Pada awalnya ‘WandaVision’ tergolong sukses
membuat penonton mengernyitkan dahi lewat konsep yang mereka usung, yakni
dengan menempatkan dua superhero anggota The Avengers ke dalam sebuah sitcom
yang titik awalnya bermula pada tiga minggu pasca ‘Avengers: Endgame’. Otomatis
ini menjadi semacam pintu masuk bagi superhero Marvel ke dalam babak baru
petualangan mereka, langsung loncat ke tahun 2023 yang lantas disusul dengan
film-film lain seperti ‘Shang-Chi’, ‘Eternals’, dua buah film ‘Spiderman’ serta
serial televisi seperti lainnya, yakni ‘The Falcon and the Winter Soldier’,
‘Hawkeye’ dan yang terbaru ‘Moon Knight’. Yang saya maksud di sini bukan
tanggal rilis mereka melainkan posisi mereka di dalam Marvel Cinematic Universe
timeline, para fans Marvel mungkin sudah paham akan hal itu.


Termasuk sadar bahwa kini Marvel mencoba
melebarkan sayap “dunia” mereka ke dalam bentuk yang lebih luas dan rumit lagi.
Di pertengahan tahun lalu serial ‘Loki’ muncul dan mengambil setting yang
katanya berada di luar MCU timeline tadi, sebab kehadirannya memang berfungsi
untuk melanjutkan baton dari ‘WandaVision’ yaitu memberikan eksposisi lebih
jauh lagi tentang konsep ‘Time Variance Authority’ yang coba digunakan oleh
Marvel di phase keempat mereka. Titik awalnya memang tahun 2012 tapi dengan
“exists outside of time and space” kala itu ‘Loki’ berhasil memberi semacam
insight dan menjadi the introduction of the multiverse kepada penonton Marvel, yang
kemudian menjadi kartu as ‘Spider-Man: No Way Home’ serta tentunya menjadi menu
utama ‘Doctor Strange in the Multiverse of Madness.’


Ya, Marvel memang punya rencana besar terhadap
MCU mereka itu dan konsep yang telah mereka susun adalah dengan cara “memutar”
berbagai macam opsi lain dengan menggunakan dunia yang juga “lain”. Serial
‘What If’ memang jauh lebih gamblang dalam hal exploring the various branching
timelines of the newly created multiverse in which major moments from the MCU
films occur differently, tapi ‘WandaVision’ lah yang menjadi pintu masuk
utamanya. Terlebih mengingat ini terjadi hanya tiga minggu pasca Endgame,
peristiwa besar yang mengubah arah petualangan dari para superhero Marvel.
Lantas bagaimana hasilnya? Sangat baik, jika dikomparasi dengan serial televisi
dari Marvel Television lainnya maka ‘WandaVision’ berada di baris atas sejauh
ini dan menjalankan supporting roles yang ia emban dengan baik.


‘WandaVision’ sendiri punya ekposisi yang
tergolong ringan sebenarnya, tidak ada kesan terburu-buru tapi penonton bisa
merasakan bahwa ada konflik yang bergerak di sana, menjadi semakin besar di
tiap episodenya yang gemar menebar misteri itu. Titik awalnya jelas berasal
dari konfrontasi langsung di episode sebelumnya, momen yang pada akhirnya
membuat Vision merasa ada yang aneh dengan Wanda. Hook yang telah kuat itu
berkembang menjadi semakin kuat lagi di tiga episode terakhir ini, tapi selain
mencoba menjawab pertanyaan atas misteri “dunia lain” yang dibuat oleh Wanda
itu kita juga disajikan oleh Sutradara Matt Shakman dan tiga penulisnya
berbagai materi baru yang akan punya koneksi dengan film maupun serial televisi
Marvel kedepannya. Salah satunya tentu saja adalah Scarlet Witch.


