“They say marriage is a way of life, not a way of
love.”
Apa itu pernikahan? Apakah ia merupakan sebuah ikatan
yang harus anda raih sebagai bukti bahwa anda mencintai seseorang? Atau justru
hanyalah salah satu kewajiban administratif dalam kehidupan ini yang tidak
sepenuhnya menjadi perwujudan dari cinta yang anda miliki kepada seseorang?
Cinta dan kehidupan coba dikombinasi film ini dengan mengendapankan permasalahan
pada seksualitas. Venus Talk (The Law of
Pleasures), undynamic life and sex story.
Jung Shin-Hye (Uhm
Jung-Hwa), Jo Mi-Yeon (Moon So-Ri), dan Lee
Hae-Young (Jo Min-Soo) merupakan sahabat yang selalu menyempatkan diri
kumpul untuk saling mendukung dan menguatkan, atau untuk hanya sekedar makan
roti bersama. Dan seperti wanita pada umumnya kegiatan mereka tidak pernah jauh
dari perbincangan yang “menarik.” Isu yang selalu mereka bahas ada masalah pada
seksualitas mereka, yang masing-masing berada dalam kondisi yang berbeda, hal
yang bukan hanya menjadi beban namun juga perlahan mulai membuat frustasi tiga
wanita modern ini.
Shin-Hye merupakan seorang produser sebuah acara TV,
merasa sulit menemukan pria yang tepat untuknya, tapi suatu ketika dibuat ragu
oleh seorang pria bernama Hwang
Hyun-Seung (Lee Jae-Yoon) yang mengatakan ingin serius berhubungan
dengannya. Hae-Young merupakan ibu tunggal, terus memaksa anak perempuannya, Kim Soo-Jung (Jeon Hye-Jin), untuk
segera menikah karena ia juga sedang dekat dengan seorang pria. Sedangkan
Mi-Yeon merupakan seorang ibu rumah tangga, tidak pernah “ditolak” oleh
suaminya, Lee Jae-Ho (Lee Sung-Min),
tapi mulai merasa ada yang salah dengan performa suaminya.
Sangat mudah untuk mengatakan Venus Talk sebagai salah satu film Korea paling menjanjikan tahun
ini. Lihat saja line-up yang ia punya di divisi akting, tiga pemeran utama
wanita yang masing-masing telah dikenal memiliki aura yang kuat. Kemudian
premis yang tawarkan juga tidak kalah menarik, seperti mencoba menciptakan
versi kecil dari Sex and the City
dimana perempuan-perempuan paruh baya harus berhadapan dengan masalah yang
indentik di usia mereka. Dan yang terakhir tentu saja komedi sebagai genre
utama yang mereka usung, seperti melengkapi kesan menjanjikan yang Venus Talk miliki. Tapi sayangnya semua
ekspetasi tadi tidak tercapai, bukan berarti buruk memang tapi dengan segala
elemen menjanjikan tadi apa yang diberikan Venus Talk selama 108 menit
durasinya itu terasa mengecewakan.
Venus Talk adalah kemasan yang seolah mengemban sebuah isu yang
kuat dan tajam, tapi melakukan kesalahan ketika menerapkan langkah-langkah agar
isu dapat tersampaikan dengan baik, sehingga masalah seksual yang menjadi fokus
utamanya terkesan setengah matang, sejak awal hingga akhir tidak pernah
mengalami perkembangan yang mumpuni. Naskah yang ditulis oleh Lee Soo-A juga tampak kebingungan ketika
mengurai cerita, keputusan memisahkan karakter untuk menyajikan tiga masalah
agar berjalan beriringan tidak berjalan dengan baik, mereka tidak punya
kombinasi yang menarik, ketika berdiri sendiri mereka juga tidak konsisten
mampu mencuri atensi, dan celakanya ketika mereka disatukan kesan yang mucul
justru kesan canggung, drama, komedi, dan tragedi itu tidak berhasil melebur
dengan baik.
Sutradara Kwon
Chil-In kurang mampu mengontrol tiga konflik miliknya yang sesungguhnya
tidak semuanya terasa standard. Isu hubungan di hari tua yang malu-malu itu
memang kurang mempesona, tapi wanita tua yang jatuh hati dengan anak muda,
kemudian masalah yang terkait viagra, keduanya menarik, dan jika mereka dapat
dibentuk dengan padat itu akan sangat menolong. Yang terjadi justru sebaliknya,
ketimbang sibuk mengembangkan tiga masalah yang bertumpu pada rasa frustasi
terkait cinta dan makna kehidupan itu, Venus Talk lebih sering terasa sibuk
membagi proporsi tiga masalah tadi untuk dapat terus hidup, yang sayangnya
semakin lama mereka berputar di lintasan yang sama semakin lemah pula
cengkeraman mereka pada penonton.
Ini yang terasa menjengkelkan, ketika anda tahu
masalah yang ia bawa sederhana, kemudian setelah bagian pembuka tidak ada
perkembangan yang mumpuni, setelah itu mendapati bahwa mereka hanya
berputar-putar sehingga menghasilkan kesan bertele-tele, rasa frustasi karakter
perlahan berpindah kepada penonton. Cerita menjadi masalah utama, plot tidak
berhasil di tata dengan rapi, sehingga berbagai cobaan yang dihadapi tiga
karakter utama seperti saling sikut untuk meraih posisi terdepan, bukannya
saling bantu untuk menciptakan narasi yang kuat. Dari persahabatan, hingga
petualangan seksual, kuantitas dan kualitas emosi yang terlibat didalamnya
terasa miskin, dan itu terasa cukup menganggu karena cerita menjadi datar
meskipun ia punya humor menarik disampingnya.
Ya, humor, mereka sering kali menjadi penyelamat
dinamika cerita yang dimiliki film ini untuk tidak jatuh lebih jauh. Standard
memang, tapi banyak yang terasa lucu dibalik tingkah konyol serta beberapa
dialog tajam yang efektif itu, dan itu juga terbantu oleh karakterisasi yang
harus diakui sangat kuat disini, bukan hanya dibagian awal, tapi hingga
mencapai titik akhir. Uhm Jung-Hwa, Moon
So-Ri, dan Jo Min-Soo berhasil
menjadikan karakter mereka tampak menarik, dan itu tidak luntur meskipun mereka
saling bertabrakan satu sama lain. Yang kurang adalah chemistry diantara
mereka, sangat lemah, sehingga ketika mereka berkumpul dalam satu frame sering
kali terasa canggung.
Overall, Venus
Talk adalah film yang kurang memuaskan. Isu sederhana terkait cinta dan
kehidupan itu seharusnya bisa tampil lebih menarik, terlebih dengan
keputusannya untuk menggambarkan hal tersebut lewat permasalahan terkait
seksualitas karakter yang sudah berada di usia tua. Tapi dengan narasi yang
lemah, tidak mampu menjaga pesona dari cerita dan karakter miliknya untuk stabil
menarik hingga akhir, Venus Talk
justru jatuh menjadi petualangan tiga wanita bingung yang tampak bingung
bagaimana menyampaikan pesan sederhana yang mereka bawa tadi, sehingga apa yang
ia tampilkan meskipun cukup lucu tapi tetap terasa kurang tajam, kurang
dalam, kurang dinamis.
0 komentar :
Post a Comment