Sutradara
Kim Jee-woon seolah tidak mau membuang banyak waktu di bagian awal television
series yang menjadi debut penyutradaraannya di luar film, jumlah episode hanya
enam buah dan di sepuluh menit pertama saja ini sudah langsung membuat saya
merasa penasaran. Sumbernya apalagi kalau bukan ide cerita yang bermain dengan
fungsi otak, sinkronisasi agar kelak manusia tidak perlu lagi berkomunikasi
dengan orang lain melalui suara tapi cukup memakai otakmu yang saling
berkoneksi dengan otak orang tersebut. Ya, ide cerita yang gila dari webcomic
berjudul sama karya Hongjacga itu berhasil dibentuk menjadi sebuah kumpulan
konflik yang menarik atensi dan memancing rasa ingin tahu penonton.
Banyak
hal terjadi di episode pertama, awalnya tampak seperti sebuah usaha gila
seorang pria kemudian Kim Jee-woon meletakkan secara perlahan satu per satu
batu pijakan bagi narasi untuk bergerak maju, terasa kuat dan secara kumulatif
membuat rasa penasaran penontonnya dengan cepat berkembang semakin besar. Tentu
saja titik awalnya adalah penelitian menggunakan tikus itu, dari sana eksposisi
langsung berekspansi dengan cepat menampilkan Koh Se-won yang seolah menemukan
harta karun dan lantas bergerak cepat. Dari sana pula kita akhirnya tahu latar
belakang masalah utama di balik penelitian tersebut, fakta bahwa Jaeyi Jung
“disembunyikan” oleh Se-won yang masih menyimpan ambisi untuk menemukan
jawaban.
Jawaban
atas misteri di balik terjadinya sebuah tragedi yang merenggut keluarganya,
yakni anak laki-laki mereka Do-yoon. Saya suka bagaimana cerita berkembang di
sini, cerita seperti memiliki berbagai base di mana narasi kemudian akan
berpindah dari satu base menuju base lain, menghasilkan runtutan mengurai konflik
seperti proses investigasi. Di awal sederhana, tampak seperti ambisi seorang
peneliti tapi ternyata tersimpan pertanyaan yang lebih rumit dari itu,
mendorong perlahan sisi personal seorang Se-won namun tetap mempertahankan
pesona gila yang sejak awal telah ditetapkan oleh ide masuk ke dalam pikiran
makhluk hidup itu. Ya, di sini kucing juga memiliki ruang di dalam otaknya
untuk “diselidiki” oleh manusia, dalam hal ini Se-won, salah satu dari berbagai
kejutan menyenangkan sejauh ini.
Karena
Se-won masuk ke dalam pikiran para jenazah visi miliknya ketika kembali ke
kehidupan nyata jadi terganggu, ia mulai bertemu berbagai hal aneh dan ganjil
yang hadir dalam bentuk halusinasi akibat brain wave miliknya bertabrakan
dengan milik para jenazah, berawal dari perasaan aneh yang kemudian berkembang
menjadi lebih rumit dalam bentuk halusinasi. Bagaimana memori milik para
manusia yang telah meninggal itu kemudian berperan menciptakan halusinasi
merupakan sebuah ide yang tidak hanya membuat daya tarik cerita langsung
meroket tinggi saja tapi juga mengundang masuk elemen horror masuk ke dalam
cerita. Saya juga suka kejutan menggunakan kucing itu, dikemas manis tanpa
terkesan overdo oleh Kim Jee-woon terutama dalam menciptakan sensasi “menjadi
seekor kucing” yang Se-won alami.
Elemen
fantasy yang didorong kehadapan penonton mungkin akan terasa sedikit sulit
untuk dinikmati oleh penonton mainstream, tapi jelas bagi mereka yang suka
dengan kegilaan dari fantasi dua dunia akan merasa terhibur dengan presentasi
yang hadir. Saya juga suka dengan bagaimana pria bernama Lim Jun-ki digunakan
sebagai jembatan yang menghubungkan antara penelitian Se-won tersebut dengan
proses investigasi yang sepertinya berasal dari dua arah pada awalnya. Titik
pusat sendiri memang cukup banyak, salah satunya termasuk Jung Jae-yi dan itu
mempertebal misteri di dalam cerita, membuatmu langsung mencoba membuat koneksi
antara tragedi yang menimpa Do-yoon dengan peristiwa kematian Lim Jun-ki. Ada
proses merajut yang menyenangkan apalagi dengan frekuensi kejutan yang
konsisten.
