Mungkin ini terkesan
sedikit personal, dimana ketika menyaksikan ibu saya melepas putera-puteranya
untuk pergi melanjutkan studi di luar kota, hal tersebut sudah cukup menjadikan
saya sadar bahwa salah satu hal terberat dan mungkin paling di takuti oleh semua
orang tua adalah ketika mereka harus merelakan anak mereka pergi untuk
mewujudkan mimpinya. Lain halnya dengan Boomerang
Family, layaknya boomerang dimana seorang ibu yang dengan senang hati
menerima kembali tiga anaknya yang gagal, yang ikut membawa masalah, rahasia,
dan kekacauan mereka masing-masing.
In-Mo
(Park Hae-Il), pria berusia 40 tahun, memutuskan
kembali ke rumah ibunya karena tidak mampu lagi menyewa tempat tinggal. Beban
berat akibat pekerjaannya sebagai sutradara yang tak kunjung menemukan titik
cerah akibat film debutnya yang gagal, ditambah permasalahan dengan istrinya
yang terlibat perselingkuhan, menjadikan kepulangan itu sebagai misi lain dari
In-Mo untuk menemukan kembali semangat hidupnya. Celakanya itu tidak semudah
yang ia bayangkan, karena disana telah menunggu dua sosok lain dengan masalah
berbeda.
Han-Mo
(Yoon Je-Moon), abangnya In-Mo, ternyata telah lama
tinggal bersama ibu mereka (Youn Yuh-Jung)
akibat tidak menemukan pekerjaan. Tidak seperti In-mo yang mengemban pendidikan
kuliah, Han belajar tentang hidup di dalam penjara yang menjadikannya dengan
tegas menolak kehadiran In-Mo, tanpa sadar bahwa mereka sedang berada dalam
kondisi yang sama. Kekacauan itu bertambah dengan kehadiran Mi-Yun (Gong Hyo-Jin), adik perempuan
mereka yang cukup sukses namun gagal dalam kehidupan rumah tangganya, membawa
serta anak perempuannya, Min-Kyung (Jin
Ji-Hee).
Ini tentu diluar
kebiasaan normal, namun hal pertama yang dengan mudah menjadikan film ini
tampak menarik adalah judul yang mereka pilih. Cerita yang diangkat dari novel Aging Family karya Cheon Myung-Gwan, serta disusun ulang oleh Kim Hae-Gon dan Kim Jae-Hwan
ini dengan cepat mampu menggambarkan kondisi yang akan penontonnya dapatkan,
tiga anak yang memutuskan kembali kerumah orang tuanya, layaknya boomerang. Hal
tersebut semakin dibantu dengan keputusan Song
Hae-Sung yang pintar dalam membagi porsi cerita ketika mereka sedang
dibangun, dengan sebuah keputusan tepat menjadikan masalah In-Mo sebagai tolak
ukur utama, dan konflik kedua adiknya (serta ibunya) sebagai pemanis yang
efektif.
Boomerang
Family sukses besar dalam menggambarkan kondisi sebuah
keluarga disfungsional, dengan
menggunakan kehancuran yang saling bertemu dan bertarung dalam sebuah rumah
kecil. Sebuah langkah efektif dilakukan Song
Hae-Sung dengan menggunakan materi-materi yang sederhana, ketidakdewasaan
yang selalu akan muncul ketika anda bertemu dengan saudara kandung, saling ejek
dan pukul dengan slapstick joke-joke
standar seperti kentut (meskipun tidak sampai setengah diantara mereka yang
bekerja dengan baik), hingga duduk dan makan bersama. Interaksi keluarga ini
yang menjadikan film ini semakin mampu menggambarkan misi utama mereka, arti
dari sebuah keluarga, diisi dengan hal-hal aneh seperti sensitifitas atas masalah
masing-masing, hingga hal-hal konyol.
Namun disini kelemahan
utama Boomerang Family, ia terlalu
asyik membangun konflik lain dan menjadikan materi utamanya tidak berkembang.
Ketika semua elemen manis di awal telah terbentuk, anda justru akan ikut merasakan
apa yang karakter alami, terjebak dalam masalah tanpa menjadikan konflik
tersebut mengalami perkembangan kearah positif. Ini seperti berputar-putar
dengan berbagai masalah, stuck di banyak bagian yang ditunjukkan dengan mencoba
menghadirkan beberapa konflik baru yang terasa dipaksakan, dan diselesaikan
dengan singkat dan terkesan seadanya diakhir cerita. Hal tersebut menjadikan
seperti ada yang tertinggal di bagian tengah cerita, sesuatu yang seharusnya
menjadi penghubung awal dan akhir. Tidak ada sebuah benang merah yang menarik
meskipun terjalin cukup baik.
Banyak materi yang coba
ditawarkan Boomerang Family, yang
sayangnya justru memberikan dampak seperti judul yang ia miliki, menghancurkan
diri sendiri. Film ini mencoba mengekplorasi banyak masalah, namun celakanya
tidak dibantu dengan sebuah script
yang mumpuni. Alur ceritanya selepas bagian pembuka terasa lemah, terlebih
dengan ketidak seriusan yang ditunjukkan Song
Hae-Sung dalam mengemas tiap materi skala besar yang ia miliki. Ini
mengecewakan karena ia seperti mencoba mengangkat konflik-konflik tadi dengan
serius, namun yang terjadi hanyalah eksekusi setengah hati. Contoh sederhananya
adalah rasa bingung dan kurang total yang ia berikan di sebuah adegan
melodrama, yang sayangnya tidak menjadikan itu tampak dramatis namun justru
tampak lucu, menjadikan anda tidak tahu apakah harus tertawa atau menaruh
simpati pada karakter.
Boomerang
Family sepertinya tidak seringan kemasan luar yang ia
tampilkan, karena ternyata mengemban banyak pelajaran berharga tentang peran
serta betapa pentingnya keluarga, dan itu sebenarnya berhasil di gambarkan
dengan baik di beberapa bagian cerita. Sayangnya semua materi tadi tidak
diberikan nyawa yang kuat, karakter dalam cerita seperti boneka dengan banyak
misi yang berbeda, menjadikan Boomerang
Family kurang berhasil menghantarkan satu unsur yang sebenarnya sangat
wajib dimiliki oleh sebuah family movie, permainan emosional. Chemistry cukup
baik yang dibangun para aktor tidak cukup membantu karena mereka tidak digali
lebih dalam, hanya menjalankan tugas tanpa diberikan ruang bermain yang luas.
Overall, Boomerang Family adalah film yang cukup
memuaskan. Jika hanya menilik pesan utama dari sebuah film dengan tema
keluarga, film ini adalah sebuah kemasan yang apik. Namun itu hanya sebatas
“ini A, dan ini B, mereka penting,” materi mentah yang sebenarnya dapat anda
ketahui dari text book dan juga internet, karena diluar itu Boomerang Family adalah sebuah film
keluarga tanpa nyawa, dan kurang berhasil membentuk materi mentah tadi menjadi
sebuah hidangan drama keluarga yang menarik, dan berkesan.
0 komentar :
Post a Comment