Seorang Ibu yang sangat mencintai suami dan
anaknya itu ternyata merupakan sosok wanita yang dilanda kesedihan, memulainya
sebagai sebuah sitcom ‘WandaVision’ dengan nafas dark-comedy itu justru
berakhir dengan tone yang lebih dark. Yang menyenangkan ialah ada koneksi yang
cantik di sana dengan peristiwa di Endgame, mengembangkan kondisi Wanda yang
lantas mencoba menciptakan dunia miliknya sendiri dan berujung pada blunder
besar. Yang paling mencolok tentu saja berasal dari Agatha Harkness, sosok yang
sebenarnya mentor bagi Wanda tapi perannya kali ini sedikit digeser sebagai
antagonis agar struktur cerita dapat membuat jalan bagi masuknya the Darkhold.
Agatha punya kesempatan tampil di dua episode terakhir dan ia gunakan itu dengan
baik, tapi masalah utamanya di sini adalah the Darkhold.


Setelah berhasil mengalahkan Agatha Harkness
kepemilikan the Darkhold otomatis jatuh ke tangan Wanda, textbook of magic yang
juga dikenal dengan sebutan “the Book of the Damned” coba dipelajari oleh Wanda
lebih lanjut seperti ditunjukkan di post-credits scene. Memang ‘WandaVision’ menyelesaikan
masalah itu dengan baik tapi jelas ada upaya teasing di post-credits scene itu
akan potensi munculnya konflik yang lebih besar lagi, kali ini tidak lewat
Wanda melainkan Scarlet Witch. Kesannya sangat kuat meskipun memang tidak
mengungguli konklusi yang diberikan terhadap masalah percintaan Wanda dan
Vision, sosok yang ternyata adalah benar boneka dan bagian dari rekayasa Wanda
semata. Perpisahan itu muncul tapi perasaan sedih yang tetap exist dari
peristiwa tersebut tentu tidak mudah untuk sirna.


Yang mungkin terasa kurang digali adalah
kontribusi dari S.W.O.R.D. yang mungkin memang terhalang akses untuk melakukan
serangan langsung. Tapi lewat perannya di sini kita dibawa mengenal sosok
Monica Rambeau, salah satu korban the Blip yang di mana sang Ibu memiliki
koneksi dengan Captain Marvel, dan ia akan kembali di ‘The Marvels’ tahun
depan. Lantas bagaimana dengan Vision? Selalu ada cara untuk menghidupkan
kembali karakter seperti Vision ini, dan di sini Marvel lakukan lewat
S.W.O.R.D. yang mencoba “menghidupkan” lagi Vision dengan membangun White
Vision, atau The Vision. Proses transfer dilakukan dan White Vision menghilang,
bukan tidak mungkin ia akan kembali dan menjadi reinkarnasi dari Vision di real
world yang telah pernah hancur akibat ulah Thanos itu.


Memang hanya sembilan episode namun sebagai
serial televisi pertama di Phase Four MCU ‘WandaVision’ berhasil berkontribusi
membentuk pondasi yang kemudian akan dikembangkan dan digunakan oleh serial dan
film lainnya untuk membangun dunia baru para superhero Marvel itu. Saya sendiri
terkejut dengan tiga episode terakhir ini, bagaimana dengan cepat namun sangat
efektif pula Sutradara Matt Shakman dan timnya berhasil memberi insight
terhadap apa yang terjadi pasca the Blip. Dan hal itu tersaji lewat perpaduan
romance, mystery, dan baluran komedi yang terkadang justru sangat mendominasi
di awal, menyeimbangkan semua elemen sehingga meski kerap loncat antar bagian
tidak pernah terasa goyah sama sekali. Alhasil, Wanda bisa fokus berusaha
“rewriting reality”. Tapi bagaimana dampaknya kelak?


Kepala Marvel Television, Jeph Loeb memang sempat
memberikan pernyataan bahwa they don't want to ever do something in their
show(s) which contradicts what's happening in the movies, the movies are the
lead dog, they're setting the timeline for the MCU and what's going on. Tugas
serial televisi Marvel adalah “bernavigasi” di dalam dunia itu, dan hal
tersebut dilakukan oleh ‘WandaVision’ di sembilan buah episode, menunjukkan
pada penonton bahwa ada sesuatu yang lebih dark daripada kisah tentang suami
istri di dunia yang berbeda itu. Lewat Wanda kita belajar bahwa kini dan
kedepannya para superhero Marvel akan bertemu masalah yang lebih rumit, yang
jelas menunjukkan usaha dari Marvel Studios to step up their own game. And here
they are.
“Did you know there's an entire chapter devoted to you in the Darkhold?”
ReplyDelete