“Jangan
percaya sama orang lain.”
Film
tentang pencurian memang memiliki tugas yang tidak mudah, karena fokusnya
adalah mengikuti satu kelompok yang merencanakan dan melakukan aksi kejahatan,
bukan mengikuti orang-orang yang mencoba menghentikan para penjahat, otomatis
akan lebih sulit untuk membangun semacam simpati antara penonton dengan para
karakter penjahat. Tapi jika tugas itu berhasil dilaksanakan dengan baik maka
film pencurian tersebut justru akan lebih mudah untuk menebar pesonanya,
beberapa film seperti ‘The Italian Job’,
Ocean's franchise, ‘Now You See Me’, hingga ‘Baby Driver’ bahkan bukan hanya berhasil menghibur saja namun
menjadi heist film yang terasa memorable, jika dikemas dengan baik dan tepat.
Hal yang berhasil dilakukan oleh film ini, yang dengan percaya diri yang tinggi
menyebut aksi mereka sebagai pencurian terbesar abad ini. ‘Mencuri Raden Saleh’: a skillfully executed game.
Piko Sugiarto (Iqbaal Ramadhan) bersama dengan sahabatnya Yusuf Hamdan (Angga Yunanda) alias Ucup menjalankan satu bisnis yang mereka kelola bersama secara rahasia, yakni memalsukan lukisan yang kemudian dilelang dengan harga mahal. Bisnis yang membuat Piko tidak kunjung menyelesaikan skripsi dan terus membuat kesal Sarah (Aghniny Haque), pacarnya, memang menghasilkan keuntungan yang oke buat dia dan Ucup. Tapi suatu hari Piko membutuhkan uang sebesar Rp. 2 Milyar untuk membawa kasus Ayahnya, Budiman (Dwi Sasono) ke Mahkamah Agung. Ucup punya ide dan berkat Dini (Atiqah Hasiholan) mereka diberi pekerjaan baru dengan imbalan lebih besar, yakni memalsukan lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro!
Namun dalang utama di balik permintaan itu, Permadi (Tyo Pakusadewo), ternyata punya rencana terselubung lain. Mantan Presiden itu siap memberi tambahan uang sebesar 15 Milyar jika lukisan yang telah diselesaikan oleh Piko bisa mereka “tukar” dengan lukisan asli karya Raden Saleh yang berada di dalam kantor Permadi di Istana Presiden. Piko, Ucup, dan Sarah tidak mau melewatkan kesempatan emas itu, mereka kemudian membentuk tim dengan merekrut kakak beradik beda Ibu bernama Gofar (Umay Shahab) dan Tuktuk (Ari Irham) sebagai mekanik dan driver, dan orang yang bisa bikin perbedaan bernama Fella (Rachel Amanda). Rencana aksi pencurian pun dimulai.
Bersama Husein M. Atmodjo di sini Sutradara Angga Dwimas Sasongko membentuk pondasi utama yang mungkin akan tampak sederhana tapi terasa kokoh dan sangat efektif perannya terhadap pengisahan selanjutnya. Piko dan Ucup adalah dua orang sahabat yang tidak butuh waktu lama untuk membuat penonton merasakan koneksi di antara mereka, sedangkan di sisi lain juga berhasil membuat penonton yakin akan kemampuan mereka masing-masing. Ada lingkaran masalah awal yang menarik, kita ditunjukkan kondisi kehidupan para karakter beserta masalah-masalah di dalamnya. Termasuk Gofar, Tuktuk, dan juga Fella. Setiap karakter punya impian yang hendak mereka raih, dari bengkel, pindah tempat tinggal, hingga merasakan sensasi hidup mandiri. Tak ayal fokus mereka pun sama, mereka butuh uang!
Dan keberhasilannya membentuk sebuah tim yang menarik sudah mengangkat satu tugas besar dari pundak Angga di awal, yang kemudian membentuk cerita dengan menggunakan formula klasik sebuah heist film: planning, execution, and aftermath. Maka tidak heran jika durasi film ini cukup gemuk, 154 menit, karena memang butuh waktu yang banyak untuk membentuk tiap bagian tadi. Dan Angga menggunakannya dengan baik, setelah memberi latar belakang masalah yang mumpuni baik pada tiap karakter maupun di plot utama, ia membawa penonton bergeser ke proses persiapan yang terasa menyenangkan. Setiap karakter di dalam tim utama memiliki beberapa keterampilan unik dan mereka diberi ruang untuk bersinar, baik yang terasa sedikit dramatis hingga tentu saja baluran komedi yang sukses mengundang tawa.
Sebelum akhirnya kamu dibawa ke tahap eksekusi dengan beberapa kejutan ciri khas sebuah heist film. Yang menarik untuk disorot adalah twist and turn di sebuah heist film biasanya mudah jatuh jadi menjengkelkan, namun di sini tidak. Penonton jelas menunggu kejutan di akhir namun yang patut digarisbawahi adalah momen puncak tidak boleh hanya sekedar berisikan punch berupa ledakan besar saja tapi harus ada kesinambungan dengan apa yang telah terjadi sebelumnya, sehingga tidak terkesan out of nowhere. Angga berhasil capai itu di sini lewat hal yang sederhana sebenarnya, kontijensi membungkus berputar-putarnya aksi mencuri tadi yang merupakan hasil dari trik klasik yang dia olah dengan cantik, yakni memutar konsep mencuri. Some failing with some smaller crimes juga ikut berperan pada pencapaian tersebut.
