Kesuksesan kerap kali dikaitkan sebagai hasil yang
diperoleh dari kemampuan satu individu untuk mempergunakan kemampuan yang ia
miliki dengan baik. Ya, dengan baik, karena ternyata kesuksesan bukan merupakan
opsi tunggal yang tersedia dimana kemampuan tersebut dapat pula membawa kita
masuk kedalam sebuah jeratan bahaya. Hal tersebut yang dibawa oleh The Face Reader (Gwansang), kisah
history yang menarik, namun forgettable.
Dibalik kehidupan sederhana yang ia jalani bersama
adik iparnya, Paeng-Hun (Cho Jung-Seok),
Nae-Gyeong (Song Kang-Ho)
sesungguhnya punya keahlian yang eksistensinya masih sangat langka. Nae-Gyeong
merupakan seorang pembaca wajah, ia mampu mengidentifikasi dan menilai karakter
dan nasib seseorang hanya dengan sepintas melihat wajah mereka. Namun selama
ini ia tidak pernah menggunakan kemampuan tersebut untuk meraup keuntungan
karena putranya yang bernama Jin-Hyeon
(Lee Jong-Suk) tidak senang dengan tindakan tersebut, sampai akhirnya itu
berubah berkat kehadiran Yeon-Hong (Kim
Hye-Soo).
Informasi yang diberikan oleh Yeon-Hong menjadikan
Nae-Gyeong dan Paeng-Hun berani untuk masuk ke Hanyang. Jalinan kerjasama dengan Yeon-Hong ternyata membawa mereka
ketingkat yang semakin tinggi, Kim
Jongseo (Baek Yoon-Sik), raja yang kemudian memerintahkan ia untuk
mengidentifikasi para pengkhianat di pemerintahan. Tapi celakanya pekerjaan
barunya tersebut justru menjadi awal terkuaknya sebuah rencana yang
membahayakan negeri, rencana yang disusun oleh Prince Suyang (Lee Jung-Jae).
Ini selalu identik dengan liburan di Korea Selatan
yang lebih dikenal dengan sebutan Chuseok,
dimana sebuah film hadir dengan mengandalkan tema history yang kemudian bermain
bersama konflik di lingkungan kerajaan. Masquerade
adalah contoh terakhir dari film dengan tema serupa yang berhasil meraih
kesuksesan besar pada momen tersebut, dan itu tidak berhenti karena tahun lalu The Face Reader (Gwansang) mampu meraup
keuntungan serupa, bertahan selama 11 minggu, meraih 9 juta penonton, dan
berhasil meraih tampuk tertinggi pada salah satu penghargaan perfilman Korea,
padahal berada ditengah kepungan Snowpiercer
dan Miracle in Cell No.7.
Tentu ada alasan mengapa penonton Korea tidak pernah
bosan untuk meluangkan waktu mereka menyaksikan film yang pada dasarnya masih
menggunakan formula yang sama, menghadirkan konflik lewat permasalahan internal
yang mayoritas tersebar pada dua opsi besar yaitu antara politik atau keluarga,
kemudian ditunjang dengan segi teknis yang mumpuni. Jawabannya adalah karena
insan perfilman Korea bukan hanya sekedar sanggup mempertahankan kualitas,
namun juga selalu mampu membentuk kembali hal klasik dan tradisional itu agar
terasa segar dan jauh dari kesan membosankan.
Ya, itu kunci keberhasilan The Face Reader. Ada dinamika yang walaupun tidak megah namun mampu
mempertahankan irama cerita, kemudian berpadu dengan komedi lewat tingkah dan
dialog yang klasik, namun dibalik itu Kim
Dong-Hyuk dan Han Jae-Rim seperti
paham betul bagaimana cara agar tampilan ringan yang ia hadirkan tidak
menghilangkan cengkeraman cerita yang mudah dipahami itu dari atensi
penontonnya. Bergerak perlahan penuh kesabaran, secara bertahap kita diajak
masuk kedalam cerita yang dengan sangat halus bergeser dari sebuah drama komedi
menjadi melodrama dengan warna yang lebih serius.
Benar, sangat halus, Han Jae-Rim seperti ingin membangun dengan sebaik mungkin kekuatan
cerita dan karakter walaupun pada akhirnya harus rela memakan durasi yang
begitu panjang itu, 139 menit. Ia memang berhasil, dengan tatanan produksi yang
manis kisah tentang ironi dari seorang pria loyal yang harus terjebak tak
berdaya tanpa pilihan itu sukses menjaga nafasnya hingga akhir, dan juga
menggambarkan sejarah dari konflik yang ia usung. Tapi keuntungan tersebut
menjadikan ini terasa kurang padat, momentum kerap kali kendor, sehingga
dramatisasi dengan warna mellow di akhir tampak kurang kokoh.
Tidak hancur memang, namun dengan hasil tersebut
petualangan berputar-putar dengan gerak naik dan turun selama dua jam ini akan
terasa forgettable. Itu bahkan tidak mampu dibantu oleh divisi akting yang
sesungguhnya bekerja dengan baik. Cho
Jung-Seok dan Kim Hye-Soo
berhasil menjalankan fungsi karakter mereka dengan baik, begitupula dengan Lee Jung-Jae lewat penggambaran sisi
hitam dan ancaman dari karakternya. Namun bintangnya masih Song Kang-Ho, langsung menarik atensi baik itu pada karakter dan
juga cerita sejak awal, tampil tenang dalam dua warna cerita.
Overall, The
Face Reader (Gwansang) adalah film yang cukup memuaskan. Berhasil menarik
atensi bukan hanya dengan mengandalkan sisi teknis yang kembali tampil mumpuni,
namun juga dengan pertumbuhan dari karakter dan struktur cerita yang bergerak
pelan dan sabar, namun sayangnya tidak mampu meraih titik tertinggi dari
potensi yang ia miliki karena terasa kurang padat dan kerap kali kehilangan
momentum.
Eniwei udah lama ikuti blog ini, reviewnya oke walaupun kadang harus mikir keras biar bisa dicerna otak. Tempat bertanya/mencari tau sebelum memutuskan untuk membeli/download. Keren. Segmented.
ReplyDeleteLol, segmented. Coba dibaca pakai irama (bukan irama lagu lho ya), karena setiap nulis udah di set seperti itu, siapa tahu semakin mudah. Thanks. :)
Delete