“When I'm with you, I'm always happy.”
Jangan tunggu lama-lama, nanti diambil orang. Ya, aksi menunggu dalam hal apapun itu terlebih dalam sebuah percintaan tentu saja punya resiko, saat sedang mencoba meyakinkan hati yang dipenuhi rasa ragu apalagi takut seolah masih banyak waktu yang tersisa dan bersedia menunggumu. Dan ketika telah hilang maka penyesalan menjadi destinasi paling familiar, meskipun memang tidak sedikit yang dapat ikhlas pula. Seperti dalam percintaan misalnya, bahwa tidak semua orang hadir ke dalam kehidupanmu untuk tinggal atau menetap, ada yang datang untuk memberi sebuah pembelajaran atau sekedar sebatas kenangan. Film ini mencoba menceritakan itu dengan menggunakan elemen klasik romance bersama cinta dan persahabatan, yang tidak melulu dapat jalan beriringan. ‘20th Century Girl’: you make me shine just by your existence.
Tahun 1999, satu tahun sebelum abad ke-20 berakhir, wanita muda berusia 17 tahun bernama Na Bo-ra (Kim Yoo-jung) dihadapkan pada beberapa masalah salah satunya berasal dari sahabatnya, Kim Yeon-doo (Roh Yoon-seo). Bermasalah dengan jantung memaksa Yeon-doo harus meninggalkan Korea Selatan untuk menjalani operasi di Amerika Serikat, padahal saat itu ia sedang naksir dengan salah satu anak laki-laki dari sekolah mereka. Karena saking terpesonanya saat bertemu membuat Yeon-doo tidak menceritakan secara detail wajah pria pujaan hatinya itu, yang ia ingat hanya nama saja, yakni Baek Hyun-jin (Park Jung-woo).
Informasi yang cukup terbatas itu menjadi acuan bagi Bo-ra, yang dimintai bantuan oleh Yeon-doo untuk terus memberinya update tentang Hyun-jin. Bo-ra pun berjanji akan mengikuti dan mencari tahu segala sesuatu tentang Hyun-jin, yang kemudian ia ceritakan pada Yeon-doo melalui email. Bo-ra sangat menyayangi Yeon-doo maka tidak heran ia rela melakukan apapun demi membuat sahabatnya itu bahagia, salah satunya menjalani audisi broadcasting club yang tidak begitu ia sukai. Di sana Bo-ra bertemu Poong Woon-ho (Byeon Woo-seok), sahabat Hyun-jin yang ia mintai bantuan untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi tentang Hyun-jin.
Menjadi debut penyutradaraan Bang Woo-ri, sosok yang sebelumnya pernah ikut terlibat di film ‘Cheer Up, Mr. Lee’, sebenarnya ‘20th Century Girl’ tidak menawarkan sesuatu yang baru apalagi luar biasa untuk genre yang ia usung, perpaduan antara romance, youth, dan dengan sedikit sentuhan melodrama. Vibe-nya mungkin akan banyak mengingatkan penonton pada serial Korea yang juga rilis tahun ini, ‘Twenty-Five Twenty-One’ dengan penggunaan tone warna yang cenderung teduh termasuk perputaran isu dan konflik di dalamnya. Kisah cinta segitiga menjadi dasar utama dan dari sana cerita kemudian berkembang menjadi sebuah tontonan yang juga akan terasa familiar. Kentara sekali di sini bahwa Woo-ri tidak mencoba untuk menyajikan sebuah cerita yang mencoba berbeda, hanya daur ulang dan tata kembali.
Tapi jangan pernah anggap remeh film yang mencoba melakukan pola atau konsep tersebut tadi, apalagi bagaimanapun juga segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta tidak pernah jauh dari kesan klasik dan juga klise. Di sini Woo-ri paham akan hal itu and doesn't shy away dari materi termasuk trik standard genre tersebut tadi, dari yang lembut dan manis hingga template klasik berujung momen cringeworthy semua ia hadirkan di sini, dan ia gunakan dengan baik. Sejak awal penonton sudah berhasil ia raih atensinya dan tarik masuk ke dalam setting dunia para remaja yang sedang bersiap beranjak dewasa itu, permasalahan utama yang tampak ringan serta karakter dengan bekal pesona yang menyenangkan membuat saya tidak fokus pada betapa “biasanya” bekal cerita dan karakter namun secara bertahap justru dibuat merasa semakin penasaran.
