Memang
teknik seperti ini bukan sesuatu yang baru lagi tapi selalu menyenangkan saat
mengikuti sebuah serial televisi yang di tiap episodenya membawa konflik baru
kepada penontonnya. Meskipun di sisi lain harus diakui ada konsekuensi dari
format tersebut, yakni spotlight tidak terkunci pada satu masalah besar. Di
sini masalah itu berupa kisah masa lalu Woo Young-woo yang melibatkan beberapa
pihak, bermuara pada aksi saling ikut penuh politik. Sejak awal beberapa nama
telah mengundang tanya dan juga curiga, seperti Min-woo yang jelas-jelas dengan
jiwa kompetitifnya itu menolak untuk “dikalahkan” oleh Young-woo, begitupula
dengan Soo-mi lewat masalah di masa lalu yang kembali muncul ke permukaan
antara dirinya dengan Gwang-ho. Itu belum menghitung Han Seon-young, yang pada
review sebelumnya saya sebut masih menjadi sosok paling saya curigai.
Beberapa
konflik yang dapat dikategorikan ke dalam satu kelompok besar sebagai “konflik
utama” itu di tiap episode terbaru memang berkembang, tapi porsi mereka harus
diakui sangat kecil di mana kerap ditempatkan di bagian penghujung. Memang saya
sendiri sebagai penonton tetap berhasil dibuat menantikan bagaimana masalah itu
akan berkembang kelak, dan berasumsi mungkin mereka akan ditempatkan pada empat
episode paling akhir, tapi sebenarnya jika diberikan ruang yang lebih luas lagi
mungkin konflik utama itu bisa memberi excitement tambahan pada jajaran konflik
kecil yang hadir di tiap episode. Dan tentu saja membantu karakter utama kita
dalam menghadapi berbagai masalah yang menghampirinya. Ambil contoh Min-woo,
sosok yang potensial untuk “memukul” Young-woo namun tampil seperti dengan
sedikit menginjak pedal rem.
Alhasil
ada permainan tarik dan ulur di sini, yang mungkin akan membuat beberapa
kalangan penonton mulai merasa kehilangan excitement pada perjuangan karakter
utama kita. Karena harus diakui setelah lepas dari paruh pertama kehidupan
Young-woo mulai tampak stabil, kini telah menjadi andalan Hanbada dan bertemu
dengan Joon-ho membuatnya kini merasa lebih aman dan nyaman, karena ada orang
selain sang Ayah yang dapat memberinya pelukan kuat saat ia merasa terguncang.
Kondisi tersebut membuat pertumbuhan excitement berjalan lambat meskipun
seperti kisah cinta antara Young-woo dan Joon-ho tetap berkembang dengan baik,
termasuk para karakter pendukung lainnya dengan masalah mereka masing-masing.
Soo-yeon kini mencoba menemukan cinta dan menciptakan ruang bagi komedi,
Myung-seok juga mendapat sorotan lebih lewat sedikit distraksi dari masa lalu.
Tapi
meskipun excitement utama terasa menurun tapi di tiap episodenya serial ini
tetap terasa extraordinary. Eksekusinya memang tidak super megah penuh dengan
ledakan misalnya, tapi konsep yang diusung oleh Yoo In-shik dan Moon Ji-won
sejak awal terus berjalan dengan baik dalam menghantarkan berbagai pesan dan
isu yang memikat baik tentang hukum hingga tentang hidup. Yang terbaik di
antara empat episode ini jelas episode sembilan, di mana dengan pengemasan yang
terasa ringan dan juga santai justru tersimpan isu dan pesan sangat tajam. Ada
loncatan sebesar 2,7% pada rating nationwide karena memang punch yang tersaji
sangat menawan. Kali ini kliennya tidak mau dibantu, dia punya misi untuk
membuat anak-anak bebas menjadi anak-anak, caranya yakni dengan memberontak dan
melawan kehendak sang Ibu yang ingin Hanbada membebaskan anaknya itu dari
jeratan hukum.
Ada
social dilemma yang bermain di sana. Bang Gu-ppong memang hanya membawa
anak-anak piknik ke gunung, tanpa ada tindak kekerasan, tapi masalahnya adalah
itu ia lakukan tanpa mengantongi ijin dari orang tua para siswa dan menggunakan
bus dengan supir yang terlebih dahulu ia berikan minuman agar tertidur pulas,
yang mungkin dari mata orang awam merupakan satu-satunya tindak kriminal di
sana. Penonton ikut bermain di sana, lewat sistem di Mujin Academy yang terlalu
ketat untuk anak usia dini, sounds like a prison, kamu dibuat ikut
menimbang-nimbang antara benar dan salah. Mujin Academy membatasi kesempatan
para siswa untuk melakukan apa yang selayaknya anak seusia mereka lakukan,
tidak heran Gu-ppong mencoba untuk melakukan perlawanan, kepada sang Ibu. Ini
kasus yang awalnya tampak sepele dan sedikit aneh, tapi semakin cerita
berkembang lebih jauh semakin besar pula punch yang tercipta.
Apa
yang dilakukan Gu-ppong merupakan pintu masuk bagi penonton untuk menelisik
kembali pemandangan miris dari sistem pendidikan yang diterapkan di Korea
Selatan sana, yang menurut saya juga kini mulai menjadi trend di Indonesia.
