuk menaruh simpati pada masalah yang akan mempertemukan mereka dengan berbagai situasi genting dan kedepannya tentu mereka akan diproyeksikan untuk menjadi sebuah tim. Chemistry mereka terbentuk dengan cepat dan menarik, penonton dapat merasakan bahwa mereka bertiga adalah sahabat yang sangat akrab, hal ini terus berkembang dengan baik walaupun semakin jauh narasi bergerak dari titik start fokus mulai terbagi dengan beberapa konflik lain yang mulai hadir ke permukaan. Sebenarnya ada satu isu yang sudah sangat besar power-nya sejauh awal, yaitu bagaimana dalam sekejap kota Tokyo yang tadinya digambarkan penuh dengan hiruk pikuk keramaian mendadak menjadi seperti sebuah kota mati.

Hal tersebut tidak hanya mampu mengundang pertanyaan yang banyak membantu vibe dan tone ganjil serta mencekam itu berkembang pesat sejak awal, namun juga berperan dalam membantu Shinsuke Sato untuk mempertahankan suspense cerita. Kepanikan bercampur rasa bingung yang dialami karakter terbentuk dengan baik dan cepat dari sana, kita bisa lihat dari ekspresi wajah mereka yang dipenuhi pertanyaan mengapa itu bisa terjadi? Tapi yang paling penting dari itu adalah pertanyaan mengapa cuma "mereka" yang masih ada di kota tersebut? Ke mana semua warga kota? Meskipun narasi pada akhirnya menggunakan game sebagai tantangan yang hadir secara berkelanjutan namun atmosfir cerita yang gelap dan suram tetap konsisten, kualitasnya tidak pernah surut malah justru berkembang semakin baik.

Pencapaian tersebut tidak lepas dari kualitas editing yang terasa pintar membangun atmosfir cerita, cara ia menciptakan kombinasi tiap momen menegangkan terasa oke. Tidak heran jika kualitas suspense dan thrill terasa padat meskipun ada bagian di mana tone cerita mengalami perubahan yang kontras. Ada transisi yang baik saat menghubungkan kedua sisi cerita, dari awalnya tiga karakter ceria menikmati hidup yang tampaknya mereka jalani dengan santai itu untuk kemudian berpindah ke dalam situasi genting dan mencekam dengan titik start berupa rasa bingung akibat perubahan mendadak tadi. Saya juga suka dengan cara Shinsuke Sato membentuk isu tentang kehidupan sosial agar terselip manis, seperti bagaimana manusia rela melakukan apa saja agar dapat bertahan hidup, hadir tanpa mengganggu laju cerita.

Setelah berhasil dengan cepat membangun setting cerita kini penonton bertemu beberapa pertanyaan baru yang bersanding dengan misteri yang sudah muncul sejak awal. Hilangnya tiga karakter yang sudah menemani penonton sejak awal tentu saja sebuah kejutan besar, ibaratnya kini Arusi harus melakukan reset di dalam perjuangan untuk mempertahankan hidupnya tersebut. Usagi jelas kompatriot yang meyakinkan untuk membantu Arusi bertahan hidup dan dari penampilannya di permainan kedua sekilas penonton dapat nilai bahwa wanita muda itu handal dalam urusan atletik. Ia dan Arusi yang pintar dalam menyusun strategi tentu merupakan duet yang tampak menjanjikan untuk membawa bukan hanya diri mereka berdua saja namun ikut pula menyelamatkan nyawa manusia lain yang ada di sekitar mereka.

Sudah ada pintu masuk ke arah sana, salah satunya dari fakta bahwa dapat muncul karakter yang baru “tiba” di dalam permainan itu. Perbedaan waktu tiba dari masing-masing karakter ini terasa menarik, seperti mendorong misteri apa sebenarnya yang sedang terjadi di kota Tokyo? Apakah yang kini dijalani oleh para pemain tersebut memang merupakan bagian dari permainan di dalam “dunia lain” yang sejak awal telah dibentuk sedemikian rupa oleh penciptanya. Kalau memang demikian maka ini akan menjadi semakin rumit karena dunia lain tersebut tadi skalanya cukup besar bahkan untuk hitungan sebuah kota seperti Tokyo sekalipun. Saya juga menantikan tim baru tersebut terbentuk, karena untuk mengalahkan penguasa dengan skala sebesar ini dibutuhkan sebuah tim yang tidak hanya solid saja namun berisikan para individu dengan kemampuan yang dapat diandalkan.