Banyak kalimat unik dari pagelaran 71th
Golden Globes yang lalu, salah satunya berasal dari Tina Fey yang berbunyi seperti ini, “in Hollywood if something kinda works they'll just keep doing it till
everybody hates it.” Yap, begitulah sistem yang bekerja, jika masih ada
yang menikmati maka tidak ada alasan untuk berhenti. Jackass adalah salah satunya, mereka masih menjadi mesin uang yang
menjanjikan, tidak menghilangkan wajah utama dalam balutan aksi gila, namun
dengan sedikit sentuhan berbeda pada struktur cerita dan unsur drama, Jackass Presents: Bad Grandpa.
Billy (Jackson Nicoll) seperti memang tidak bernasib baik sejak ia lahir kedunia, punya ayah
yang tinggal jauh darinya dan tidak bersikap kurang peduli padanya, hingga
berada dibawah naungan Kimmie (Georgina Cates),
ibu yang seperti sudah tidak asing lagi berurusan dengan penjara. Celakanya
ternyata hal tersebut juga terjadi tepat dua tingkat diatas Billy, ayah dari
ibunya, sang kakek, Irving Zisman (Johnny
Knoxville), ternyata juga merupakan sosok yang jika dijabarkan secara halus
merupakan pria berjiwa bebas dengan sikap kacau yang tak pernah berhenti
mencari kesenangan dan masalah.
Billy harus menghabiskan waktu bersama Irving, tidak singkat karena
dengan kembalinya sang ibu kedalam masalah yang memaksanya untuk menjalani
proses hukum Billy diminta untuk sementara berada dibawah pengawasan sang ayah,
Chuck (Greg Harris). Nasib kurang
baik tidak berhenti sampai disitu, penyebabnya adalah ia harus diantar oleh
sang kakek, menggunakan sebuah mobil tua dari Nebraska di pusat USA, menuju North
Carolina dibagian timur, berpindah dari satu masalah menuju masalah
lainnya.
Penjelasan diawal tadi cukup mampu menggambarkan secara umum kepada anda
yang mungkin bertanya heran mengapa Johnny
Knoxvill, Jeff Tremaine, dan juga Spike
Jonze terus mempertahankan Jackass yang kita tahu bersama berisikan berbagai
hal bodoh dari aksi stunt dan prank. Jawabannya sederhana, mereka masih mampu
menjadi mampu mengeruk keuntungan, melipat gandakan budget dalam level belasan
menjadi puluhan juta, bahkan Jackass 3-D
berhasil meraup 170 juta Dollar hanya dengan budget 20 juta, sebuah pendapatan
yang fantastis jika menilik materi yang ia tawarkan. Hal tersebut membuktikan
bahwa masih banyak penonton yang mampu menerima aksi gila mereka, so, mengapa
harus berhenti?
Benar, belum ada alasan untuk berhenti, dan masih dengan kombinasi trio
tadi, kendali utama ditangan Jeff
Tremaine, dan bintang utama pada Johnny
Knoxvill, Jackass kembali hadir untuk menawarkan sebuah hiburan lewat kumpulan
aksi gila. Ya, ini masih di isi dengan beberapa aksi hardcore yang berani pada
konteks adegan aksi, dari pemakaman, beer, supermarket, hingga striptease,
mereka ingin membuat orang heran, mereka ingin membuat orang kesal. Namun ada
sesuatu yang baru disini, Knoxvill, Tremaine, dan Jonze seperti ingin
menciptakan sebuah wajah baru bagi Jackass, gaya dokumenter kini sedikit
bersembunyi, dan kemudian menghadirkan sebuah petualangan yang memiliki
struktur. Celakanya ide berani itu tidak disertai hal yang sama pada tahap
eksekusi.
