"I thought singing was a joyous expression of the soul."
Setiap manusia pasti punya mental dalam bersikap, optimis dan pesimis,
idealis dan pragmatis. Namun ada satu hal yang eksis diantara mereka, sikap
realistis, karena tidak perduli betapa besar skill, usaha, bahkan keraguan yang
kita miliki, terkadang kehidupan akan membawa sebuah kejutan yang tak pernah
kita harapkan dan kita duga hanya karena sesuatu sederhana yang berasal dari
diri kita sendiri. Itu yang coba dibawa oleh film ini, dengan dominasi nada
melankolis hangat dan lembut dipenuhi transisi antara sedih, lucu, sedih, dan
kembali lucu, Inside Llewyn Davis,
another solid classic package with a new taste from Coen Brothers.
Pada tahun 1961, setelah kehilangan rekan musiknya, Llewyn Davis (Oscar Isaac) mencoba untuk terus mempertahankan
eksistensinya sebagai seorang penyanyi musik folks di kota New York. Ya, Llewyn adalah tipikal pria yang dipenuhi dengan rasa
percaya diri, ambisi, dan sikap optimis yang tinggi, meskipun dibalik itu
sesunguhnya ia hanyalah seorang pria yang telah gagal, ia bahkan tidak punya
tempat tinggal, terus berpindah hanya untuk mencari tempat beristirahat, dari
saudara hingga apartemen milik mantan kekasihnya, Jean Berkey (Carey Mulligan), yang sesungguhnya sudah membuka sebuah
peluang bagi Llewyn.
Peluang itu berasal dari Jim
(Justin Timberlake) yang mengajak Llewyn untuk bergabung bersama dirinya
dan juga Al Cody (Adam Driver)
menyanyikan lagu ciptaannya, Please Mr.
Kennedy. Namun ternyata kesempatan tersebut hanya dimanfaatkan oleh Llewyn
untuk meraih keuntungan jangka pendek, karena ia punya ambisi yang lebih besar
dan ia yakin dapat meraihnya, dari bertemu manajernya, hingga perjsalanan
bersama Roland Turner (John Goodman)
dan Johnny Five (Garrett Hesdlund),
meskipun sikap overconfidence miliknya itu terus menghalangi nasib baik
mendekati Llewyn.
Coen Brothers will always bring you a new taste. Ya, itu yang selalu menjadi kekuatan
mereka dan mungkin juga hal utama yang dicari para penonton dari karya terbaru Joel Coen dan Ethan Coen. Inside Llewyn
Davis hadir dengan ciri khas Coen Brothers, sikap berani bermain dengan
resiko, masuk kedalam sebuah petualangan dengan pacing yang rapi, secara
implisit terus memaksa penontonnya untuk berjalan lebih jauh ke dalam isu
klasik yang telah mereka modifikasi sedemikian rupa sehingga dalam penyajiannya
tetap mampu menghadirkan sesuatu yang terasa berbeda dan tidak begitu familiar,
dan kemudian dibalut bersama konsistensi pada menyuntikkan berbagai kejutan
tanpa pernah kehilangan kendali pada sentuhan dark comedy bernada satir andalan
mereka.
Ini akan menjadi panjang jika harus membahas secara detail kehandalan
dua bersaudara ini, dari memasukkan Jeff
Bridges dan John Goodman kedalam
kekacauan di The Big Lebowski, George Clooney melarikan diri dari
penjara pada O Brother, Where Art Thou?,
aksi kejar bergaya kucing dan tikus klasik di No Country for Old Men, hingga membangun kemasan menarik dari
sesuatu yang sederhana seperti proses menemukan ayah serta bencana beruntun
pada True Grit dan A Serious Man. Kesederhanaan tersebut
kembali hadir pada Inside Llewyn Davis,
sedikit mirip A Serious Man dimana
personal crisis bergabung dengan survival story lewat perjuangan seorang pria
yang keras kepala dengan sikap optimistisnya namun kemudian harus masuk kedalam
kondisi kelam karena tidak mau bersikap realistis. Sederhana.
Ya, sederhana, bahkan ini mungkin merupakan film paling ringan dari Coen Brothers yang pernah saya tonton.
