Bencana yang datang
mendadak mampu menghasilkan dampak yang lebih berbahaya ketimbang bencana yang
telah kamu perkirakan sebelumnya. Coba bayangkan ketika kamu sedang berkendara
sambil mendengarkan lagu dengan suasana hati yang gembira tapi terowongan yang
sedang kamu lintasi tiba-tiba runtuh. Situasi tersebut jika dibentuk menjadi
sebuah film memang akan tampak sederhana, terjebak, proses, dan selamatkan,
tapi berhasil dimanfaatkan dengan oleh The
Tunnel (Teoneol) untuk menjadi sebuah presentasi berwarna-warni yang terasa
menyenangkan. From the director of 'A Hard Day', it's a more-than-basic
disaster film.
Dalam kondisi yang
sedang bergembira seorang salesman bernama Jeong-su
(Ha Jung-woo) berkendara pulang ke rumah, ia baru saja mendapat sebuah
kesepakatan besar di tempat kerjanya dan kini bersiap untuk merayakan ulang
tahun putri tercintanya. Namun celakanya sebuah musibah menimpa Jeong-su.
Sebuah terowongan yang baru saja dibangun runtuh ketika Jeong-su belum
melintasinya secara penuh, Jeong-su terperangkap di dalam terowongan bersama
smartphone, kue ulang tahun anaknya, dan dua buah botol air, mencoba untuk
bertahan hidup.
Setelah sinopsis tadi
masih banyak hal lai yang terjadi di cerita, dari istri Jeong-su bernama Se-hyun (Bae Doo-na) yang mulai dilanda
kepanikan hingga pasukan penyelamat di bawah komando Dae-gyeong (Oh Dal-su) mencoba menyelamatkan Jeong-su. Tapi hal
yang paling menarik dan sukses menggelitik dari film ini adalah Kim Seong-hun
menggunakan situasi emergency dari
sebuah bencana ini untuk “menyentil” sistem pemerintahan termasuk di dalamnya
isu sosial yang familiar seperti humanity.
Pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan terowongan tersebut tidak
menyediakan manual atau prosedur jika terjadi kecelakaan yang dialami oleh
Jeong-su. Tapi yang paling menarik adalah cara Kim Seong-hun memasukkan
karakter dari pihak pemerintahan mulai datang dan “pasang muka” tampan dan
sedih mereka di depan kamera para jurnalis, ini sebuah poke yang manis terhadap
tragedi Sewol, memberikan instruksi
yang tampak berisi dari luar tapi “doing
nothing” terhadap bencana.
Hal semacam itu mungkin
sedang jadi materi yang empuk digunakan oleh filmmaker
Korea, ‘Train to Busan’ juga
melakukan hal yang serupa, tapi keputusan tersebut membawa dampak positif bagi
cerita. Saya suka cara Kim Seong-hun
memanfaatkan press untuk berbicara
tentang kemanusiaan, mereka lebih asyik menciptakan “presentasi” terhadap
bencana ketimbang peduli pada nasib Jeong-su di dalam reruntuhan tersebut dan
perjuangan Dae-gyeong berhasil
menjadi penyeimbang. Kim Seong-hun memang tampak ingin membuat penonton
merasakan situasi yang Jeong-su alami, caranya dengan mewarnai situasi tersebut
dengan hal-hal yang kurang manusiawi. Itu yang membuat ‘The Tunnel’ punya isi yang menarik di balik cerita yang sederhana
itu, fokus kita pada korban utama dan penderitaan serta perjuangannya jadi
menarik berkat hal-hal lain yang eksis di sekitarnya.
Ya, script ‘The Tunnel’ yang berdasarkan
novel dengan judul yang sama karya So
Jae-won punya liku-liku yang menarik dan menjaga penonton untuk terus
merasa terlibat. Dari rasa bingung dan frustasi karakter film ini terasa oke
dalam menggambarkan will power serta
nilai dari sebuah kehidupan. Unik memang karena awalnya saya menganggap ini
akan jadi disaster film yang fokusnya
pada proses prosedurial, itu memang ada tapi tidak jadi pesona paling memikat.
Sebuah keyakinan yang kuat dapat mengalahkan segalanya, itu isi film ini, dan
semakin lengkap jika ditambah dengan kasih sayang pada setiap manusia. Tapi
hal-hal itu tidak membuat ‘The Tunnel’
jadi drama yang berat, mereka hadir di dalam kekacauan yang oke, gripping dan juga thrilling, tapi manis karena tidak mencoba “mendorong” isu terlalu
keras tapi menghadirkan dengan cara satire yang cerdas dan menyenangkan.
Kim
Seong-hun juga membuat film bencana dengan formula standar
ini terasa seimbang, serius tapi tidak berlebihan, ia lucu tapi tidak terlalu
komikal. Humor di film ini tampil
dalam bentuk sebuah ironi, kamu tersenyum tapi rasanya bittersweet dan tidak mengganggu mood claustrophobic dan situasi berbahaya yang masih terjadi.
Elemen teknis dan performa cast juga
memiliki kontribusi penting dalam pencapain itu. Ha Jung-woo menampilkan situasi sulit dengan baik, ia membuat
kondisi terjebak Jeong-su tidak monoton, ia percaya dapat selamat dari rasa
depresi dan frustasi juga menghantui dengan baik. Bae Doona juga oke, seperti di ‘A
Girl at My Door’ ia menampilkan ekspresi wajah dan gerak tubuh yang
berisikan emosi memikat. Sementara Oh
Dal-soo berhasil menjadi kunci dari suksesnya isu tentang kemanusiaan
terasa menarik.
Jika harus menggunakan
kalimat sederhana buat ‘The Tunnel
(Teoneol)’ maka surprisingly colorful
disaster film akan menjadi pilihan saya. Sinopsis yang sederhana itu akan
membuat kamu bertanya apa yang akan film ini lakukan hanya usaha penyelematan
tapi kejutan terasa oke apalagi jika kamu klik dengan berbagai isu di modern society yang coba di“goda” oleh
film ini. Proses penyelamatan, emosi yang memikat, drama yang tidak dipaksakan,
make fun with social issues,
bercerita tentang will power dan
nilai kemanusiaan bersama beberapa momen lucu tanpa lupa mempertahankan tensi
dari situasi depresi dan rasa putus asa, meskipun sedikit terburu-buru di
bagian akhir ‘The Tunnel’ berhasil
menjadi sajian penuh warna yang menyenangkan. The Wailing, The Handmaiden, Train to Busan, ‘Right Now, Wrong Then’, The Last Princess, and The Tunnel in one year so far. Well done Korean filmmakers.
You guys rock! Segmented.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete