"Lebih baik katakan apa adanya bila memang rindu."
Ini merupakan satu
pertanyaan klasik yang pasti akan selalu menimbulkan perasaan bingung serta
jawaban yang beragam: apa makna cinta
bagi anda? Apakah cinta harus memiliki, menuntut usaha dan totalitas untuk
diraih karena waktu takkan mampu berpihak pada perasaan yang meragu dan mencoba
menunggu? Atau apakah cinta tidak harus memiliki, sebatas bahagia melihat yang
anda cintai bahagia bersama yang lain meskipun kemudian anda harus berteman
sepi dan berkawan kelam karena percaya bahwa daun saja tidak sia-sia jatuh ke
bumi? Pertanyaan tadi yang “dipermainkan” dengan manis oleh film ini, Surat Dari Praha, an understated love story.
Ketika ibunya, Sulastri (Widyawati), sedang terbaring
di atas ranjang rumah sakit wanita muda bernama Laras (Julie Estelle) justru mengajukan sebuah permintaan: meminta
sertifikat kepemilikan rumah untuk membayar pengacara dalam kasus perceraiannya
dengan sang suami (Chicco Jerikho).
Sayangnya permintaan tersebut menjadi hal terakhir yang diminta oleh Laras
kepada ibunya yang kemudian meninggal dunia. Sulastri dan Laras memiliki
hubungan ibu dan anak yang kurang begitu harmonis, tidak heran ketika Sulastri hendak
memberikan warisan kepada anak tunggalnya itu terdapat sebuah syarat yang harus
dilakukan oleh Laras sendiri.
Dalam surat wasiat
Sulastri tertulis bahwa Laras dapat memiliki rumah yang ia inginkan tadi ketika
telah mengantarkan sebuah kotak dan sepucuk surat ke sebuah alamat di Praha, Republik Ceko. Keadaan mendesak
memaksa Laras untuk memenuhi permintaan dari almarhum ibunya tersebut dan
kemudian bertemu dengan pria paruh baya bernama Jaya (Tyo Pakusadewo) di Praha. Tugas Laras ternyata tidak semudah
yang ia bayangkan, misi Laras bukan hanya sekedar mengantarkan sebuah kotak dan
memperoleh tanda tangan sebagai bukti terima, penyebabnya karena Jaya bukan
merupakan sosok biasa dalam kehidupan Sulastri.
Memberikan detail
hingga kedalaman pada materi di berbagai titik atau stage dari cerita merupakan
cara termudah dalam menciptakan sebuah kisah yang mencoba membuat penonton
turut merasakan kompleksitas yang ia miliki. Namun Surat Dari Praha melakukan hal sebaliknya, yang juga menjadi alasan
mengapa ia merupakan sebuah kisah cinta yang tidak biasa, sebuah kisah cinta
yang “tidak mudah” ketika hadir namun tidak mudah pula untuk dilupakan. Surat Dari Praha pada dasarnya sejak sinopsis hanya mengandalkan satu hal di
dalam cerita, yaitu cinta, namun cinta tadi di tangan M. Irfan Ramli dan Angga
Dwimas Sasongko dengan lembut dan penuh rasa percaya diri tampil lepas dan
terus tumbuh menjadi sebuah kerumitan yang mengasyikkan.
Dasar masalah pada
cerita Surat Dari Praha adalah
seperti yang disebutkan di awal tadi: makna dari cinta, makna dicinta, dan
makna mencinta, namun seperti “tembok” yang dihadapi oleh Laras di Praha cinta
tadi berhasil menciptakan situasi “tidak mudah” yang sangat menarik. Di bagian
awal semua tampak santai dan mudah, namun Angga
Dwimas Sasongko ternyata tidak berniat menjadikan ini mudah meskipun di
sisi lain tetap menjaga eksistensi rasa santai bagi penontonnya. Dengan cerdik
dan cermat naskah yang manis itu diurai menjadi sebuah pelajaran sederhana
tentang cinta, menggunakan tumpuan pada berbagai konflik batin yang tidak hanya
terjadi di antara Laras dan Jaya namun ikut pula dirasakan oleh penonton berkat
koneksi yang manis antara mereka dengan cerita.