Tidak heran jika gerak narasi terasa seperti roller coaster yang menegangkan, karena karakter kemudian bertemu dengan berbagai akibat yang muncul dari rencana yang bahkan mereka akui sendiri masih banyak bolongnya. Momen terpeleset itu misal, jadi ruang bagi drama untuk tampil menjadi spotlight, memantik amarah yang lantas menghadirkan ide rencana yang lebih besar lagi. Bukankah yang seperti itu menarik di dalam kisah berisikan perjuangan? Ya, ini memang aksi pencurian namun setelah arahnya sedikit “diputar” oleh Angga justru ledakan di babak akhir menambah kuat pesona Komplotan Raden Saleh itu, membuat kesan "family" meroket tinggi di akhir, dan mengakhiri perjuangan mereka dengan cara yang manis. And also understated, setelah Angga dengan cerdik memberi tambahan menggunakan karakter Sita.
Sebuah strategi ciamik bukan hanya untuk sekedar membuka pintu itu "terbuka" tapi juga memperjelas posisi dari Komplotan Raden Saleh itu sendiri. Karena sedari awal salah satu tugas Angga adalah membuat aksi pencurian itu bukan hanya sekedar fun saja, tapi juga menjaga agar isu yang lebih sensitif seperti moral dari aksi pencurian yang dilakukan beberapa anak muda itu agar tetap berada di posisi yang seharusnya. Walaupun telah disempali dengan beberapa isu baik itu dari karakter utama serta karakter pendukung seperti rencana mantan Presiden, tapi mencuri tetaplah salah. Angga berhasil menjaga agar hal tersebut tidak pernah menjadi spotlight, mungkin sesekali muncul namun tidak menetap. Alhasil ada akses yang begitu leluasa bagi penonton bersimpati pada karakter, yang sifatnya penting dalam roller coaster ini.
Presentasi aksi pencurian dikemas dengan energi menyenangkan serta infectious dan pada akhirnya berhasil membawa penonton merasa seolah ikut menjadi bagian dari rencana besar enam anak muda itu, menginginkan mereka berhasil meskipun di sisi lain kita tahu aksi mereka itu, well, salah. Pengaruhnya tentu saja pada thrill misi utama, yang dikemas dengan baik terutama dalam memainkan tempo dan irama narasi, naik dan turun menyenangkan, ada jeda di beberapa bagian tapi terasa padat sehingga cengkeramannya pun tetap terasa kuat dan solid. Disajikan oleh Angga di sini dengan dukungan elemen teknis yang manis, seperti visual, atmosfir cerita, cinematography, serta editing. Maka jangan kaget jika kamu merasa seolah berada di dalam sebuah permainan, karena memang selayaknya seperti itu sebuah heist film tampil menghibur.
Sebuah permainan berisikan karakter-karakter dengan pesona yang menyenangkan. Mungkin ada yang awalnya menganggap remeh mereka namun enam Aktor utama berhasil membentuk sebuah ensemble cast yang solid, membuat perannya terasa penting dan diberikan momen untuk bersinar yang digunakan dengan baik. Bahkan terasa sulit memilih MVP di antara mereka, Iqbaal oke membentuk ambisi Piko agar bisa membantu Ayahnya, Angga Yunanda membuat pesona Ucup si tech savvy sejak awal sudah bersinar, Aghniny tampil baik dalam perannya sebagai wanita tangguh yang lembut, Umay dan Ari Irham membentuk pesona tengil karakter mereka dengan baik, serta Rachel Amanda sebagai sosok tajir yang mudah mendapatkan apa saja. Karakter mereka sering kali ditugaskan untuk tampak keren, dan mereka berhasil.
Overall, ‘Mencuri Raden Saleh’
adalah film yang memuaskan. Membentuk sebuah tim yang menarik yang dibekali
latar belakang masalah mumpuni, termasuk pada cerita yang dibentuk menggunakan formula klasik planning, execution, and aftermath, Angga Dwimas Sasongko bersama tim berhasil menyajikan sebuah roller coaster menegangkan yang terasa
menawan. Berisikan twist and turn
klasik sebuah heist film, Angga memutar konsep "mencuri" di awal dan
membuat penonton merasa ikut terlibat di dalam perjuangan yang dikemas dengan
energi menyenangkan dan infectious, merasa hanyut di dalam narasi lincah bersama
karakter yang memesona sehingga lupa waktu. Ya, lupa waktu seperti saat sedang bermain games, yang kali ini
tentang sebuah aksi pencurian yang dibangun dengan baik oleh Angga Dwimas Sasongko.
"Hai Nyets!"
ReplyDelete