Bahwa sejak dini anak-anak telah “dimasukkan” ke dalam kompetisi untuk menjadi
yang terbaik, mengemban tekanan yang besar untuk mendapatkan nilai bagus demi
mempermudah keberlangsungan jenjang pendidikan mereka kelak seperti agar bisa
diterima di sekolah maupun universitas favorit. Hal tersebut memang tampak
keren, dan memiliki anak yang mampu berprestasi di bangku sekolah jelas
merupakan satu dari sekian banyak mimpi orangtua terhadap anak mereka, tapi
dari sana timbul pula masalah lain yang jika saya perhatikan di lingkungan
tempat saya tinggal kerap diacuhkan oleh para orangtua.
Apa?
Children liberation, kesempatan bagi anak maupun remaja untuk “menikmati” masa
kecil dan muda mereka. Jelas mereka butuh arahan dan juga tantangan untuk
memacu dan juga membentuk diri, baik itu skill, karakter, hingga mental, tapi
bukan berarti harus sampai menempatkan mereka di posisi layaknya kuda pacu yang
terus dicambuk agar terus berlari lurus ke depan. Episode menyampaikan
reformasi pada the existing social system lewat ideology sederhana dengan
sangat baik, disambung oleh episode ke-10 tentang cinta. Di episode tiga kita
memang sudah lihat bagaimana sikap Young-woo ketika mengatasi klien dengan
intellectual disability, tapi kali ini ia bertemu sebagai lawan. Lagi-lagi
hadir gesekan yang menarik terhadap isu utama yang diusung di sini, tapi saya
suka dengan solusinya, yaitu sikap Young-woo yang bersedia membela kliennya
karena ingin membuktikan bahwa tersangka dan korban, yang notabene lawannya,
memang benar-benar saling mencintai.
Mungkin
akan terkesan terlalu klise tapi saya suka cara kasus tersebut dibentuk dan
perannya untuk menyokong kisah cinta antara Young-woo dan Joon-ho, yang pada
dasarnya juga berada di situasi serupa. Kisah cinta utama berkembang perlahan
tapi dipenuhi gesekan klasik, seperti cemburu misalnya, tapi yang menarik
disorot ialah cara Yoo In-shik dan Moon Ji-won mengemas kisah tersebut secara
lembut, membuat penonton menemukan pasangan yang hangat. Karena stigma di
masyarakat memang seperti di kasus Jeong-il dan Hye-yeong tadi, ada pihak yang
mencoba memanfaatkan pihak lain, dan sejauh ini kesan tersebut tidak pernah
muncul di dalam kisah cinta antara Young-woo dan Joon-ho. Dan saya suka dengan
sikap Joon-go, bukan hanya karena dengan sabar menemani Young-woo untuk
beradaptasi dengan gaya hidup “dunia lain” di luar dunia miliknya saja, tapi
juga pendiriannya tentang apa itu cinta.
Even
if other people say it's not, if you say it's love, it's love. Tentang cinta
itu pula yang coba disorot di episode selanjutnya, tentang seorang suami yang
menang lotre dan menjadi lupa akan kasih sayang sang Istri padanya. Episode 11
memang punya case yang tampak terlalu sempit, tapi tetap terdapat beberapa
insight yang menarik di dalamnya, terutama tentang kesepakatan yang terbentuk
hanya secara lisan. Dari kasus ini juga kita lihat sisi lain dari persidangan
yang tidak bisa dipisahkan dari upaya manipulasi salah satu pihak, seperti cara
Soo-mi yang memanfaatkan Min-woo untuk membuat Young-woo keluar dari Hanbada.
Aksi tersebut sepertinya menjadi semacam clue bagi empat episode terakhir yang
tampaknya menjadi arena bertarung para karakter utama, yang di sisi lain juga
membuat saya berasumsi bahwa Young-woo sudah merasa kurang nyaman dengan sistem
Hanbada, yang sepertinya tidak sesuai dengan visi yang Young-woo punya, sebagai
seorang Lawyer.
Itu
fungsi episode 12, lewat Ryu Jae-sook kini mata Young-woo seolah dibuka pada
situasi yang sedang ia jalani, dan yang ingin ia jalani, termasuk mimpinya
sebagai seorang Lawyer. Apakah Hanbada merupakan tempat yang tepat bagi
Young-woo? Atau sebenarnya Taesan merupakan rumah yang lebih cocok bagi
Young-woo? Tapi bukankah sudah terlalu jauh bagi Young-woo untuk loncat
mengingat apa yang kini telah ia miliki? Tapi bukankah tidak semua orang hadir
untuk tinggal, termasuk pula Hanbada bagi Young-woo? Dari kasus perjudian yang
disambung dengan perceraian serta pembagian asset itu kita juga belajar
bagaimana segala sesuatu yang baik pasti akan menemukan pemiliknya, tidak
peduli bagaimanapun caranya. Menarik untuk dinantikan bagaimana gejolak dalam
diri Woo Young-woo terhadap visinya sebagai Lawyer akan berkembang dan
berproses menemukan destinasi akhirnya. Because though there are many sayings,
life is to gladly become a piece of coal for someone other than yourself.
“In a life full of anxiety, it'll be too late to find the only way to happiness.”
ReplyDelete