Akhirnya
kapal itu berlayar namun tentu saja yang kemudian hadir adalah berbagai ombak
yang mencoba untuk “menguji” daya tahan kapal tersebut, juga agar kapten di
dalam kapal tersebut dapat belajar bagaimana bertahan dari berbagai rintangan.
Saya suka keputusan Hye-jin yang ingin menyelesaikan dahulu “urusannya” dengan
Seong-hyun sebelum benar-benar merasa siap berlayar bersama Du-sik di dalam
kisah asmara mereka, aksi yang sangat respectful dan tentu saja tidak membuat
cerita jadi berisikan kisah cinta segitiga yang diulur-ulur. Salah satu opsi
yang sudah kita antisipasi bersama sejak kemunculan Ji Seong-hyun yang dengan
cepat langsung mencuri perhatian dan mengancam peluang Chief Hong.
Sikap
Hye-jin tadi berdampak baik pula pada hubungan Chief Hong dengan Seong-hyun
yang sejak pertemuan pertama sebenarnya telah melepas pesona brotherhood yang
menarik, mereka kurang cocok jika ditempatkan harus saling bersaing terlalu
lama dalam sebuah kompetisi yang sebenarnya sederhana. Senang rasanya melihat
mereka justru dapat menggunakan keputusan Hye-jin itu sebagai bahan bercandaan
dan kemudian saling mendukung, terutama Seong-hyun terhadap Du-sik. Eksistensi
Seong-hyun tidak lantas menjadi tempelan belaka saja, ia adalah penggambaran
dari dampak yang akan muncul ketika manusia tidak mencoba menyuarakan isi
hatinya, ia datang, bersuara dan kemudian menerima dengan lapang dada keputusan
yang ia dapat meskipun itu pahit baginya.
Seong-hyun
belajar dari sana, begitupula karakter-karakter lainnya. Hwa-jeong diam-diam
masih mengawasi kesehatan Yeong-guk melalui Yong-hun jelas sebuah sikap yang
manis dan efektif dalam menunjukkan rasa sayang yang dapat hadir di dalam
hubungan pernikahan yang telah kandas, Hwa-jeong bahkan rela mengalah saat
undian tampil di tv-show demi memberi kesempatannya pada Yeong-guk. Kilas balik
pada apa yang sebenarnya terjadi di antara Hwa-jeong, Yeong-guk, dan Cho-hui
terasa oke, berhasil memberikan progress yang menarik bagi konflik pendamping
ini dengan bumbu drama yang terasa tepat guna. Sama seperti kisah cinta Mi-seon
dan Eun-cheol yang pada akhirnya menemukan kejelasan.
Tidak
ada yang ganjil dari sikap seorang Eun-cheol, ia pria namun ia pasif dan orang
sepertinya jumlahnya tidak sedikit di kehidupan nyata, mereka yang kerap takut
dan canggung ketika harus berurusan dengan masalah percintaan. Dan saya suka
dengan sikap Mi-seon, ia justru mengambil inisiatif untuk “menggiring”
Eun-cheol agar bisa berani mengambil action, bukan hanya sekedar menunggu
Eun-cheol menyatakan perasaan suka kepadanya. Porsinya memang tidak besar tapi
apa yang terjadi dalam rumah tangga Yun-kyung dan Geum-chul juga terasa manis,
mereka menunjukkan bagaimana seorang suami yang menyandang status kepala
keluarga bisa rapuh, tidak sigap dan tidak peka dalam “melindungi” istrinya
yang sedang hamil.
Sikap
peka yang juga absent di dalam diri Hye-jin ketika ia meninggalkan Chief Hong
yang mendadak harus berurusan lagi dengan memori kelam dari masa lalunya itu.
Karena Chief Hong bertemu teman lama dia jadi teringat masa kelam yang pernah
ia lalui di Seoul, mendadak menjadi pasif dan membuat Hye-jin merasa bahwa ada
sikapnya telah membuat Du-sik sakit hati. Dan ketika pria memilih diam saat
wanita memintanya untuk bercerita, maka di sana kerap timbul penilaian dari
wanita bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh si pria. Itu klasik dan
digunakan dengan baik oleh Sutradara Yu Je-won dan Screenwriter Shin Ha-eun
untuk mendorong masalah dari masa lalu itu untuk masuk ke panggung utama dan
menjalankan tugasnya.
Mencoba
lepas sepenuhnya dari rasa trauma bukan sesuatu yang dapat dilakukan dengan
mudah, Chief Hong masih kesulitan dan takut untuk terbuka, membuat Hye-jin jadi
ragu dan minta break sampai Du-sik siap menceritakan semuanya, karena sejak
awal Hye-jin tidak mau ada rahasia di dalam hubungan mereka. Langkah yang
sebenarnya memang salah karena orang-orang dengan mental illness seperti Chief
Hong justru harus dirangkul, bukan malah dijauhi dan ditinggalkan sendirian.
Tapi itu batu kerikil yang sangat mudah ditemukan dalam fase awal sebuah kisah
cinta, tapi lihat bagaimana mereka akhirnya berdamai meskipun telah muncul
masalah lain yang akan membuat hubungan Chief Hong dan Hye-jin menjadi semakin
kuat.
Tampaknya
akan semakin kelam namun semoga tidak sampai membuat tone cerita jadi dominan
terasa gloomy, karena sejauh ini saya suka dengan kombinasi tawa dan emosi yang
kuantitas dan kualitas terasa seimbang. Contohnya seperti filler manis di balik
kesepakatan Chief Hong dan Hye-jin untuk merahasiakan hubungan mereka dari
warga Gongjin, menciptakan ruang bagi beberapa momen di mana Chief Hong terpaksa “tersakiti” dengan tingkah laku
Hye-jin yang selalu panik tiap kali ada yang melihat mereka sedang coba
bermesraan. Cringy Hye-jin is so cute, dan ekspresi Du-sik sangat mewakili para
pria yang bahagia karena itu. Ombak pertama mereka itu adalah dipisahkan oleh
warga Gongjin, yang ternyata sumber dari kejutan manis dan hangat.
Tersisa
dua episode dan saya penasaran bagaimana ruang yang tersisa itu digunakan oleh
Yu Je-won dan Shin Ha-eun untuk menyelesaikan cerita dengan cara ala warga
Gongjin tentunya. Chief Hong dan Hye-jin seperti telah ditakdirkan untuk
bersama, mereka dahulu pernah bertemu di dua situasi berbeda, saat mereka masih
kecil di tepi pantai itu serta ketika Hye-jin kabur dari Seoul ke Gongjin
lantas dibantu oleh Du-sik untuk membayar minuman karena uangnya kurang. Apakah
trauma masa lalu Chief Hong, yang mungkin akan meledak ketika ia bertemu dengan
Seon-ah, akan menciptakan ombak yang lebih besar ketimbang sikap saling cemburu
yang dikemas manis itu? Atau justru konflik lain yang menjadi ombak tersebut,
yakni tawaran yang diterima Hye-jin untuk kembali bekerja di Seoul. Padahal
Chief Hong bisa main golf. I'm still afraid of saying goodbye.
"My parents gave their all to have me in this world, so I must do my best to find happiness."
ReplyDelete