Salah
satunya dari Lee Kang-mu, pada awalnya mengaku detektif bayaran Lim Jun-ki tapi
ternyata dinyatakan telah tewas empat hari sebelum boss-nya tersebut tewas.
Saya yakin tidak hanya saya yang merasa hanyut dengan kemunculan Kang-mu dan
menaruh ekspektasi bahwa bersama dengan Se-won maka mereka merupakan cikal
bakal sebuah partnership di sini, namun ternyata cerita menghadirkan belokan
yang tajam, sebuah belokan yang justru membuat narasi yang sudah terasa gila
itu jadi semakin liar saja. Memang dengan jumlah episode yang sangat terbatas
maka salah jika kamu menaruh ekspektasi yang terlalu jauh terhadap “eksistensi”
karakter di dalam cerita, saya salah satunya di mana berharap karakter Tae-gu
yang diperankan oleh Um Tae-goo akan punya fungsi yang besar. Namun hey, ini
Kim Jee-woon.
Buktinya
hingga episode ketiga kuantitas tampil sosok Jung Jae-yi yang merupakan
karakter penting juga masih terasa terbatas, ia bahkan dapat dikatakan kalah
untuk saat ini dari Choi Soo-seok yang berhasil menampilkan aura Letnan unit
investigasi yang terasa oke, rasa ragu yang berputar di wajahnya berhasil
menciptakan gesekan untuk menambah greget di dalam narasi. Fungsinya kurang
lebih sama dengan Hong Nam-Il yang kini sukses membuat penonton mengantisipasi
aksi lanjutan darinya, jika memang ia merupakan CCTV yang selama ini mengawasi
Se-won lantas mengapa ia sangat supportif ketika dimintai bantuan oleh
seniornya itu? Apakah Nam-il lebih dari sekedar seorang peneliti bagian dari BC
Center? Karena saat ini jawaban kenapa sosok Kang-mu yang ia pilih sebagai
bahan uji coba pertama masih menggantung.
Argh,
itu beberapa hal dengan kualitas yang memikat dan berhasil membuat saya kini
semakin menantikan episode keempat, serta tentunya mengantisipasi kejutan macam
apa yang akan hadir selanjutnya, ending episode ketiga mencoba mendorong kesan
ganjil yang bekerja dengan baik dan you know what, saya kini dibuat menanti
kejutan yang berasal dari Jung Jae-yi. Saya suka kejutan-kejutan di ‘Dr. Brain’
sejauh ini, dikemas secara padat serta meninggalkan impresi dengan pesona
elegant, tidak dipaksakan begitu saja untuk eksis tapi terasa murahan. Semoga
itu terus berlanjut di episode mendatang bersama dengan cinematography-nya yang
manis banget itu, perpaduan warna dan tone yang digunakan selalu sukses
memanjakan mata dan berkontribusi terhadap feel yang dihasilkan di tiap scenes,
hasil kolaborasi dengan score yang tipis-tipis tapi memadukan thrill, eerie,
dan emosi dengan baik.
Tapi
di balik itu semua saya memberi tepuk tangan meriah bagi Kim Jee-woon atas
kemampuannya dalam membentuk dan menata cerita. Sejak awal sukses mencuri
atensi narasi berjalan dengan tone, vibe, atmosfif, dinamika dan thrill yang
terasa kompak, saling padu satu sama lain. Ada urgensi di dalam cerita tapi
lajunya sendiri terasa terkendali, sedangkan di sisi lain elemen mystery juga
perlahan membangun berbagai pertanyaan yang ketika diulik terasa menyenangkan.
Itu belum menghitung bagaimana elemen drama tetap berperan sebagai central, ada
emosi yang manis di dalam perjuangan Se-won yang dianggap “gila” oleh
orang-orang di sekitarnya. Nilai positif tiga episode pertama ini terasa sangat
banyak, sangat terasa sekali bahwa ini dikendalikan oleh seorang Sutradara
dengan jam terbang yang sudah sangat tinggi.
"The day may come when we will be able to communicate solely through thoughts and without language."
ReplyDelete