Apakah anda pernah menyaksikan sebuah ilustrasi dimana
seseorang berada dalam kebimbangan dan kemudian di kedua sisinya muncul sosok
malaikat dan setan yang berupaya untuk menggoda agar orang tersebut melakukan
apa yang mereka sarankan? Faktanya memang begitu, dimana setiap manusia pasti
akan selalu ditemani sisi hitam dan sisi putih, itu mengapa self-control
menjadi salah satu hal krusial karena dapat membawa kita bertahan di sisi
positif, atau justru sebaliknya mengalami ledakan dan memberikan kesempatan
pada setan, monster, dan segala macam makhluk gaib itu mengambil alih kendali. Hwayi: A Monster Boy, a good enough action
thriller.
Sekelompok pria yang beranggotakan lima orang: Seok-Tae (Kim Yoon-Seok), Ki-Tae (Jo Jin-Woong),
Jin-Seong (Jang Hyun-Sung), Dong-Beom (Kim Sung-Kyun), dan Beom-Soo (Park Hae-Joon), hidup bersama
di sebuah rumah bukan tanpa sebuah alasan. Mereka adalah organisasi kriminal, dari
pemimpin karismatik, planner, hingga ahli bela diri. Namun pada tahun 1998
sebuah aksi kejahatan yang mereka lakukan tidak berakhir dengan mulus, bukan
pada target yang ingin mereka capai melainkan skema pemerasan yang mereka pakai
meninggalkan seorang anak kecil, dan diasuh oleh Young-Joo (Im Ji-Eun), wanita yang telah dipasung oleh Seok-Tae dan
kelompoknya.
Anak yang mereka namai Hwa-yi (Yeo Jin-Goo) itu tumbuh dengan normal, ia bersekolah,
bahkan dapat merasakan ketertarikan pada lawan jenis ketika bertemu dengan Yoo-Kyung (Nam Ji-Hyun), namun disisi
lain juga berlatih menggunakan senjata. Sayangnya rencana dari empat ayah Hwayi
tidak serupa, ada yang ingin ia hidup normal namun ada pula yang tidak ingin
membunuh potensi yang ia miliki. Sebuah aksi kejahatan terbaru menjadi
arenanya, yang celakanya justru menjadi tempat dimana Hwayi menemukan fakta
mengejutkan dan menyebabkan Hwayi berubah menjadi monster seperti sosok
bayangan yang selama ini selalu menemaninya.
Sangat mudah untuk langsung merasakan sebuah
ketertarikan setelah membaca sinopsis diatas, seorang anak yang dibesarkan oleh
lima orang pria yang sangat akrab dengan dunia kriminal dan tidak menjadikan
aksi membunuh sebagai sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Aksi kriminal itu memang
akan menjadi konflik utama, namun ada sesuatu yang mengejutkan disini karena
walaupun menawarkan tampilan luar yang berbeda dengan sentuhan thriller itu
ternyata Jang Joon-Hwan masih
menggunakan formula yang sama seperti yang pernah ia gunakan di Save the Green Planet!, trauma.
Psychological thriller, mungkin begitu jika disederhanakan, terus menghadirkan
permasalahan yang berupaya tampil mencekam, namun disisi lain meletakkan fokus
pada sisi personal karakter.
Ini bukan hanya menarik pada awalnya, namun tergolong
cukup sukses dalam mengemas inti utama yang dengan mudah membawa penontonnya
masuk kedalam jalur dimana ia kemudian akan menyampaikan misinya terkait
kemanusiaan. Disini Jang Joon-hwan
seperti berupaya membawa penontonnya untuk mengamati kondisi dari manusia,
perperangan batin dan emosi yang kali ini menggunakan sosok protagonis berupa
bayangan seekor monster. Bukan sesuatu yang baru tentu saja, namun pada tahapan
ini Hwayi terasa sangat mengasyikkan terlebih dengan keberhasilan Jang Joon-hwan mengemas narasi berisikan
hal klasik dan predictable itu untuk menciptakan suasana berisikan rasa tidak
nyaman, faktor kunci dari tipe film seperti ini.
Sayangnya sisi positif tersebut hanya terasa di bagian
awal, karena setelah itu Hwayi tidak
menunjukkan perkembangan yang mumpuni. Ini sedikit stuck, terlebih ketika kita
sudah mengerti point utama sejak awal sehingga tidak hadirnya pertumbuhan yang
baik di sisi karakter dan juga cerita menjadikan ide-ide menarik seperti
hubungan ayah dan anak hingga cara bersikap sebagai orang tua itu pada akhirnya
hanya terdampar pada sebuah ruang berisikan proses menunggu. Tidak ada
ekplorasi yang mumpuni, gejolak emosi yang seharusnya secara bertahap terus
membesar untuk mencapai sebuah ledakan itu justru terasa terlalu stabil
sehingga tidak mampu mewarnai alur cerita yang perlahan mulai terasa kurang kokoh.
Sebut saja ini adalah sebuah film substance over style
yang berjalan dengan cara tradisional namun tanpa disertai dengan elemen lain yang
mumpuni diluar konflik personal. Tidak masalah pada penggunaan cara tersebut di
sisi teknis, namun tidak pada sisi cerita dan karakter, terlalu biasa,
kekurangan energi, sehingga daya tarik yang sukses ia ciptakan di awal seperti
simpati pada karakter serta tingkat ketegangan yang menarik perlahan meluncur
jatuh, padahal hal tersebut tidak boleh terjadi karena disisi lain narasi
justru tampil semakin rumit. Nyawa semakin melemah, namun cerita semakin
kompleks, kondisi tidak selaras ini yang menyebabkan koneksi penonton pada
konflik menjadi berat dan kemudian menjadikan semua aksi yang ia tampilkan di
paruh akhir lebih terasa seperti tindakan sibuk sendiri.
Kurang mampu mencengkeram penontonnya hingga akhir
merupakan masalah utama Hwayi, dan hal tersebut juga tidak dapat tertolong oleh
kinerja divisi akting, nilai positif yang mereka berikan tidak mampu
mendongkrak nilai keseluruhan. Yeo
Jin-Goo jelas menjadi bintang utama, berhasil dengan mudah menarik simpati
lewat sisi rapuh dan juga lembut yang ia tunjukkan. Sedangkan selain Kim Sung-Kyun,
empat orang ayah punya kontribusi yang hampir setara. Kim Yun-Seok mungkin terlihat paling kuat, namun Cho Jin-Woong yang memberikan performa
paling menarik diantara mereka, sisi sensitif yang dimiliki karakternya
beberapa kali berhasil mencuri atensi.
0 komentar :
Post a Comment