“You’re
sitting on a bomb at the moment.”
Kita sekarang berada di dalam jaman yang “memudahkan” segala sesuatu yang dulu tampak atau terasa rumit, salah, bahkan taboo. Salah satunya adalah ulah iseng yang kerap kita sebut prank atau lelucon terapan, aksi berupa trik nakal yang mencoba untuk mengerjai korban dan membuatnya kaget, malu, bingung, hingga tentu saja merasa tidak nyaman. Tidak heran sekarang kalau ada yang menelepon kamu dan berkata bahwa di bawah kursi yang sekarang kamu duduki telah terpasang sebuah bom, peluang kamu untuk tertawa mungkin lebih besar ketimbang merasa panik dan takut. Ah, paling cuma prank, acuhkan saja, and then, boom, ledakan pun muncul. ‘Hard Hit (Balsinjehan)’ : a hit on target thriller.
Seorang pria bernama Lee Seong-gyu (Jo Woo-jin) memerintahkan kedua anaknya untuk segera naik ke dalam mobil, si sulung Lee Hye-in (Lee Jae-in) yang tampaknya seperti remaja puber pada umumnya kurang akrab dengan sang Ayah, sedangkan duduk di sebelah kiri Hye-in ada adik laki-lakinya, Lee Min-joon (Kim Tae-yool) yang menggemari sepakbola dan seperti tidak mau lepas dari bola yang ditandatangani oleh Son Heung-min. Tapi sebelum mereka berangkat Yeon-su (Kim Ji-ho) keluar dari rumah dan menghampiri suaminya, ia heran mengapa Seong-gyu yang mengantar anak-anak mereka ke sekolah?
Sebuah aksi dari Seong-gyu yang ternyata merupakan blunder dan membawa mereka masuk ke dalam sebuah masalah besar. Belum lama mengitari kota Busan menuju sekolah Min-joon terdengar bunyi telepon dari dalam laci dashboard mobil, berasal dari nomor yang tidak dikenal dan anehnya menghubungi telepon Yeon-su yang tertinggal di sana. Pria asing yang tidak menyebutkan namanya langsung menyapa Seong-gyu dan meminta pria yang harus menghadiri sebuah rapat penting itu untuk mengikuti instruksinya, mengirimkan uang jika tidak maka bom yang telah aktif di bawah jok mobil akan meledak. Ketiga penumpang tidak boleh keluar dari mobil.
Sikap Lee Seong-gyu ketika pertama kali menerima panggilan telepon misterius itu mungkin sangat mewakili respon yang akan saya, kamu dan banyak orang lakukan pula ketika berada di dalam situasi serupa. Bukan sesuatu yang mengherankan jika Seong-gyu menganggap remeh informasi dari si pelaku karena di jaman sekarang ini semakin mudah bagi orang yang tidak ahli sekalipun untuk melakukan penipuan dengan menggunakan media seperti panggilan telepon. Sasaran mereka tentu saja orang-orang yang punya kualitas emosi dan mental yang lemah, sekalipun kuat pada awalnya akan langsung jatuh drastis ketika si pelaku mulai melancarkan strateginya lewat kalimat-kalimat penuh racun.
Tidak mudah percaya tentu sikap paling penting tapi di sisi lain kita memang tidak boleh menganggap remeh pula, karena selain semakin banyak orang iseng sekarang juga semakin banyak “orang gila” yang tidak segan, takut, atau bahkan malu untuk memeras orang lain dengan cara yang tidak manusiawi. Dan saya rasa urutan tadi yang terjadi pada Lee Seong-gyu kemudian membawa pria itu menjadi contoh aksi macam apa yang harus kita lakukan jika berada di dalam situasi serupa. Sutradara Kim Chang-joo menerapkan trik yang bagus di sini dan ia mencoba untuk langsung menempatkan penonton sebagai Lee Seong-gyu, bukan mengamati Ayah dan kedua anaknya itu berjuang tapi ikut merasa terperangkap di dalam kepanikan.
