Kebetulan saya adalah followers “Jane the
Virgin” dan mengikuti lima season saat seriel televisi yang dibintangi oleh
Gina Rodriguez itu tayang, comedy-drama yang sangat berpegang teguh pada akar
telenovela dengan sesekali menghadirkan tawa lewat tingkah a bit over-the-top
karakternya, punya script oke dan mengakomodasi dengan baik konflik sehingga
karakter tampak leluasa ketika mempertontonkan aksi mereka, baik itu saat
berurusan dengan emosi maupun ketika mencoba tampak lucu dengan komedi. Mengapa
saya masih begitu hafal dengan pesona “Jane the Virgin” tersebut? Selain karena
kualitas dari serial itu sendiri yang memang impresif di sisi lain saya juga
seperti dibawa kembali ke “dunia” wanita muda bernama Jane Gloriana Villanueva
itu oleh serial ini, yang jelas-jelas menggunakan template serupa.
Tunggu, serupa memang tapi bukan Korea
Selatan namanya jika mereka tidak bisa membentuk kembali materi yang mereka
adaptasi itu dengan sentuhan ciri khas dari negara mereka. ‘Woori the Virgin’
adalah contoh terbaru, bagaimana hanya dengan satu episode saja latar belakang
masalah secara garis besar langsung terbentuk dan membuat penonton merasa
tertarik dengan koneksi di antara tiap karakter, bahkan untuk penonton yang
sebelumnya telah menonton “Jane the Virgin” seperti saya. Ini tidak hanya
sekedar copy paste, tidak hanya mencomot cerita lantas memindahkan ke dalam
arena dengan menggunakan karakter warga Korea saja, Sutradara dan juga
Screenwriter Jung Jung-hwa turut menyuntikkan formula andalan drama Korea, dan
jika berbicara telenovela maka Korea tidak kalah, mereka punya makjang drama
Tapi tipe makjang drama yang dihadirkan di
sini sedikit berbeda, hiperbola yang digunakan sebagai bumbu pendamping tanpa
mendorong upaya “memeras” terlalu berlebihan konflik di dalam cerita. Feel soap
operanya oke, tapi mix dengan komedi, jadi tidak heran meskipun sangat jelas
sekali Jung Jung-hwa mencoba membuatnya tampak “berlebihan” yang juga disokong
oleh kinerja akting para aktor, namun tidak ada kesan "menggelikan"
di sana. Justru konsep tersebut mereka gunakan untuk memetik buah manis yaitu
proses bercerita yang jadi terasa fun to follow, banyak mengingatkan saya pada
kekonyolan Hogu's Love misalnya di mana narasi dominan berisikan komedi tapi di
dalamnya ada moving drama yang tumbuh secara perlahan dan semakin terasa kuat secara
konsisten pula.
Berbicara konsisten, saya juga suka dengan
score yang berperan penting dalam hal menciptakan dan menjaga tone cerita, yang
terus konsisten juggling dengan baik. Di satu sisi sangat mudah untuk klik
dengan apa yang coba disajikan oleh Jung Jung-hwa di presentasinya itu, makjang
drama tidak bersembunyi dan berani duduk di posisi depan, sedangkan cerita
mengandung konflik yang punya potensi besar jadi tempat berbagai macam isu,
pesan, dan emosi tentang hidup dan manusia bermain kelak. Dan yang tidak kalah
penting adalah dengan eksposisi yang tergolong cepat merangkai dan
mengembangkan masalah ada irama dengan tempo yang terjaga baik, tidak
terburu-buru sehingga tiap kepingan cerita terbentuk, berdiri kokoh, dan juga
sukses membuat saya tertarik, meskipun saya, again, penonton “Jane the Virgin.”
Ya, berbicara tentang sumber ceritanya itu
saya sangat senang saat mendengar kabar akan hadir adaptasi Koreanya ini, dan
semakin gembira setelah usai menonton dua episode pertamanya ini. Memang isunya
sendiri tidak terlalu lazim digunakan oleh K-Drama sebagai materi cerita
mereka, tapi justru apa yang terjadi pada Woo-ri itu dapat menjadi sarana untuk
“membuka” isi pikiran penonton semakin luas terhadap isu ibu pengganti. Ya,
surrogate mother memang menjadi isu utama di sini meskipun kemudian disusul
dengan beberapa isu lainnya, seperti lewat Oh Eun-ran misalnya di mana blunder
yang ia pernah rasakan justru terjadi pula pada sang anak, walau caranya
berbeda. Dari sana ada ruang bagi pesan tentang menghargai hidup untuk tampil
yang juga memberi warna baru bagi pemahaman yang lebih konvensional.
Tentu saja bukan berarti pemahaman
konvensional itu kini sudah kuno dan kurang oke untuk diterapkan, seperti
permintaan sang nenek untuk mengambil sumpah tidak melakukan sex hingga nikah
yang pada akhirnya ditaati oleh Oh Woo-ri. Jelas di dunia yang semakin “liar”
ini aturan seperti itu masih menjadi semacam jangkar dan pegangan yang sangat
baik dalam menjalani hidup, meskipun memang resiko dari sana juga ada. Seperti
hubungan antara Woo-ri dan Kang-jae, sudah kenal empat tahun dan berpacaran dua
tahun namun berciuman saja mereka belum, sedangkan di sisi lain Oh Eun-ran
dengan santai bergonta-ganti pacar. Abstinence Pledge jelas akan berperan
sebagai jangkar ketika cerita mulai berkembang semakin luas dengan koneksi
antar karakter yang telah tersaji dengan baik di dua episode pertama ini.
Dan yang saya nantikan di sini bukan apa
yang akan terjadi, melainkan bagaimana mereka dikemas. Karen ajika melihat dua
episode pertama sepertinya Jung Jung-hwa akan condong berpegangan erat pada
sumber cerita, “Jane the Virgin” sehingga bagi mereka yang telah menonton
serial tersebut tentu sudah tahu apa yang akan terjadi dan bagaimana itu
terjadi. Dan jika melihat progress dua episode pertama ini juga serupa dengan
dua episode pertama “Jane the Virgin” jadi mungkin yang akan hadir di 14
episode itu merupakan season pertama saja. Atau mungkin nanti akan muncul
kejutan? Semoga saja, sedikit tweak mungkin dapat membuat ini jadi lebih
menarik, karena benang merah masalah yang menghubungkan tiap karakter sukses
disajikan dengan baik, dari ciuman pertama, drama "Mask of Desire",
hingga ambisi orangtua.
Hal terakhir tadi mungkin bisa kamu taruh
sedikit di posisi depan karena meskipun secara porsi mungkin tidak dominan tapi
perannya sangat besar. Tiga karakter, baik itu Woo-ri, Kang-jae, dan juga Ma-ri
punya orangtua yang berambisi tinggi, tipenya memang berbeda-beda tapi desire
di sana. Bagaimana itu akan di tackle oleh Jung Jung-hwa menarik untuk
dinantikan, dengan baluran cita rasa Korea seharunya ada emosi yang lebih
punchy dari sana. Karena meskipun ada isu seperti family line di sana karakter
utama pada dasarnya hanya menginginkan satu hal, ingin dapat lebih menikmati
dan menghargai hidup mereka, kesempatan yang telah mereka peroleh. Dan entah
mengapa saya menaruh optimisme yang cukup besar, terutama setelah merasakan
pesona tiap karakter. If the characters are not consistent, the viewers will
react right away. In an instant! Ups.
“I consider your principle more valuable than having a typical relationship.”
ReplyDelete