"I ain't afraid to die anymore. I'd done it already."
Setelah mencuri atensi sebagai Arnie Grape, kemudian menjadi Romeo, menjadi Jack yang rela mati
tenggelam demi Rose, menjadi pilot, menjadi smuggler,
menjadi investigator, berpura-pura
menjadi penjahat, berpetualang dalam mimpi, hingga menjadi stockbroker Wall Street,
akhirnya, Leonardo DiCaprio, dengan
meraung dan bergulat bersama beruang kini berada di posisi di mana banyak orang
mengatakan merupakan titik terdekatnya dengan piala Oscars yang belum pernah ia
genggam. The Revenant, punya visual
cantik, punya kinerja penuh komitmen dari Leonardo
DiCaprio, 12 nominasi Oscars, Alejandro
González Iñárritu's best movie since Birdman.
Pada awal 1800-an sekelompok pemburu binatang di bawah
komando Kapten Andrew Henry (Domhnall
Gleeson) terjebak dalam sebuah serangan brutal yang dilakukan oleh suku
Indian Amerika. Beberapa orang berhasil lolos dengan menggunakan kapal, namun
atas saran pemburu berpengalaman bernama Hugh
Glass (Leonardo DiCaprio) mereka memutuskan untuk kembali ke pos dengan
berjalan kaki. Celakanya Hugh terlibat pertarungan intim dengan seekor beruang
yang memberinya luka berat. Medan yang ekstrim memaksa Andrew meninggalkan Hugh
Glass bersama John Fitzgerald (Tom Hardy)
dan Jim Bridger (Will Poulter) dan
berjanji akan mengirimkan bantuan ketika tiba di pos. Sayangnya Fitzgerald
punya niat lain ketimbang menetapi janjinya untuk menjaga Hugh Glass.
Mari mulai dengan dua hal yang di jual oleh film dengan
fokus utama sebuah kisah balas dendam ini: kinerja elemen teknis dan kinerja
bintang utamanya, Leonardo DiCaprio,
pria yang dengan dukungan banyak penduduk bumi sepertinya akhirnya akan
mendapatkan piala yang selama ini ia dambakan itu, Oscars. Sama seperti kolaborasi mereka tahun lalu, Birdman or (The Unexpected Virtue of
Ignorance), sang sutradara Alejandro
G. Iñárritu dan sinematografer Emmanuel
Lubezki seolah sudah saling paham satu sama lain, kekerasan dan kebrutalan
yang diinginkan oleh Iñárritu dari cerita berhasil dibentuk dengan cantik oleh
kamera Lubezki. Dari segi visual tanpa rasa ragu The Revenant adalah sajian yang cantik, immersive dengan beberapa
wow momen yang keren.
Namun pertanyaannya adalah di luar dua hal tadi apalagi
yang dimiliki oleh The Revenant? Ini
memang tidak jatuh menjadi kisah si baik membalas si jahat yang membosankan
namun sinopsis yang sudah terasa
begitu tipis itu ternyata mewakili isi The
Revenant secara keseluruhan. Begitu mudah untuk terbawa dalam sajian teknis
film ini tapi dengan daya hipnotis yang tidak sebesar Birdman begitu mudah pula untuk terlepas dari cengkeramannya, dan
lalu kemudian menyadari bahwa The
Revenant tidak punya banyak hal menarik yang ingin disampaikan. Dengan
durasi 2 jam dan 36 menit hasil akhir The Revenant terasa terlalu tipis, aksi
eksplorasi kesengsaraan berisikan rasa sakit, penderitaan, hingga keputusasaan
itu tidak meninggalkan sesuatu yang menarik.
Memang hal ini tidak bisa dilakukan, namun jika kamu
sembunyikan pencapaian teknis dan kinerja akting Leo maka The Revenant hanyalah sebuah aksi balas dendam dengan rasa Western
yang normal. Cerita klasik, karakter pendukung juga sama tipisnya seperti cerita,
berikan Hugh Glass rintangan dan penderitaan, lewat lalu berikan lagi rintangan
dan penderitaan, akhirnya alur terasa repetitif. Usaha Iñárritu untuk mempertebal rasa sakit karakter dengan kilas balik
mimpi buruk juga terasa biasa, karena karakterisasi Hugh Glass sendiri sejak
awal sangat tipis. Dan miss terbesar adalah usaha agar isu tentang kehidupan
terasa puitis yang juga terasa hampa. Oh, begitupula dengan karakter John Fitzgerald, ia seharusnya menjadi
seorang jerk di sini tapi anehnya
tindakan yang ia ambil justru menciptakan penilaian sebagai sesuatu yang dapat
dimaklumi.
Secara teknis The
Revenant merupakan salah satu film terbaik di tahun 2015, termasuk editing
dan score, begitupula dengan kinerja akting dengan Leonardo DiCaprio sebagai bintang dan Tom Hardy tepat di belakangnya. Namun secara overall, gabungkan hal
teknis tadi dengan tugas utama film yaitu bercerita kepada penontonnya, ini
kemasan yang biasa. Alejandro G. Iñárritu
berkata dalam sebuah wawancara bahwa ia tidak akan lagi membuat film dengan
“cara” main seperti The Revenant,
menandakan tingkat kesulitan yang dimiliki oleh film ini begitu tinggi. Apakah
itu pula penyebab ada sesuatu yang miss di sektor cerita? Mungkin, karena meskipun dimulai dengan cantik The Revenant perlahan kendor dan hanya berakhir sebagai kisah balas dendam di level baik, bukan di level istimewa, level di mana ia seharusnya berada. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment