“Good
Afternoon!”
Sejak terbit 179 tahun yang lalu novel ‘A Christmas Carol’ karya Charles Dickens kabarnya tidak pernah out of print, telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa kisah tentang seorang pria tua kikir dan pelit yang kemudian berpetualang ke masa lalu dan juga masa depan itu juga telah diadaptasi dan didramatisasi berulang kali dalam bentuk film, stage, opera, dan media lainnya. Versi baru muncul secara teratur dari cerita yang melibatkan campur tangan dari The Ghost of Christmas itu, sehingga tidak heran jika hingga kini pun cerita ‘A Christmas Carol’ masih lekat asosiasinya dengan the Christmas season. Versi terbaru ini mencoba mendaur ulang kembali kisah klasik tersebut menjadi sebuah modern retelling bernafaskan musical comedy, with Will Ferrell and Ryan Reynolds. ‘Spirited’: a nifty Christmas karaoke bar.
Natal telah tiba dan itu berarti saatnya the Ghost of Christmas menjalankan tugas mereka. Beranggotakan the Ghost of Christmas Present bernama Ebenezer Scrooge (Will Ferrell), Bonnie (Sunita Mani) yang bertugas sebagai the Ghost of Christmas Past serta the Ghost of Christmas Yet to Come (Loren G. Woods) dan juga team of afterlife spirits di belakang mereka, tim yang dipimpin Jacob Marley (Patrick Page) itu mulai mencoba menemukan satu jiwa manusia baru yang layak mereka beri kesempatan penebusan. Target mereka adalah manusia berkelakuan kurang baik yang kemudian akan coba mereka ubah menjadi sosok yang lebih baik. Sudah banyak daftar orang yang berhasil mereka bawa untuk bertobat, but this new one is a tough nut.
Namanya adalah Clint Briggs (Ryan Reynolds), sosok sukses sebagai agen pemasaran yang tidak pernah takut untuk melakukan hal-hal keji demi meraih kemenangan. Salah satu contohnya ketika ia memerintahkan Kimberly (Octavia Spencer) untuk mencari tahu tentang seorang anak laki-laki saingan keponakannya Wren (Marlow Barkley) di sekolah. Menariknya karakter Clint itu justru membuat Present sangat tertarik untuk menjadikannya target selanjutnya, tidak hanya untuk mengubahnya menjadi manusia yang lebih baik lagi tapi juga penerusnya sebagai the Ghost of Christmas Present. Christmas season kali ini terasa bagi Present, setelah hampir dua abad kini tekadnya semakin bulat untuk pensiun.
Fakta di awal tadi sepertinya juga menjadi salah satu pedoman yang digunakan oleh Sutradara Sean Anders bersama kompatriotnya John Morris dalam menulis naskah, bahwa mereka mencoba untuk memberikan sesuatu yang menyegarkan ketimbang sibuk pusing mencoba menjadi berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Di satu sisi mungkin hal tersebut dapat membuat impresi ‘Spirited’ bagi beberapa kalangan penonton akan terasa biasa, karena cerita tidak ada yang luar biasa, namun di sisi lainnya justru dapat membuat mereka yang telah familiar dengan cerita klasik itu jadi terasa lebih mudah untuk klik dengan karakter dan tentu saja konflik serta isu yang coba disajikan. Sean Anders memetik buah yang manis dari opsi kedua tadi, tidak mengubah terlalu banyak tapi menata kembali sehingga terasa enak.
Karena memang akan selalu muncul satu pertanyaan klasik dari kisah yang telah diadaptasi berulang kali seperti ini: is it really necessary? Dari konteks cerita film ini memang tidak dibutuhkan mengingat benang merah yang ia sajikan juga tidak jauh berbeda alias sama saja, tapi dari segi fungsi film seperti ‘Spirited’ ini kehadirannya sangatlah “penting” bagi cerita klasik seperti ‘A Christmas Carol’ ini salah satunya. Adaptasi yang telah hadir sebelumnya beberapa berhasil tampil menarik dan bahkan sukses meraih status klasik, tapi modernisasi juga bersifat penting kehadirannya sebagai upaya untuk memperkenalkan cerita klasik tadi menggunakan pendekatan paling baru, atau terkini. Sutradara Sean Anders sadar akan hal itu, tapi yang lebih penting lagi ia juga tidak lupa memiliki Will Ferrell dan Ryan Reynolds di lini depan.
Will Ferrell, Ryan Reynolds, saya yakin banyak penonton telah paham apa yang akan mereka dapatkan dari film yang dibintangi oleh dua Aktor tersebut tadi. The result is about what you could imagine, Ferrell bertugas sebagai sosok naïve sedangkan di sisi lain Reynolds bermain dengan berbagai sarkasme, kolaborasi keduanya berhasil menampilkan duet yang padu dan dinamis, terutama dalam menebar energi positif pada isu dan pesan yang diusung dalam naskah yang well, ringan and unsurprisingly relies on humor. Sean Anders dan John Morris juga tidak mencoba terlalu jauh tapi justru memakai formula yang sudah pernah bekerja dengan baik untuk menciptakan arena bermain bagi dua aktor utamanya tadi, yang terasa sedikit lebih segar adalah sentuhan modern yang energik pada elemen meta kisah karya Charles Dickens itu.
Saya tidak mengharapkan sebuah cerita yang berisikan originality dari film seperti ini terutama pada cara mereka “mendaur ulang” materi cerita dasar, cukup dengan mengacu pada pedoman utama yang lalu disuntikkan penyegaran yang membuatnya terasa segar. Itu yang terjadi di film ini yakni “kekacauan” yang setia pada sumber utama cerita namun berhasil tampil sebagai sajian yang amusing dan mungkin saja sangat menyenangkan. Meskipun secara kualitas eksekusi Sean Anders bersama tim-nya yang tampak had a lot of fun itu tidak sempurna namun narasi yang kerap kali seperti tersesat dan terasa banal masuk di kategori sukses membuat saya konsisten seolah merasa terlibat di dalam petualangan itu. Dengan durasi yang panjang naik dan turun kualitas terjadi di beberapa bagian, but the entertainment factor is steady.
Itu yang membuat saya terkejut ketika 127 menit durasinya yang panjang tadi telah berlalu, ‘Spirited’ berhasil membawa saya merasakan the holiday spirit yang saya inginkan. Narasi sendiri memang tidak selalu stabil tampil impresif, di beberapa bagian ia kehilangan gigitannya sedangkan meskipun terasa stabil the entertainment factor tadi kualitasnya juga terasa naik dan turun secara berkala. Namun keduanya tidak pernah sampai jatuh terlalu dalam, bersama berbagai satire yang well pointed menemani petualangan yang di satu titik cerita terasa seperti tidak ada habisnya itu. Di sana Sean Anders menunjukkan kecerdikannya dalam meramu narasi, musical numbers berisikan deretan lagu dengan musik dan lirik yang catchy itu berhasil ia seimbangkan dengan “hati” di balik isu dan pesan utama yang dibawa sejak awal.
Alhasil dengan baluran humor yang berhasil membuat penonton tersenyum berbagai pesan sederhana baik itu yang bertemakan Natal maupun dalam konteks yang lebih luas berhasil mencapai sasaran. Namun eksekusinya sendiri memang harus diakui terasa segmented di mana perkembangan plot yang tidak menjadi fokus mengikat mungkin dapat membuat beberapa kalangan penonton merasa “lelah” menyaksikan berbagai aksi yang a bit gaga dengan lelucon yang juga tidak berada di kelas halus. Untuk musical semacam ini penonton memang harus berhasil dibuat merasa seolah ikut terlibat bersama petualangan karakter, dan saya adalah salah satunya, let myself be carried away by the joy yang menggabungkan hati dan sedikit emosi mumpuni di dalam karaoke sessions bersama lagu-lagu yang fits with infectious fun.
Overall, ‘Spirited’ adalah
film yang cukup memuaskan. Sejak awal Sean
Anders dan juga tim di belakangnya tidak mencoba untuk menciptakan sebuah
film klasik baru bagi Christmas season,
fokusnya justru murni mendaur ulang kembali kisah klasik karya Charles Dickens untuk menjadi sebuah modern retelling bernafaskan musical comedy. Dan itu berhasil
terlebih berkat kinerja akting dua pemeran utamanya keep everything together, meskipun kualitas kerap naik dan turun but the entertainment factor is steady. Tidak heran di akhir
cerita cerita klasik yang diberikan sentuhan modern yang energik itu bukan hanya berhasil menyampaikan pesan
yang ia usung sejak awal dengan baik tapi juga membuat penontonnya merasakan the holiday spirit with infectious fun.
Segmented.
"Takin' every chancе to make the choice to be a better man. So do a little good."
ReplyDelete