Liam
Neeson in Korean movie? Wohooo. Itu respon pertama saya
ketika mengetahui bahwa Bryan Mills
akan tampil di film Korea, dia punya karisma yang keren dan harus diingat dia
juga seorang bapak yang keren di ‘Taken’.
Tapi pertanyaannya adalah apakah Liam Neeson mampu klik dengan baik di dalam
kisah yang mengangkat sebuah peristiwa historis Korea ini? Operation Chromite (Incheonsangryookjakjun)
sendiri mencoba bercerita tentang unsung heroes dari Korea di dalam sebuah
operasi di The Battle of Inchon. Is it a
good "tribute"?
Seoul berada di bawah
kekuasaan Korea Utara tiga hari
setelah mereka menginvasi Korea Selatang di tahun 1950. Mengetahui Korean Peninsula kini berada di bawah
kekuasaan Jenderal Douglas MacArthur
(Liam Neeson) berusaha untuk menjalankan sebuah operasi dengan nama Operation Chromite. Untuk mensukseskan
rencana masuk ke Incheon tersebut Kapten
Jang Hak-soo (Lee Jung-jae) ditugaskan untuk menjalankan operasi rahasi
dengan kode "X-Ray",
menyamar menjadi tentara Korea Utara untuk menyelinap ke markas mush di Pyongyang yang dipimpin oleh Lim Gye-jin (Lee Bum-soo).
Niat sutradara Lee Jae-han menarik, ingin membuat
penonton mengetahui dan mengapresiasi pahlawan dari Korea yang berada di bawah
bayang-bayang Douglas MacArthur.
Setup awal juga cukup oke, jelas ingin menjadi sebuah blockbuster yang menjual visual dan battle scenes tapi sejak sinopsis cerita yang ditulis oleh Lee Man-hee punya duduk masalah dibentuk
dengan cukup baik. Operation Chromite
juga ternyata lebih condong ke arah menjadi sebuah action spy dengan rasa thriller
ketimbang menjadi war movie
sepenuhnya, meskipun hal itu tidak menghalangi Lee Jae-han membuat ini jadi
sajian yang sedikit lebih style over
substance. Cara ia membuat fokus pada aksi heroisme juga tidak kalah jika dibandingkan dengan ‘Northern Limit Line’ dan ‘Assassination’, rasa formulaic memang kental tapi kesan risky dari misi militer penuh strategi
itu mampu membuat karakter terasa menarik, pada awalnya.
Ah, pada awalnya. To make it clear bagian awal Operation Chromite terasa menarik, 30
sampai 40 menit bagian awal terasa sangat cair, setengah dari durasi masih
memikat, gerak alur cerita terasa oke, pesona karakter juga oke, masalah yang
harus karakter selesaikan juga terasa menarik, tapi setelah itu ini jatuh
menjadi sebuah sajian yang repetitif dan terlalu sering terasa sedikit bleak in a bad way. Ini yang paling
mengejutkan, sebuah film tentang peperangan yang dipenuhi senjata, peluru, dan
darah tapi cukup sering terasa datar. Aksi spionase punya positif dan negatif
yang sama rata, awalnya jadi sumber ketegangan cerita tapi perlahan terasa
macet dan menjadi melodrama yang
terlalu biasa. Usaha Lee Jae-han
untuk memainkan unsur politik sambil menarik simpati penonton juga kurang
nendang, meskipun dibantu score yang
suspenseful sekalipun cerita dan karakter yang tadinya menarik lama-kelamaan
menjadi terlalu "normal" karena berputar-putar di pattern
yang sama.
Plot yang repetitif
buat saya bukan masalah asalkan diisi dengan warna-warni yang menarik. Film ini
lemah di bagian itu, karakter protagonist masuk, sukses, pulang, masuk lagi,
dan hasilnya tidak ada perkembangan yang oke di karakter. Ya, karena niatnya
ingin “menjual” pada unsung heroes maka fokus saya taruh lebih besar pada cara
karakter asal Korea mengimpresi penontonnya. Awalnya mereka menarik tapi
perlahan jadi terasa “sederhana” untuk ukuran seorang pahlawan. Sejak awal
memang sudah terasa aneh sebenarnya, ini style
over substance tapi ingin “menjual” karakter yang uniknya tidak dipoles
secara lebih jauh. Unsur style
sendiri tidak buruk, battle scenes
terasa cukup memikat dengan cameraworks yang tidak begitu buruk
meskipun di beberapa bagian mereka terasa hampa. Unsur action dan thriller kurang
mampu menjaga ketegangan cerita, kekacauan yang ia ciptakan terasa biasa.
Hitam dan putih juga
ada di cast film ini. Penampilan terbaik tentu saja milik Lee Jung-jae, dia mampu mengemban tugas besar sebagai penggerak
utama, aksi menyamar yang ia lakukan juga terasa menarik, ia terasa kuat di
setengah durasi awal. Lee Beom-soo
juga oke sebagai Jenderal dari Korea
Utara yang kejam dan terus merasa ragu pada identitas sesungguhnya Jang
Hak-soo. Yang jadi masalah adalah daya tarik utama film ini, Liam Neeson, justru terasa terlalu
biasa. Saya tidak mau menyebutkan berapa menit ia tampil dari durasi total 155
menit itu but there's no emotional depth
from his character, sometime feels a bit corny. Memiliki seorang bintang
besar yang memainkan peran yang penting di dalam cerita, sangat disayangkan Lee
Jae-han kurang memanfaatkan dengan lebih maksimal keberadaan Liam Neeson di
dalam cerita, Jenderal Douglas MacArthur
bukan karakter yang “kaya” dan terus terasa menarik sampai akhir.
Operation
Chromite bukan sebuah war
drama yang buruk, setengah dari durasi awal bahkan masih berhasil tampil
memikat, yang disayangkan adalah setengah sisanya itu kurang memikat. Lee Jae-han mencoba banyak hal untuk
menggambarkan kisah unsung heroes ini, ada aksi menyamar, thriller, action dan
peperangan, drama yang mellow, bahkan usaha menampilkan momen tear-jerking, tapi tidak ada satupun
dari mereka yang standout dan terasa
maksimal eksekusinya. Itu mengapa ada yang bilang bahwa bekerjalah dengan
cermat dan tepat karena kalau terlalu berlebihan hasilnya justru akan
merugikan. Operation Chromite seperti
itu, punya bagian awal yang manis tapi berakhir kurang manis karena went too far ketika berusaha menampilkan
kisah patriotisme dan heroisme yang ia punya.
admin film korea A Man and A Women di review juga dong...
ReplyDelete