Ada semacam “daya magis” yang lumayan oke, terutama dari para karakter sehingga membuat penonton ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Empat pemeran utama berhasil membuat pesona karakter mereka bersinar dengan baik, termasuk Roh Yoon-seo dan Park Jung-woo yang porsinya perlahan semakin terbatas seiring narasi bergerak semakin jauh dari garis start. Keduanya berhasil menjadi jangkar yang baik bagi sajian utama, yang ditampilkan dengan sama baiknya pula oleh duet Byeon Woo-seok dan Kim Yoo-jung. Tiap karakter terasa “hidup” di dalam cerita dan membuat gejolak masalah di antara mereka yang klasik dan sederhana itu memiliki energi dan daya tarik yang mumpuni. Pencapaian yang tidak lepas dari tangan Bang Woo-ri yang piawai dalam menata sinergi dari tiga elemen utama tadi.
Sisi romance ‘20th Century Girl’ berhasil menjadi gula bagi cerita, terasa manis dan tingkah karakter berulang kali mampu membuat saya tersenyum kecil, sementara youth menyuntikkan semangat yang dibutuhkan oleh cerita, terutama adolescence dengan bumbu yang oke. Cringeworthy tapi tidak ada momen yang “menjengkelkan” di sini, porsinya ditakar dengan baik oleh Bang Woo-ri termasuk ketika melodrama menjalankan tugasnya. Tapi keseimbangan semacam itu meskipun membuat narasi jadi terasa lembut sehingga alurnya enak untuk diikuti tapi juga menjadi boomerang di bagian akhir. Ada beberapa opsi ending yang saya dan mungkin banyak penonton lain sebenarnya sudah dapat terka sebelumnya, apakah di bandara dan kejutan atau lewat tangkapan kamera, tapi punch yang hadir seharusnya dapat lebih kuat.
Intensinya sendiri sudah oke, tapi eksekusi di babak akhir membutuhkan ruang yang sedikit lebih besar untuk memberi kesempatan versi dewasa menjalankan tugasnya. Punch yang kurang bertaji tadi buah dari proses menyelesaikan yang terkesan cukup dikebut, jika ditambahkan sedikit dramatisasi mungkin akan terasa lebih tajam dan kuat dalam hal membuat perpaduan kesan manis dan tragis dari sebuah kisah cinta itu membekas di ingatan para penontonnya. Kejutan di bagian akhir bukan sebuah masalah bagi saya tapi punya potensi yang cukup besar untuk memantik penonton yang mudah sakit hati saat "dikhianati". Destinasi akhir yang ingin dituju oleh Woo-ri memang membuat hal terakhir tadi sulit untuk dihindari, you either love it or you hate it, but maybe with more gas the flames will be more attractive.
Kobaran api tentang isu dan pesan yang coba diusung sejak awal. Persahabatan jadi salah satu bumbu menarik di dalam cerita yang kemudian bersanding dengan cinta menciptakan polemik sederhana. Saya suka bagaimana Woo-ri menunjukkan fakta bahwa cinta dan persahabatan tidak melulu dapat berjalan beriringan, ada kalanya mereka saling bertabrakan dan lantas memaksamu untuk memilih salah satu. Aksi menunggu dalam sebuah percintaan juga ditampilkan dengan manis di sini, ketika ragu, takut, dan sejenisnya membuatmu menimbang seolah waktu akan selalu siap menunggu. Makna cinta yang memang rumit juga tersaji dengan baik, terutama pada konsep memiliki dan arti hadirnya seseorang di dalam kehidupan kita. Bang Woo-ri bungkus itu semua bersama humor yang crunchy dalam balutan visual yang menyenangkan.
Overall, ‘20th Century Girl (20세기 소녀)’ adalah film yang memuaskan. Sejak awal tidak mencoba untuk menjadi sesuatu yang benar-benar baru dan segar, Bang Woo-ri sukses secara rapi mendaur ulang berbagai elemen klasik dan klise genre romance dan menatanya kembali dengan energi youth yang menyenangkan untuk kemudian ditutup menggunakan melodrama efektif. Ending memang segmented, begitupula dengan punch akhir yang mungkin dapat terasa lebih kuat jika babak akhir diberi ruang dan kesempatan yang sedikit lebih luas, namun di balik itu semua Bang Woo-ri berhasil mencapai apa yang ia targetkan sejak awal, yakni kisah cinta masa muda yang tidak hanya dipenuhi kenangan manis namun juga “kesalahan” yang membuat kamu belajar dalam proses masuk ke jenjang manusia yang lebih dewasa.
"Wait for me just a little bit. I'll definitely come back for you."
ReplyDelete