Cinta memiliki beragam
definisi, yang paling sederhana adalah bahwa cinta merupakan sebuah rasa yang
menyatukan dua insan manusia dan kemudian mereka gunakan untuk hidup bahagia
bersama. Namun terdapat kekuatan magis yang dimiliki oleh cinta, hal yang akan
membuat orang rela berkorban untuk dapat membuat sosok yang ia sayangi, kasihi,
dan cintai merasakan bahagia, dan ketika itu tercapai dia juga akan merasa
bahagia. How far love can go, how deep
love can go, itu tadi hal yang digunakan oleh film ini untuk bercerita
tentang cinta dengan cara yang tidak biasa. Alice
In Earnestland (Sungsilhan Naraui Aellisu): a crazy love story.
Soo-Nam
(Lee Jung-Hyun) memiliki tangan dengan kemampuan yang
dashyat, ia dapat melakukan dengan mudah berbagai pekerjaan yang menuntut
kecepatan. Tidak heran ketika telah dewasa Soo-Nam berani mengambil berbagai
pekerjaan untuk dapat memenuhi sebuah permintaan dari Kyu-Jung (Lee Hae-Young), suaminya. Kyu-jung sangat menginginkan
agar ia dan Soo-Nam dapat memiliki rumah dengan alasan agar anak mereka kelak tidak
tumbuh seperti yang pernah ia alami dahulu. Celakanya ketika Soo-Nam telah
memenuhi permintaan suaminya Kyu-Jung justru melakukan sebuah tindakan bodoh
yang membuatnya berakhir di rumah sakit.
Alhasil Soo-Nam kembali
harus berusaha mendapatkan uang dalam jumlah yang besar untuk dapat membayar
biaya pengobatan suaminya itu. Kesempatan datang menghampiri Soo-Nam, berasal
dari seorang pria (Lee Dae-Yeon) yang
sedang menyusun sebuah proyek besar. Pria tersebut membutuhkan persetujuan
setengah dari jumlah warga yang kini menetap di lokasi yang hendak ia gunakan
agar proyek tersebut mendapat lampu hijau untuk dilaksanakan. Soo-Nam mencoba
membantu pria tadi untuk memenuhi persyaratan tersebut karena jika proyek
tersebut berjalan harga rumah Soo-Nam yang kini ia sewakan akan melonjak
tinggi.
‘Alice
In Earnestland’ merupakan tipe film yang di perkenalan
pertama terasa aneh, kemudian membuat penonton merasa bimbang kemana ia akan
berjalan, tapi pesona memikat yang ia miliki berhasil mengikat atensi dan
kemudian membuat penonton terjebak di dalam “dongeng” yang ia sampaikan. Ya, memang
tidak sepenuhnya merupakan sebuah dongeng tapi di debutnya sebagai sutradara
ini Ahn Gook-jin berusaha membuat
agar kisah yang berisikan berbagai isu ini memiliki kesan quirky yang mengunci atensi. Inventive,
di awal ‘Alice In Earnestland’ tampak
sederhana dan ketika ia bergulir semakin jauh dari sinopsis ia juga masih tampak sederhana, tapi yang menarik adalah Ahn Gook-jin membentuk sisi buas dari
karakter utamanya dengan baik dan ia juga mempertahankan kesan mentah. Alhasil
muncul rasa ambigu dari ‘Alice In
Earnestland’, apa yang ingin film ini sampaikan?
Banyak hal yang ingin
film ini ceritakan, dari masalah strata misalnya, kekuasaan, hingga hal
sederhana yang disebutkan di awal tadi, sebuah kisah tentang cinta dan kasih
sayang. Mereka semua dikemas tanpa meninggalkan kesan “gamblang” di salah satu
bagian sehingga kombinasi yang tercipta terasa sedikit serampangan, tapi dari
situ pula lahir salah satu kenikmatan yang manis dari film ini, mood swings yang sukses membuat cerita menjadi terasa aneh, unik,
dan menarik. Ahn Gook-jin cerdik
dalam meramu script dan juga hubungan sebab akibat di dalam cerita, membuat setiap elemen cerita seperti bermain lurus tapi
tetap mampu menghasilkan splash yang menarik, menjaga cerita bermain dengan
tone a la Wes Anderson dengan
menyelipkan hal-hal brutal yang tampil berani, narasi yang bergerak cepat
dengan timing yang oke lalu menyeimbangkannya dengan drama dan komedi penuh
ironi yang terasa sama menariknya.