Kisah muram penuh kemalangan yang terinspirasi dari Dave Van Ronk, kental dengan situasi dark mood dan melankolis,
fokus yang terpaku begitu kuat pada pergerakan karakter, berjalan penuh nada
sendu dalam dinamika cerita mengasyikkan yang tenang tanpa kehadiran momen
megah, secara luas ini mungkin akan tampak seperti sebuah petualangan dari
perjuangan hidup menggunakan evolusi dan musik folk sebagai materi utama yang
terus bergerak tanpa tujuan. Tapi, dibalik itu ada sesuatu yang menarik jika
penontonnya mampu melakukan apa yang telah ia sebut pada judul yang diusung,
melihat kedalam sosok Llewyn, karena pada aksi yang ia lakukan banyak
terkandung kritik menggelitik.
Menggelitik, sama seperti rasa yang timbul dari kehadiran seekor kucing
yang sesungguhnya membawa makna lain terkait Llewyn ketimbang hanya sebagai
pemanis yang mengganggu. Lewat karakter utama seorang losers dan anti-hero
(yang juga mungkin menjadi alasan dibalik tidak hadirnya cinta dari AMPAS bagi mereka) ada misi tersendiri
dari Coen Brothers untuk menunjukkan
bahwa kalimat “yang kuat akan bertahan dan yang lemah berantakan” tidak lagi
berlaku pada konteks kualitas, ego yang berpotensi menghancurkan, pentingnya
peran orang lain bagi pertumbuhan kita, dan disisi lain mereka juga terus
berupaya menggambarkan salah satu faktor penting kesuksesan yakni tak pernah
berhenti berjuang untuk mencapai keberhasilan tidak peduli seberapa besar rasa
putus asa yang melanda.
Ini unik, bagaimana perlahan kita akan masuk kedalam kondisi yang sama
seperti Llewyn alami, terisolasi pada posisi netral bersama musik yang catchy dan lelucon implisit yang kuat, namun disisi lain terus dihantui nafas muram, kemudian mengamati pertarungan mencari keseimbangan
antara semangat dan rasa kecewa. Bersama kinerja memikat dari aransemen musik
yang punya peran penting pada irama cerita, cinematography yang kokoh, narasi
yang ditulis dengan baik ini mungkin akan terlihat sedikit kelelahan, offbeat,
bahkan absurd, namun kisah sederhana dari pecundang yang selalu mengalami
kegagalan ini tidak pernah berhenti membuat penontonnya menebak dan menanti apa
yang akan hadir berikutnya, karena telah tergoda dengan kisah hidup Llewyn atau
bahkan menaruh simpati.
Ya, simpati, karena penggambaran karakter Llewyn sangat mewakili
beberapa nilai minus dalam kehidupan yang dimiliki manusia, dari mengambil tindakan yang salah,
hingga sikap keras kepala hanya dikarenakan pride. Bukan hanya karena
kepiawaian Coen Brothers, namun hal
tersebut berhasil tercapai juga berkat kinerja seorang Oscar Isaac yang berhasil menyuntikkan sikap dingin dalam karakter
cerdas yang tak pernah menjauh dari semangat, percaya diri, dan juga tekanan
serta tragedi. Beberapa pemeran pembantu juga memanfaatkan dengan baik waktu
mereka untuk menggerakkan cerita, dari Carey
Mulligan dan Justin Timberlake
sebagai titik awal, dan diteruskan John
Goodman dan Garrett Hedlund dalam
sebuah perjalanan singkat.
Overall, Inside Llewyn Davis
adalah film yang memuaskan. Coenesque,
itu kembali hadir, masih dengan sikap perfeksionis Coen Brothers kali ini kembali tampil berani dengan melemparkan
sebuah drama berisikan kegagalan yang mengusung misi utama dengan bertumpukan
pada tema self-control dan maturity, dibalut bersama sentuhan
modifikasi manis pada warna mumblecore dan studi karakter dalam sebuah gerak
cekatan narasi cerdas yang tak pernah berhenti bermain-main diantara drama dan
komedi. Petualangan melankolis yang manis.
0 komentar :
Post a Comment