“Cinta
itu sederhana, yang rumit itu kamu.”
Ya,
memang benar bahwa terkadang cinta itu sederhana, tidak serumit yang kita
pikirkan. Yang membuat cinta terasa rumit terkadang justru adalah dua insan
yang beradu asmara tersebut, bertemu berbagai benturan dan rintangan untuk
menyatukan dua pikiran, dua ego, hingga dua hati sehingga dapat melebur membentuk
sebuah tim yang disebut kekasih. Hal tersebut yang coba diceritakan oleh film
ini. 'Mariposa': cerita cinta yang
tepat sasaran.
Nama
lengkapnya adalah Natasha Kay Loovy
(Adhisty Zara), beberapa minggu lagi akan berulang tahun ke-17 remaja yang
biasa dipanggil Acha itu baru pindah ke sekolah barunya belum sampai satu
bulan. Namun waktu yang singkat itu ternyata sudah cukup bagi Acha untuk merasa
yakin dengan perasaan suka yang ia punya terhadap seorang anak laki-laki
bernama Iqbal (Angga Aldi Yunanda).
Nama lengkapnya Iqbal Guanna, seorang anak berwajah tampan yang dikenal pintar
dan memiliki ketertarikan yang sangat tinggi di bidang sains, sang ayah (Ariyo Wahab) bahkan mencanangkan Iqbal
untuk melanjutkan studi di Bristol, UK.
Tekanan
yang tinggi dari sang ayah membuat Iqbal selalu mencoba mengisi waktunya dengan
belajar, lalu belajar, dan kemudian belajar. Ia pada akhirnya dikenal sebagai
anak laki-laki yang tidak punya hati, dan korbannya adalah Acha. Sikap Acha
yang dengan berani menunjukkan ketertarikan kepadanya justru ditanggapi dingin
oleh Iqbal, hal yang bahkan membuat sahabat Acha, Amanda (Dannia Salsabilla) merasa cemas Acha akan terluka. Namun
tekad yang ditunjukkan Acha sangat besar, ia terus berusaha untuk meraih hati
Iqbal karena Acha yakin bahwa batu sekalipun pasti akan pecah ketika terus
menerus ditetesi dengan air.
Diadaptasi
dari novel dengan judul yang sama karya Hidayatul
Fajriyah (Luluk HF), film yang menjadi kerjasama dari rumah produksi Falcon Pictures dan Kharisma Starvision Plus ini mencoba bercerita kisah tentang cinta
di awal tadi di dalam dunia para remaja yang sedang beranjak dewasa. Novelnya
sendiri sangat laris manis dan bahkan menjadi salah satu favorit di Wattpad, dan di film ini sedari bagian
pembuka penonton telah dapat merasakan alasan mengapa kisah tentang perjuangan
seorang remaja wanita mengejar pria idamannya itu berhasil menarik banyak
perhatian. Skenario yang ditulis oleh Alim
Sudio langsung “menyelupkan” karakter Acha masuk ke dalam fantasinya dan
bagian pembuka itu dikemas dengan baik oleh sutradara Fajar Bustomi (Dilan 1990, Dilan 1991, Milea: Suara dari Dilan).
Mungkin
tidak sedikit yang akan menilai tindakan dari Acha sebagai sesuatu yang aneh
tapi hal yang terasa kurang lazim itu justru menciptakan permainan sudut
pandang di dalam percintaan yang menarik. Wanita mengejar pria, sedari awal
ketika meminta nomor telepon Iqbal karakter Acha terus digeber untuk meraih
atensi dari Iqbal, dengan harapan suatu saat yang Acha peroleh adalah cinta
dari sang pujaan hati. Fajar Bustomi mengemas hal-hal penuh materi cringe ciri khas dunia remaja yang
menarik yang ditulis Alim Sudio dengan sangat baik di sini, mudah untuk
merasakan cinta di dalam cerita dan menariknya mudah pula untuk dengan cepat
jatuh cinta pada karakter di dalam cerita, terutama Acha.
Karakter
Acha memiliki perawakan yang riskan, ia dapat jatuh menjadi sosok yang terasa
menjengkelkan jika tidak dibentuk dengan baik. Di tangan Fajar Bustomi karakter Acha menjadi semacam “mesin” yang terus
berderu kencang tapi tidak berisik, pesona dari situasi tergila-gila karena
cinta yang ia alami terasa manis sedangkan tekad yang ia punya berhasil menjadi
something to cherish. Ada energi yang
menarik di sana, bagaimana ia terus “mengejar” Iqbal dengan menggunakan
berbagai cara, dari yang berada di bawah kontrolnya hingga ketika ia dikontrol
oleh sahabatnya Amanda. Alurnya menarik terutama dengan penempatan lomba
olimpiade sebagai salah satu penunjang di dalam cerita sehingga ‘Mariposa’ memiliki banyak arena di mana
dua karakter dapat terus berinteraksi langsung.
Serta
menghadirkan berbagai masalah untuk membawa konflik utama bergerak maju. Hal
tersebut diekploitasi dengan baik oleh Fajar Bustomi terutama pada proses di
mana Iqbal juga turut bertarung dengan dua pilihan yang ia hadapi, menuruti
ambisi sang ayah atau justru membuka pintu hatinya bagi Acha. Fokus di karakter
serta cerita terbagi secara seimbang sehingga dapat dikatakan tidak ada momen
di film ini yang terasa hambar ataupun datar, bahkan di momen ketika Acha
bercengkerama dengan Ibunya serta satu adegan di bagian akhir yang terasa sedikit canggung itu. Perjuangan Acha diekplorasi dengan baik, terus
bergerak maju seolah tanpa mau menginjak rem kegigihan yang ia tunjukkan terasa
charming. Uniknya adalah rasa "kasihan" pada Acha tidak ada sama
sekali, karena kita tahu bahwa masalah yang sebenarnya ada pada Iqbal.
Fajar
Bustomi menata dengan baik bagian tersebut. Dibalik hal-hal lucu dan cringe tadi ide yang coba dihadirkan
oleh ‘Mariposa’ sesunguhnya sudah menyentuh ranah yang lebih dewasa. Acha dan
Iqbal sendiri merupakan perwujudan dari apa arti mencintai dan dicintai, secara
sederhana, sedangkan jika kita menelisik ke dalam keluarga mereka masing-masing
juga tersimpan isu tentang cara mendidik anak yang hadir lewat sebuah
perbandingan. Fajar Bustomi dan Alim
Sudio seperti sepakat untuk tidak menghadirkan mereka lewat penggalian materi
yang terlalu dalam dan terlalu rumit, bermetamorfosis layaknya kupu-kupu cerita
terus berjalan mulus dengan menggunakan setting awal yaitu dunia para remaja
yang sedang beranjak dewasa, namun secara implisit berbagai isu yang dibawa
sukses menyentil penontonnya.
Bahkan
bukan tidak mungkin berhasil menghujam penontonnya. Itu adalah sebuah
pencapaian yang menyebabkan mengapa ‘Mariposa’ terasa impresif dan berkesan,
membuat film yang tampak normal namun mengandung isi atau materi dengan
berbagai isu yang terasa deep dan impactful. Sama seperti cinta itu
sendiri, dari karakter dan cerita dibentuk dengan sederhana, yang rumit mungkin
ada pada elemen design yang oke itu
serta pemilihan color palette yang
lucu dan manis. Kualitas dari cinematography
juga terasa mumpuni di sini sedangkan cerita yang geraknya terasa halus itu
juga tidak lepas dari kualitas editing
yang terasa oke.
Dan
semua itu dilengkapi dengan kinerja akting yang mumpuni. Pemeran karakter
dewasa seperti Ersa Mayori, Iszur Muchtar,
dan Ariyo Wahab berhasil menjalankan
tugas mereka dengan baik, mereka terbantu oleh script yang memberikan kapasitas yang tepat bagi masing-masing
karakter. Syakir Daulay sebagai Juna serta Junior Roberts sebagai Glen juga
menjalan tugas mereka dengan baik, sedangkan Abun Sungkar dan Dannia
Salsabilla membuat karakter mereka sebagai second lead couple yang lucu. Sedangkan bintang utama kita, Angga Aldi Yunanda dan Adhisty Zara seperti mentransfer pesona
dan chemistry mereka di ‘Dua Garis Biru’ ke ‘Mariposa’, dari akting lucu hingga ketika berurusan dengan emosi,
mereka berdua menjalankan tugas dengan baik.
Overall, ‘Mariposa’ adalah
film yang memuaskan. ‘Mariposa’
merupakan sebuah perayaan terhadap perjuangan cinta, sukses menggambarkan
bagaimana cinta memang harus diperjuangkan dan siap menerima semua resiko yang
dihasilkan dari perjuangan tersebut. Dikemas dengan youthful energy yang cantik serta tidak berlebihan, ini adalah
sebuah sajian yang sukses menghibur dengan tanpa malu untuk menjadi remaja,
menghantarkan isu dewasa kepada penonton seperti makna dari mencintai dan
dicintai namun dengan dipenuhi berbagai hal-hal lucu ciri khas masa-masa indah
di sekolah menengah atas. Sangat tepat sasaran.
"Susah ternyata kalau suka duluan sama orang, selain sabar juga harus siap sakit hati." :)
ReplyDelete