Hal tersebut
sesungguhnya terasa mengejutkan, penonton tahu elemen itu eksis di dalam cerita
tapi karena mengisi bagian tengah dengan berbagai aksi “gila” bersama dengan sedikit sentuhan revenge yang dilakukan
oleh Soo-Nam semenjak suaminya berada
di rumah sakit elemen tadi terasa kurang menonjol. Penonton mengerti apa
yang dilakukan oleh Soo-Nam merupakan
sebuah perjuangan untuk orang yang ia cintai tapi meskipun telah dihangatkan
kembali lewat perbincangan Soo-Nam dengan dokter elemen romance film ini tidak pernah tampil luar biasa, seperti
bersembunyi di baris belakang untuk kemudian menghujam penonton menjelang
bagian akhir. Ahn Gook-jin cerdik,
berbagai isu tentang masalah sosial itu tidak hanya menjadi jalan saja tapi
juga untuk “memecah” fokus perhatian penonton, dan ketika semua hampir selesai
ia jatuhkan “bom” dengan daya ledak besar sebelum cerita berhenti sepenuhnya.
‘Alice
In Earnestland’ sukses melakukan hal serupa sejak awal
hingga akhir seperti yang pernah dilakukan oleh Han Gong-ju, pesona oke menemani narasi yang menghanyutkan dan
sekilas terkesan kosong namun punya energi yang baik lalu kemudian take your breath away di bagian akhir.
Ada rasa horror di dalam cerita namun
di sisi lain ada pula rasa lembut dari seorang manusia di dalamnya, mereka
dicampur dengan baik dalam tekstur yang manis, dari cinematography yang terasa artsy
namun tetap menjaga rasa indie untuk
menciptakan visual dengan sedikit rasa cartoonish,
score yang membantu menjaga mood meskipun cukup sering sukses membuat
penonton tersenyum, dan balut mereka dalam editing
yang berani dalam menonjolkan kesan savage,
sadistic, and sane dari cerita
yang terus berusaha menciptakan kesan over-the-top
itu. Semua itu semakin lengkap berkat kinerja akting yang menawan dari Lee Jeong-hyun sebagai Soo-Nam termasuk cara ia menyajikan
narasi melalui voiceover.
‘Alice
in Earnestland’ merupakan comedy satire yang menjual ironi karakter utamanya, bertumpu pada
apakah menarik atau tidak apa yang dilakukan oleh karakter utamanya, dan ini
sukses karena memiliki karakter utama yang menarik. Komposisi dari
karakterisasi Soo-Nam terasa menarik, ia punya emosi dengan dua sisi yaitu
rapuh dan teguh, antusiasme miliknya terasa menarik tapi energi ketika ia
bertingkah “gila” juga sama menariknya. Soo-Nam bukan tipe karakter yang mudah
untuk dieksekusi, ia kombinasi hitam dan putih yang membuat penonton ragu ia
ada di posisi mana, dan itu ditampilkan dengan menawan oleh Lee Jeong-hyun, tampil serius, sexy, dan sassy dengan kualitas appeal di masing-masing yang seimbang, punya
sisi lembut dari seorang wanita yang sangat mencintai suaminya tapi juga
memiliki sisi psychotic yang
berbahaya. Supporting cast juga
memberikan kontribusi yang baik sesuai peran mereka masing-masing.
Overall, Alice In Earnestland (Sungsilhan Naraui
Aellisu) adalah film yang memuaskan. Memadukan pertanyaan tentang cinta ke
dalam situasi “hidup itu sulit” dan “hidup penuh ketidakdilan”, Alice In Earnestland berhasil menyajikan
sebuah kisah yang menyenangkan dan mengejutkan, perpaduan drama dan komedi
dengan topik biasa yang diolah menjadi presentasi dengan sedikit rasa kartun
yang menghasilkan impact akhir yang tidak biasa. Sebuah debut dengan
eksekusi yang percaya diri dari Ahn
Gook-jin disokong dengan kinerja akting yang menawan dari Lee Jeong-hyun, Alice In Earnestland
merupakan sebuah black comedy yang quirky,
odd, heartwarming, brutal, charming and amusing. Alice In Earnestland memiliki banyak cabang di dalam narasi
sehingga tampak seperti ingin berbicara tentang banyak hal yang sedikit
di antaranya berakhir di titik maksimal, namun tidak sebagai kisah tentang kasih
sayang dan cinta. It’s a crazy love
story. Segmented.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete