"Be careful, little
girl, the world is a dangerous place."
Sebut saja Hitman: Agent 47 ini sebagai wujud keras
kepala ataupun usaha menuntaskan rasa penasaran dari 20th Century Fox atas hak yang telah mereka beli satu dekade yang
lalu: Hitman. Sebelum reboot ini lahir film pertamanya sendiri dapat dikatakan
seperti butiran pasir di tepi pantai yang berhasil dibentuk menjadi sebuah
istana tapi dalam waktu singkat hilang ditelan ombak, usaha latah yang walaupun
sukses di segi finansial tapi tidak berhasil mengikuti jejak sesama film yang
bersumber dari video games seperti Resident
Evil untuk menjadi sesuatu yang memorable. Hitman: Agent 47 ini sama saja, seperti makan popcorn dengan wasabi. Ew!
Agent
47 (Rupert Friend) adalah pembunuh professional hasil
percobaan sebuah kelompok rahasia yang ingin menciptakan pembunuh yang
sempurna, namun suatu ketika menghadapi masalah karena proyek yang dipimpin Dr. Litvenko (Ciaran Hinds) itu hancur
dan muncul perusahaan baru yang membuat tentara bayaran mutan. Petunjuk bagi
Agent 47 ada pada Katia (Hannah Ware),
putri Litvenko, yang ketika berusaha mencari ayahnya juga menjadi target dari
Agent 47 bersama saingannya, Smith (Zachary
Quinto).
Saya rasa tidak perlu
menuliskan sinopsis yang begitu
panjang lebar, bukan karena ia memang seringan itu melainkan karena script dan
eksekusi yang dilakukan Aleksander Bach
juga sejak awal seperti tidak mau repot menaruh atensi pada mereka. Hitman: Agent 47 ini seperti film dengan
materi yang berasal dari video games dan coba di tampilkan kembali dengan kesan
video games, tapi celakanya tidak disertai dengan tensi yang menarik. Kamu
tidak perlu mengerti jauh lebih dalam tentang video games sumbernya untuk bisa
menilai ini sebagai petualangan yang: datar, monton, hambar, dan membosankan.
Salah satu kesuksesan Hitman: Agent 47
yang jarang film lain lakukan adalah ia punya power yang kuat untuk membuat
saya beranjak dari di level 50:50 untuk mempertimbangkan walkout bahkan ketika ia bahkan belum genap berjalan selama 45
menit atau setengah jalan.
Statusnya sebagai
reboot benar-benar dipegang teguh oleh film ini, ia mengulang kembali apa yang
pendahulunya itu lakukan di tahun 2007 tanpa memberikan perbaikan yang oke.
Tidak ada sesuatu yang baru yang menarik disini, kita menyaksikan mesin
pembunuh yang anehnya tampak lebih menarik ketika ia hanya duduk diam ketimbang
saat ia beraksi berkeliling Berlin
dan Singapore dengan pistol dan mobil
Audi itu, bermain dengan layar komputer dan smartphone yang kemudian di selingi dengan aksi slo-mo yang seolah
diciptakan oleh tim yang baru saja mengenal apa itu slow motion, eksekusi yang
berlebihan. Oh, atau itu mungkin usaha mereka untuk mengalihkan perhatian kamu
dari kacaunya cerita yang Hitman: Agent
47 punya? Bisa jadi, karena harus diakui action sequences beberapa
diantaranya sejenak mampu untuk sekedar mengalihkan perhatian saya dari nilai minus cerita.
Dibalik masalah-masalah
tadi sebenarnya apa masalah paling mengganggu dari Hitman: Agent 47 ini? Agent
47 dikenal sebagai sosok pembunuh dengan kemampuan tingkat tinggi, tapi
disini ia seperti boneka Ken yang di cukur kepalanya dan kemudian di pakaikan
setelan jas dan diberikan pistol dan mobil. Penonton seharusnya diberikan
sajian dengan tensi yang mumpuni karena ini pada dasarnya merupakan sebuah film
action thriller, tapi Hitman: Agent 47 melakukan sebaliknya, tensi cerita sering terasa terlalu tenang dengan citra kartun yang kental. Tidak
mengharapkan emosi untuk ikut terlibat dalam cerita, untuk menikmati adegan
action saja terkadang terasa sulit karena kualitas efek hingga stunt terasa
kurang rapi dan sering kali terasa berlebihan, dan semakin lengkap karena
karakter dan dialog juga seperti tidak bernyawa.
Melengkapi kesan kurang
ajar dari Hitman: Agent 47 adalah
ketika ia dengan berani memberikan akhir yang kurang ajar, dengan sombong
seolah menggoda penonton pada apa yang akan terjadi selanjutnya jika sekuel
hadir. Ini melengkapi rasa jengkel penonton, mendapatkan karakter dua bahkan satu
dimensi yang tidak berhasil menjadi mesin penggerak cerita, menyaksikan
eksposisi jelek dari script yang dangkal, kasar, dan kerap terasa kosong,
kemudian dibumbui dengan eksekusi yang monoton sehingga menjadikan Hitman: Agent 47 terasa miskin momentum,
menjadikan Hitman: Agent 47 sebagai
film action thriller yang ompong, sebagai film action thriller yang tidak enak.
0 komentar :
Post a Comment