Salah satu dari sekian
banyak isu sosial yang menarik adalah bagaimana sistem yang kaya semakin kaya
dan yang miskin tetap miskin tetap menjadi sesuatu yang populer. Memang wajar
bahwa siapa yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan berantakan namun
situasi David melawan Goliath seperti itu begitu lezat untuk
diekploitasi oleh para pemilik kekuasaan yang berujung pada kerugian para kaum
bawahan. Itu merupakan isi dari film ini, mencoba bercerita tentang
ketidakadilan sistem kerja termasuk perlakuan kasar terhadap pekerja. Cart: an edgy drama.
Kegiatan di sebuah
supermarket bernama The Mart terlihat
berjalan normal, dari staff hingga kasir dan petugas kebersihan dan pekerja
paruh waktu yang dijanjikan status full employment jika dapat mempertahankan
prestasi mereka. Namun suatu ketika perusahaan yang pekerja didominasi kaum
wanita itu mengalami gejolak besar. Para pekerja mendapat informasi bahwa
hubungan kerja antara mereka dan perusahan akan dihentikan. Perusahaan tampak
memiliki alasan yang jelas terhadap tindakan tersebut namun para pekerja tidak
terima dengan perlakuan tidak adil yang mereka alami, situasi yang kemudian melahirkan
usaha pemberontakan yang dipimpin Han
Sun-hee (Yum Jung-Ah) dengan tujuan utama agar perusahaan memenuhi janji
yang telah mereka tetapkan sebelumnya.
Han Sun-hee berada di
fase akhir untuk dapat menjadi pekerja tetap di The Mart, seorang pekerja panutan yang ingin membelikan anaknya
sebuah handphone baru. Namun celakanya usaha yang ia lakukan bersama Hye-Mi (Moon Jeong-Hee), Soon-Rye (Kim
Young-Ae), Mi-Jin (Chun Woo-Hee) dan rekan pekerja lainnya mendapat respon
“dingin” dari pengurus The Mart. “Pertarungan” itu perlahan naik ke level yang
lebih berbahaya, perusahaan tidak tertarik untuk membuka perundingan dengan
para wanita yang tetap berusaha untuk mendapatkan hak yang seharusnya mereka
peroleh itu, dari mencoba memberikan suap hingga situasi di mana 'The Mart'
yang mendapat “support” dari media
dan polisi juga mencoba cara lain untuk menghentikan usaha pemberontakan itu:
menggunakan kekerasan.
Cerita yang disebutkan
mengambil dasar dari sebuah kisah nyata di Korea pada tahun 2007 ini merupakan sebuah
drama khas Korea. Sederhananya ini
tipikal drama Korea, ia punya konflik yang sejak awal memiliki niat utama untuk
membawa penonton masuk ke dalam masalah yang dihadapi oleh karakter, ia punya
karakter yang dibentuk untuk meraih simpati dari penonton sehingga ikut
mendukung usaha yang mereka lakukan, lalu bungkus mereka dengan nada cerita
yang mellow dan mencoba menyentuh emosi penontonnya. Klasik memang tapi hal
tersebut berhasil Boo Ji-young olah
dengan baik untuk menjadi sebuah pertarungan yang diwarnai dramatisasi yang
terasa manis. Apa yang dialami Han
Sun-hee dan rekan-rekannya sederhana tapi api amarah dengan rasa sakit yang
mereka hadapi serta rasakan berhasil ditampilkan dengan baik di dalam layar.
Memang hal tersebut
banyak terbantu oleh premis cerita yang memang mudah kita temukan di kehidupan
sehari-hari, penguasa yang bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, tapi
drama seperti ini sesungguhnya juga punya potensi besar untuk terasa monoton
dan menjemukan. Cart tidak pernah masuk ke dalam zona tersebut, terus hadir
emosi yang hangat hingga panas ketika menyaksikan perlakuan kasar yang dialami
para pekerja itu, dan tentu saja sebuah keuntungan besar bahwa mayoritas
karakter merupakan para wanita. Boo Ji-young cerdik dalam memainkan irama
cerita sehingga gelora yang dihasilkan kisah sederhana ini terasa nikmat,
ketika penonton sudah dibawa merasakan situasi merugikan yang dialami pekerja
akibat perlakukan The Mart ia selipkan bagaimana pandangan dari masyarakat luar
terhadap kondisi pada pekerja. Akibatnya Cart dipenuhi dengan “gesekan” yang
menarik.