Tidak salah memang berupaya menghadirkan kombinasi antara ciri khas dari
cara bermain andalan mereka dengan sentuhan baru berupa unsur drama, namun
dengan syarat keduanya mampu dikendalikan dengan baik. Itu yang tidak dimiliki Jackass Presents: Bad Grandpa,
kegembiraan penuh kegilaan yang lepas itu kini tampil sedikit ditekan untuk
menciptakan ruang, masuk kedalam sebuah konsep penuh dengan keteraturan, bahkan
pertama kalinya sebuah film Jackass mampu membuat saya mengernyitkan dahi sembari
bergumam, “oh, sepertinya menarik.” Namun yang menjadi masalah adalah film ini
perlahan justru mulai tampak terjebak didalam konsep yang ia ciptakan.
Sumbernya adalah tidak ada totalitas pada sisi kualitas di dua elemen
yang ia punya. Upaya untuk menciptakan image baru dari sebuah Jackass justru
membuat Jeff Tremaine dan
rekan-rekannya tampak seperti takut untuk bergerak terlalu jauh, dimana jika
mereka tampil terlalu gila akan membunuh drama, disisi lain jika terlalu mellow
juga akan menghilangkan image utama. Akhirnya sebuah awalan yang menjanjikan
itu perlahan jatuh kedalam sebuah perputaran cerita yang datar ketika
materi-materi yang masih tampil dengan formula yang sama itu tidak mampu
bekerja dengan baik, tidak ada petualangan yang bergerak lepas, yang hadir
justru penceritaan penuh beban untuk tampil seimbang.
Ya, penuh beban, yang kemudian membunuh begitu saja potensi diawal yang
sesungguhnya cukup cerah berkat formula lama yang mereka usung. Benar, formula lama, Sacha Baron Cohen pernah sukses
besar menggunakan cara ini dengan karakternya Borat, sistem dimana pemeran melakukan interaksi sembari ditemani candid camera yang terus mengawasi dalam
wujud tak dikenal, kali ini dalam wujud kaum lanjut usia yang tak mungkin
menjadi objek kekerasan. Masalahnya Borat tidak menuntut penontonnya untuk
peduli dalam skala besar, sedangkan Bad
Grandpa seperti tidak pernah berhenti meminta atensi, padahal ia juga
tampil setengah hati di dua warna cerita sehingga apa yang ia berikan kerap
kali terasa hit dan miss dalam kuantitas yang sama.
Sorotan unik lainnya mungkin adalah bagaimana Knoxville berhasil disulap
menjadi seorang pria tua yang mampu meyakinkan semua orang yang ia ajak
berbincang, sukses menipu banyak orang berkat bantuan make-up yang memikat. Johnny Knoxvill sendiri cukup mampu
menjalankan cerita yang menjadi tanggung jawab utamanya, punya sebuah momen
bersama kelompok motor yang mampu menghadirkan emosi dengan cukup baik, tidak
kehilangan sentuhan gilanya, dan juga mampu membangun chemistry yang cukup manis
dan terkadang menyenangkan bersama Jackson Nicoll.
Overall, Jackass Presents: Bad
Grandpa adalah film yang kurang memuaskan. Konsep tipis yang ia usung
berhasil dibentuk kedalam teknik bercerita yang memberikan nafas baru bagi film
Jackass, sebuah struktur cerita yang tertata. Menyembunyikan kamera,
memperhalus aksi gila, menyuntikkan unsur drama, ini merupakan sebuah upaya
yang berani untuk menjadikan image Jackass terasa segar, namun sayangnya
keberanian itu tidak berlanjut pada eksekusi, kurang total, sehingga kerap kali
hit dan miss.
prank-nya kurang pecah kayak jackass yang semestinya..
ReplyDeleteyaa mungkin karna temanya kakek2 sih ya?
tapi prank "titit kejepit" di awal film cukup keren kok..
:)))
Hahaha, gak pecah men. Karena main aman kali ya, mau memperhalus image, tapi justru film berikutnya yang jadi potensial, asal konsep sekarang dipertahankan.
Delete