Dan bagi sebuah film thriller itu merupakan pencapaian yang sangat positif, apalagi ketika penonton kemudian dibawa ikut berpacu bersama narasi yang bergerak cepat, mengelilingi kota Busan dipenuhi dengan kepanikan yang terus bertambah besar, ancaman yang awalnya tampak seperti ulah iseng itu berubah menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan tentunya bersifat mematikan. Kim Chang-joo menunjukkan pada penonton bahwa ada taruhan tidak sepele di dalam mobil merk Genesis GV80 itu, menciptakan situasi mendesak dan serba salah dengan baik, mendorong Seong-gyu ke posisi sudut di mana setiap aksi yang ia ambil punya resiko tinggi karena si pelaku yang terus standby via panggilan telepon.
Saya juga suka emosi dengan kualitas mumpuni yang ikut bermain di sini, terlibat dalam membangun thrill dan permainan atmosfir di dalam kabin mobil yang terus berkembang menjadi semakin menakutkan. Di awal penonton telah diarahkan pada sebuah clue terkait situasi “dingin” di dalam keluarga Seong-gyu, dari reaksi anaknya juga kita bisa asumsikan image Lee Seong-gyu sebagai seorang Ayah, hal yang lantas menjadi jangkar cukup oke bagi bobot emosi di dalam cerita. Sesuatu yang tampak sepele tapi justru merupakan senjata pamungkas bagi Kim Chang-joo ketika narasi mulai terlihat seret, terutama pada momen di tepi pantai kota Busan setelah car chase scenes bersama cinematography yang terasa intens itu
Fungsinya sendiri sangat baik, menjadi semacam jembatan yang menghubungkan antar babak di dalam cerita, tapi di momen itu pula kesan energik dan dinamis yang telah tercipta jadi berhenti total. Excitement sendiri tetap terjaga terlebih saat satu kejutan besar itu tiba, tapi yang hadir setelahnya terasa kurang kuat, sebuah kilas balik terhadap sumber yang memicu timbulnya masalah utama yang terasa terlalu simple dan mimin punch emosi. Kim Chang-joo berupaya membentuknya agar tetap singkat dan ringkas tapi jika ia menghadirkan eksplorasi yang sedikit lebih dalam lagi mungkin punch yang dihasilkan akan lebih kuat, terlebih durasi film ini sendiri 94 menit, a 15 minutes extra space won’t hurt.
Apalagi ada isu menarik yang bisa diulik seperti bagaimana sangat sedikit orang di sekitarmu yang akan “ada” dan siap membantu ketika kamu sedang dalam kondisi terdesak, kondisi hidup atau mati. Ruang ekstra itu juga mungkin dapat membantu karakter Jin-woo yang diperankan dengan baik oleh Ji Chang-wook untuk mencoba membuat penonton semakin terikat dengannya. Meskipun memang harus diakui bersama dengan Jo Woo-jin dan Lee Jae-in narasi film ini dapat terus bergulir dengan sangat baik di babak pertama, Woo-jin membentuk Seong-gyu seperti sebuah boom waktu yang ada di bawahnya, air muka panik miliknya terasa ekspresif, sedang di belakangnya ada Lee Jae-in yang sangat halus membentuk emosi karakternya tiap kali kesempatan itu tiba. Jin Kyung mencuri atensi sebagai Ban Yeong-hee.
Overall, ‘Hard Hit (Restricted Call)’ adalah film yang memuaskan. Terlepas dari cara ia diselesaikan yang terasa sedikit disederhanakan, Sutradara Kim Chang-joo di sini berhasil membentuk kembali kisah yang mengambil dasar dari film Retribution (El desconocido) ini menjadi sebuah sajian thriller yang menyenangkan untuk diikuti, karena memang sejak awal ia telah berhasil menarik saya untuk masuk dan seolah duduk di samping kursi pengemudi yang dibanjiri rasa panik. Mungkin extra space bagi beberapa eksplorasi tambahan dapat membuat punch jadi lebih kuat meskipun di sisi lain membuatnya menjadi lebih ringkas bukan sebuah keputusan yang salah.
“You contact the cops or anyone else, it’ll explode.“
ReplyDelete