Salah satu tipe film Korea yang sedikit lebih sulit untuk
dapat membuat saya enjoy ketika menontonnya adalah film yang mencoba bercerita
tentang sebuah sejarah masa lalu yang telah terjadi sebelumnya, period drama yang settingnya di
kerajaan dengan menggunakan dialog baku di jaman itu. Alasannya sederhana,
mereka sering terasa seperti sebuah "kelas" perkuliahan dengan durasi
waktu sekitar dua jam. Personal memang dan itu mengapa The Last Princess (Deokhye-ongju) terasa impresif, sebuah kisah
tentang the last princess of the Joseon Dynasty yang dipaksa untuk
mempertahankan agar jiwa dan emosinya tetap berada di kondisi normal atau
“waras”. It’s a "cliché" but heartbreaking
drama.
Yi
Deok-hye (Son Ye-jin), atau Princess Deok-hye, merupakan putri satu-satunya dan anak bungsu dari King Gojong (Baek Yoon-Sik), Raja
terakhir Joseon. Ketika Kerajaan
Joseon diduduki Jepang Deok-hye dikirim ke Jepang pada usia 13 tahun ditemani handmaiden bernama Bok-soon (Ra Mi-ran). Di sana ia merindukan tanah kelahirannya
sembari terus menjadi “alat” politik bagi Jepang. Suatu ketika Kim Jang-han (Park Hae-il) yang telah
memiliki koneksi dengan Deok-hye sejak kecil muncul di Jepang, menyamar sebagai
tentara. Jang-han membawa misi untuk “menyelundupkan” Deok-hye dan membawanya
kembali ke Joseon.
Bukan pekerjaan yang
mudah untuk membuat penonton merasakan emosi yang dialami oleh karakter
secara natural, dan itu pencapaian terbaik dari film ini. Sutradara Hur Jin-ho berhasil membuat setup cerita
yang oke dari kisah yang mengambil dasar dari novel berjudul Princess Deokhye karya Kwon Bi-young, ia buat kamu merasakan
"feel" dari sejarah di dalam cerita tapi pendekatan yang ia berikan
lebih modern dan tidak kaku. Itu yang membuat saya merasa mudah untuk klik, ini
mengangkat salah satu kisah menyakitkan dari sejarah yang dimiliki Korea tapi
mengapa kisah perjalanan dari Princess
Deokhye terasa menarik hingga akhir karena yang film ini jual tidak melulu
tentang sejarah, ini seperti kombinasi antara history story dengan melodrama
rasa modern, a not so typical "heavy" drama tentang pendudukan Jepang di Korea.
Teman saya mengatakan
ini merupakan kombinasi kisah nyata dengan sedikit elemen fiksi, sepertinya itu
mengapa kisah ini jadi terasa menyenangkan untuk diikuti. Saya suka cara Hur
Jin-ho mengemas cerita di sini, tentu saja ada pesan patriotisme tapi fokus
kita sebagai penonton lebih diarahkan pada rasa sakit yang dialami Princess Deok-hye. Kisah tentang sejarah
tetap clear tapi Hur Jin-ho bumbui
dengan elemen fiksi yang berhasil membuat sisi sensitif yang dimiliki cerita
jadi bersinar. Klasik sebenarnya, melodrama
yang mencoba mengundang air mata penontonnya, tapi itu tidak terasa
menjengkelkan karena mereka tidak terasa dipaksa. Ya, seperti yang disebutkan
tadi pencapaian terbaik film ini adalah menyentuh emosi penonton dengan cara
yang terasa natural, and Hur Jin-ho
playing on it till the end.
The
Last Princess terus mencoba membuat kamu merasa
empati pada sakit yang dirasakan Deok-hye dengan cara manis, menyajikan
dramatisasi yang oke dan tidak berlebihan. Ini unik meskipun bukan merupakan
orang Korea di beberapa momen di film ini saya merasa haru biru pada apa yang
dialami oleh Deok-hye. Itu karena
selain unsur sejarah di cerita Hur Jin-ho membuat semuanya terasa universal, menjahit kisah tentang kasih sayang dengan emosi yang halus tapi terasa nendang. Meskipun begitu walaupun menjual
drama film ini juga tidak melupakan elemen di luar emosi dan empati tadi yang
sedikit lebih thrilling. Ketika Kim
Jang-han muncul kamu akan bertemu dengan sebuah action thriller yang oke, usaha dan pengabdiannya untuk melindungi Deok-hye menjadi sisi lain yang mampu
membuat rasa patroitisme menjadi sedikit lebih tebal tapi tidak mengganggu
drama utama.
Tapi seperti disebutkan
di awal tadi pencapaian terbaik film ini menampilkan emosi yang terasa
natural, Hur Jin-ho mampu membentuk agar karakter punya kesempatan mengeluarkan
emosinya dan tentu saja kesuksesan itu juga akibat kinerja dari aktor dan
aktris itu sendiri. Bintang utamanya tentu saja Son Ye-jin yang menampilkan kedalaman emosi yang cantik dari
penderitaan yang dialami oleh Deok-hye, menyajikan sensitifitas yang memikat
dari kondisi bingung dan patah hati, rasa lelah terpancar manis di ekspresi dan
tatapan matanya. Park Hae-il juga
berhasil menjadi pendamping yang oke, ia menampilkan kasih sayang dan loyalitas
dari Kim Jang-han kepada Deok-hye
secara seimbang, ketika berurusan dengan bagian action ia menyuntikkan rasa
intens tapi di bagian drama ia juga mampu menampilkan emosi yang cukup
berwarna. Ra Mi-ran dan Kim So-hyun juga berhasil mencuri perhatian.
The
Last Princess (Deokhye-ongju) berhasil menggambarkan
penderitaan yang dialami oleh masyarakat Joseon
ketika berada di bawah pendudukan Jepang, tapi itu bukan satu-satunya hal
menarik dari film ini. Di tangan Hur
Jin-ho ini merupakan sebuah kisah tentang pengorbanan, perjuangan, dan kasih sayang
dengan memasukkan mereka ke dalam penderitaan yang menyakitkan, bermain dengan
emosi dan air mata tapi tidak pernah terkesan memaksa dan berlebihan.
Terasa natural, itu hal paling impresif dari film ini buat saya, meskipun klasik but there's a heartbreaking emotions at the end of the story. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment