15 February 2022

Movie Review: Marry Me (2022)

"But you can't marry an idea.”

“Cara Menjadi Istri NCT” berada di posisi enam dalam daftar “Bagaimana Cara” yang paling sering dicari di tahun 2021 berdasarkan “Year in Search” rilisan Google. Well, saya yakin bukan hanya fans atau “Para Istri” boyband tersebut saja tapi hal serupa juga menjadi angan-angan bagi banyak penggemar K-Pop lain, sesuatu yang terasa sangat lumrah karena jika ditarik ke lingkup yang lebih luas maka sebenarnya mimpi untuk bisa menjadi pasangan atau at least sebagai sosok penting dari hidup seorang selebritis favorit sudah eksis sejak lama. Menggunakan ketertarikan romantis tiba-tiba berupa cinta pada pandangan pertama film ini mencoba membangun kisah cinta antara seorang pria biasa dan wanita populer sedunia. ‘Marry Me’: a feel-good “like meets like” rom-com.


Katalina Valdez (Jennifer Lopez) adalah seorang Latin pop superstar yang justru juga dikenal karena beberapa pernikahannya yang kandas. Namun kali ini Kat berencana untuk mengakhiri kutukan tersebut, ia siap menerima pinangan Bastian (Maluma) yang juga merupakan rekan duetnya. Dua bintang besar akan menikah, tidak heran jika fans dari keduanya sangat antusias menantikan moment pernikahan mereka. PR pun bermain, tur Kat akan diakhiri dengan momen di mana pasangan tersebut akan menikah di atas panggung di kota New York! Tidak heran jika konser itu dinantikan oleh banyak orang, untung bagi Charlie Gilbert (Owen Wilson) bahwa rekan kerjanya, Parker Debbs (Sarah Silverman) punya dua slot tiket yang kosong dan menawarinya.

Guru matematika itu menerima tawaran dari Parker demi mencoba membangun kembali hubungan dengan anak perempuannya, Lou (Chloe Coleman), yang tampak dingin pada Charlie setelah kedua orangtuanya bercerai. Konser berjalan lancar dan sedang bersiap menuju momen puncak tadi, sampai sebuah berita mengejutkan tiba-tiba hadir dan membuat panik Collin Calloway (John Bradley) dan anggota tim Kat lainnya. Kabar tersebut membuat isi pikiran Kat kacau namun ia tetap memutuskan untuk naik ke atas panggung dengan gaun pernikahan yang telah ia gunakan. Namun bukannya mulai bernyanyi Kat justru memberikan speech, dan kejutan terbesar lalu hadir ketika Kat berkata “yes” pada Charlie, yang memegang "Marry Me" sign.

Apakah sinopsis di atas terasa bodoh? Simple: yes, meski memang bukan mustahil untuk terjadi namun jelas kisah cinta dengan sedikit bumbu Cinderella seperti itu berada di luar nalar atau logika banyak orang, a one in million case. Namun sebuah romantic comedies tidak melulu harus menjadi realistis serta dapat terjadi dalam kehidupan nyata, bahwa genre yang kerap tampil dengan konstruksi formulaic serta jalinan cerita yang predictable itu punya image yang ringan, santai, feel-good namun tentu saja harus tepat sasaran dalam bercerita. Tidak heran yang dibutuhkan juga sederhana, konflik yang klise ditemani dialog dan humor lucu lalu bungkus mereka dengan kehangatan yang terpancar dari karakter yang likeable bahkan loveable. Itu semua dimiliki oleh film ini.


‘Marry Me’ mengingatkan saya pada dua buah hal: kisah cinta Will dan Anna di film ‘Notting Hill’ serta situasi serupa saat konser yang pernah dialami oleh Katy Perry. Di ‘Katy Perry: Part of Me’ ditampilkan situasi sulit yang ia alami menjelang konser di Brazil, kala itu Katy diinformasikan oleh Russell Brand dengan kabar bahwa dia telah digugat cerai oleh Brand. Cerita film ini memang tidak mengambil basis dari kedua film tersebut, script yang ditulis oleh John Rogers, Tami Sagher, dan Harper Dill berdasarkan graphic novel berjudul sama karya Bobby Crosby, namun bagi kamu yang tahu akan dua hal di atas maka sulit untuk tidak melihat situasi yang dialami oleh Kat dan Charlie sebagai perpaduan antara ‘Notting Hill’ dan Katy Perry, meski kisah cinta J.Lo juga bisa, terutama Bennifer. 

Pada awalnya itu yang tampak didorong oleh Sutradara Kat Coiro, seorang world-famous superstar memilih seorang pria dengan kehidupan normal sebagai pelarian. Apa yang dikembangkan tidak jauh dari momen mengejutkan di depan penggemar itu juga tidak jauh dari sana, mungkin itu cara Kat untuk menghindari humiliation, kamu dibuat berasumsi bahwa Kat butuh exposure pula, dan semakin kuat karena di kedua belah pihak tampaknya sepakat untuk berkomitmen saling membantu. Itu sebenarnya sudah jadi pemandangan yang lazim sekarang ini, percintaan rekayasa hanya demi meraih atensi sesaat saja. Story framework juga tidak berkembang jauh keluar dari sana tapi yang menarik justru mencoba untuk mengembangkan masalah tadi menjadi masuk akal. Dan berhasil.


Berangkat dari rasa frustasi dan kekecewaan yang lantas dibungkus rasa curiga akan skenario bagian sebuah PR stunt, ada pendekatan yang tergolong sederhana namun manis oleh Kat Coiro pada cerita, sebuah pergeseran yang tersembunyi tapi dapat penonton rasakan terjadi di dalam diri Kat dan Charlie terhadap komitmen mereka di dalam hubungan rekayasa tadi. Kisah seperti ini biasanya akan menjadi stereotip dengan melibatkan secara dominan peran paparazzi dan media sosial misal untuk mengeksploitasi masalah, tapi di sini Kat Coiro justru hanya sebatas mendorong dua karakter utama “menemukan” kehidupan nyaman yang selama ini absen di dalam hidup mereka. Nothing in common tapi keduanya saling mengiisi dan dalam waktu singkat merasa percaya akan takdir.

Ya, bukan spoiler karena tipe film seperti ini jelas mudah bagimu untuk ditebak arah cerita dan bagaimana ia akan berakhir: air mata, gembira, luka, musik, dan bahagia, tapi yang harus digarisbawahi di sini ialah kemampuan Kat Coiro menjadikan kisah tersebut sebagai crunchy escapism tentang cinta. Fateful coincidence, crazy idea, ini berbicara dengan baik tentang beberapa hal sederhana namun penting terkait cinta dan mencintai, tanpa elemen magis yang absurd namun dengan staging yang cukup oke mendorong optimisme mendasar yang harus dimiliki tiap orang tiap berurusan dengan perasaan suka dan cinta dalam situasi “like meets like”. Tidak ada yang luar biasa tapi narasi yang terasa seimbang seperti menunjukkan sisi glamor Kat tanpa arogansi yang berlebihan membuat ‘Marry Me’ terasa comfy to watch.


Rasa nyaman itu yang membuat beberapa kekurangan yang terlihat jelas tidak terasa mengganggu, ada kesan hangat yang oke walau memang tidak ada yang authentic di antaranya, baik itu cerita maupun karakter. Kinerja aktingnya memang tidak sekelas apa yang pernah ia tampilkan di ‘Hustlers’ tapi Jennifer Lopez sukses menampilkan pesona dua sisi seorang Kat, superstar serta wanita normal yang ingin dicintai secara tulus. Di sisi lain Owen Wilson tampil baik sebagai mumbling guy yang baru bercerai dan menemukan “energi” yang ia butuhkan di dalam diri Kat. Chemistry keduanya terasa manis dan asset terbaik film ini, tentu di samping kinerja akting para pemeran pendukung dan soundtrack berisikan beberapa lagu catchy dengan lirik yang seolah menjadi suara lain bagi karakter untuk bercerita.

Overall, ‘Marry Me’ adalah film yang cukup memuaskan. Wanita bertemu pria lantas belajar darinya untuk menikmati “momen” dalam hidupnya sembari juga mengajari si pria untuk keluar dari bayangan kelam, berawal dari pandangan pertama mereka jatuh cinta, sungguh sebuah skema klise rom-com, yang menariknya oleh Kat Coiro berhasil dibentuk jadi sebuah sajian yang terasa segar. Hangat dan cenderung jinak, ditangani Kat Coiro secara casual and comfortable with cuddly atmosphere konflik klise di awal berkembang dengan baik dalam mengubah fantasy menjadi reality, dan dilengkapi dialog serta humor lucu, lagu yang catchy, serta chemistry dinamis dari dua pemeran utamanya, ‘Marry Me’ sukses menjadi kumpulan materi dan trik klasik genre yang menyatu dengan baik sebagai sebuah feel-good romantic comedy. 






1 comment :