Namun meskipun fokus
utama terletak pada bagaimana menampilkan rasa sakit karakter ‘Cart’ tidak
terlena ketika menjual hal tersebut. Ini sebuah melodrama yang mellow tapi dengan komposisi yang terasa
manis, kondisi yang banyak terbantu kemampuan Boo Ji-young dalam membentuk
setiap elemen dalam porsi yang pas. Di sini penonton juga punya isu menarik
untuk diamati, bagaimana kualitas social
society yang kini diterapkan di dalam berbagai industri. Sekali lagi, ini
bukan sesuatu yang baru tapi kisah tentang humanity
ditampilkan dengan baik oleh Boo Ji-young sehingga hal klasik itu terasa
segar. Boo Ji-young memberi ruang dan
kesempatan bagi karakter dan cerita untuk mekar, dari pekerja yang akhirnya
mundur hingga kesulitan yang dialami oleh pengelola The Mart untuk dapat
“menang” dalam pertarungan itu, Boo
Ji-young gunakan mereka untuk menciptakan perpaduan hitam, putih, dan
abu-abu yang terasa menarik.
Ya, itu yang membuat
‘Cart’ berhasil berayun dengan menarik meskipun ia memiliki script yang tidak special, kombinasi
yang berwarna dan mempersilahkan karakter serta konflik memiliki kesempatan
untuk bernafas. Set up di bagian awal
terasa baik, momen ketika para wanita bercerita tentang latar belakang mereka
dan betapa berharganya pekerjaan mereka saat ini bagi keberlangsungan hidup
masing-masing terasa simple namun
tajam. Ketika para wanita tampak seperti telah menjadi satu kesatuan yang
saling memahami satu sama lain kemudian muncul gejolak tadi, menempatkan para
wanita seperti debu yang harus dibersihkan dari The Mart tidak peduli seberapa
sulit mereka untuk dihapus, bahkan dengan menggunakan water cannons sekalipun. Dan hal yang tidak kalah penting adalah
pencapaian Boo Ji-young dalam menciptakan “feel”
dari apa yang terjadi di layar, terasa “believable”
sesuatu yang wajar karena situasi tersebut cukup familiar, tapi relatable dalam kualitas yang cukup
kuat? Itu cukup mengejutkan.
Kesuksesan tersebut
juga berkat kinerja para cast yang tampil meyakinkan dalam menyampaikan gejolak
emosi yang mereka alami. Yum Jung-ha
yang menjadi bintang utama berhasil menampilkan transformasi dari seorang ibu
yang lemah lembut menjadi seorang wanita yang “strong” serta mampu menarik simpati dan empati namun dipenuhi rasa
ragu. Moon Jeong-Hee berhasil
menampilkan dengan baik seorang wanita dengan sikap sabar yang kecil ketika
bahaya mulai mengancamny lengkap dengan tindakan tidak terduga yang terasa oke.
Kim Young-ae yang lebih banyak
berperan sebagai pendukung juga mampu membuat karakternya untuk mendorong maju
perjuangan para wanita sembari menjaga “panas” dari konflik utama. Sementara
itu Chun Woo-hee yang berperan
sebagai wanita muda di posisi kasir mampu menjadi salah satu gesekan yang oke
lewat situasi yang akan ia alami jika harus kehilangan pekerjaannya kini.
Overall, Cart adalah film yang memuaskan.
Mengambil dasar dari sebuah kisah nyata tentu merupakan sebuah keuntungan
tersendiri bagi ‘Cart’ namun itu
bukan penyebab utama ia berhasil menjadi sebuah dramatisasi materi klasik yang
tampil menarik. Menyoroti ketidakadilan yang terdapat di dalam sistem yang
dimiliki sebuah perusahaan Boo Ji-young
mampu mengolah materi yang ia miliki dengan tepat, dari drama yang mencoba
menyentuh emosi, kisah keji yang mengundang amarah, tampilkan mereka dengan pacing yang manis serta perpaduan hitam,
putih, dan abu-abu yang menarik serta kinerja cast yang memikat. Itu membuat
terlepas dari seberapa sederhana dan predictable
cerita dan karakter ‘Cart’ mampu
menyajikan sebuah aksi mengamati terhadap isu sosial yang edgy and engaging.
0 komentar :
Post a Comment