Ya, kekuatan utama Surat Dari Praha adalah bagaimana cerita
mampu mengajak penonton untuk tidak hanya hanya sekedar ikut terlibat di dalam
petualangan Laras bersama Jaya, namun ikut pula merasakan polemik yang mereka
hadapi. Siapa sangka kisah tentang mengantarkan sebuah surat ternyata
mengandung suara tentang kebebasan menggunakan unsur politik yang dibentuk
dengan manis. Siapa sangka sebuah penolakan sederhana justru membuka jalan bagi
dua insan manusia untuk tumbuh lewat usaha berdamai dengan masa lalu
masing-masing. Karakter Jaya yang pada awalnya tampak seperti seorang keras
kepala yang menjengkelkan bahkan perlahan bergerak ke sisi sebaliknya di mana
penonton mulai tertarik pada pendirian teguhnya terhadap janji dan maaf yang
menarik bukan hanya sebatas logika, namun juga hati.
Hati pulalah yang
menjadi alasan mengapa kisah yang sederhana ini berhasil menjadi sebuah
petualangan sederhana tentang cinta dengan output yang tidak sederhana. Setting
luar negeri dimanfaatkan dengan baik oleh Angga
Dwimas Sasongko namun bersama dengan penggunaan musik yang sangat mumpuni
itu mereka seolah di fungsikan untuk menyokong terbentuknya feel dari cerita
dan karakter, terutama suasana batin. Jangan heran ketika muncul perasaan sesak
saat Laras dan Jaya mulai beradu argument karena rasa kehilangan hingga rasa
tidak rela untuk “melepas” cinta dengan cara memaafkan dipresentasikan dengan
feel yang kuat, terlebih jika sebuah kalimat sederhana “kadang hidup memang
lebih sering berisi apa yang tidak kita inginkan” berhasil menghujam emosi.
Hal menarik dari Surat Dari Praha tidak hanya sebatas
pada kualitas cerita dan cara Angga membentuk semuanya, ada visual, musik, dan
akting dengan kontribusi yang tidak kalah besar terhadap hasil akhir. Seperti
yang disebutkan sebelumnya visual punya tugas untuk menyokong feel, dan itu
dibentuk dengan komposisi yang tepat. Musik terasa sedikit lebih menarik,
meskipun di lagu pertama terasa kaku namun kehadirannya setelah itu banyak
membantu pertumbuhan cerita terutama pada lirik yang berhasil klik dengan
konflik yang sedang dihadapi oleh Laras dan Jaya. Lagu yang digunakan sama seperti
Surat Dari Praha secara keseluruhan,
mereka sederhana namun tidak hanya sebatas membangun romansa lalu pergi
berlalu, mereka tinggal di dalam pikiran penontonnya, impact mereka hasilkan
begitu membekas.
Bagaimana dengan
kinerja akting? Performa akting Julie
Estelle dan Tio Pakusadewo terasa
manis, karakter terbangun dengan sangat baik, untuk urusan membuat penonton
menaruh simpati dan empati mereka tampilkan dengan tepat terutama pada isu
kehilangan, maaf, dan cinta, chemistry juga oke. Tio Pakusadewo berhasil memberikan transisi yang menarik pada
karakter Jaya terutama terhadap prinsip tentang cinta yang ia pegang teguh.
Untuk Julie Estelle ketika ia harus
tampil tenang berhasil menjadikan karakter Laras terasa padat, namun ketika
harus meledak ia tidak stabil. Yang kurang dari sektor ini adalah di samping
kinerja mumpuni tadi mereka juga menghasilkan beberapa momen canggung yang
sempat menghalangi usaha elemen lain yang sedang "memasak" cinta di
dalam cerita.
Overall, Surat Dari Praha adalah film yang memuaskan.
Surat Dari Praha merupakan surat
cinta dari Angga dan timnya kepada generasi terkini tentang makna dan kekuatan
dari cinta yang tidak sederhana. Tidak lewat kisah jatuh cinta bersama hal-hal
manis penuh rayuan maut, tidak dengan kisah segitiga klasik di mana si wanita
harus memilih, namun lewat sebuah kisah tentang rasa sakit dari kehilangan di
mana kemudian manusia mencoba berdamai dengan masa lalunya makna dari cinta
berhasil diangkat dan dipertajam kembali oleh Surat Dari Praha, sebuah surat cinta tentang cinta yang manis.
rencana nya mau nonton filn ini tapi kemaren sdh hilang masa tayang nya jadi nonton film aach aku jatuh cinta
ReplyDeletemenarik tulisannya, saya belajar banyak dr blog ini
ReplyDeleteTerima kasih. :)
DeleteReview nya keren...good job
ReplyDelete