“I want my pig back.”
Berjuang untuk sesuatu yang kamu cintai tentu bukanlah konsep atau mitos yang sudah apalagi akan ketinggalan zaman. Sampai kapanpun. Tidak heran jika sesuatu yang sangat kamu cintai itu hilang diambil atau dilukai oleh orang lain maka hal yang wajar jika kamu akan berusaha untuk mendapatkannya kembali dan kemudian tenggelam di dalam amarah luar biasa. Seperti John Wick yang marah besar ketika anjing kesayangannya dibunuh, di film ini seorang pria langsung larut dalam amarah ketika babi peliharaannya hilang dicuri. ‘Pig’ : it will hit you in an unexpected way.
Seorang pria tinggal di sebuah pondok sangat sederhana di sebuah hutan belantara, tidak ada tetangga di sekitar pondoknya. Pria bernama Rob (Nicolas Cage) itu adalah seorang "pemburu" truffle dan ketika menjalani kegiatan sehari-harinya itu ia ditemani babi kesayangannya. Rob sendiri memiliki koneksi khusus dengan seorang pria muda bernama Amir (Alex Wolff), tampak rutin mengantarkan kebutuhan Rob dengan imbalan, dan pria yang memiliki mobil Mustang Camaro berwarna kuning itu tidak terlalu senang ketika harus “berhadapan” dengan babi kesayangan Rob.
Hingga di suatu malam babi tersebut hilang dicuri oleh beberapa orang di depan Rob yang lumpuh akibat sebuah pukulan satu di antara mereka. Rob tidak terima hewan kesayangannya itu dicuri ingin langsung memulai pencarian keesokan harinya, tapi sayang Rob memiliki alat yang terbatas sehingga Amir ia gunakan sebagai pembantu. Berbagai macam clue disusun dan menuntun Amir bersama pria bernama asli Robin Feld itu menuju seorang pria bernama Darius (Adam Arkin), pria yang tidak asing bagi Rob ketika ia masih tinggal di kota Portland.
Ditulis dan disutradarai oleh Michael Sarnoski, ‘Pig’ memiliki satu dari beberapa hal penting yang bersifat wajib ada di dalam sebuah film, yakni kemampuan membuat penonton tertarik dan merasa penasaran. Sejak awal bertemu dengan karakter pria tua berpenampilan lusuh itu kita sudah dibuat bertanya-tanya tentang banyak hal, dari siapa dia, mengapa penampilannya seperti itu, kenapa ia tinggal di tengah hutan belantara, dan tentunya, apa alasan ia sangat mencintai seekor babi betina itu, hewan yang kemudian menjadi pintu masuk munculnya konflik yang tampak seperti absen di sepuluh menit pertama durasi. Sederhana, Rob hanya ingin babi-nya kembali.
Tapi bukankah konflik sederhana seperti itu juga menjadi dasar dari pembalasan dendam assassin bernama John Wick? Kita tidak boleh sepelekan premis sederhana seperti ini karena justru ketika menaruh ekspektasi yang tidak besar kejutan yang dihadirkan kerap mampu menggemparkan. Bersama dengan Vanessa Block di sini Michael Sarnoski menggunakan pola tersebut, cerita tidak langsung menuju masalah utama sekalipun kita sudah tahu bahwa sudah ada jalan berupa proses pencarian babi itu. Narasi terlebih dahulu justru mencoba memoles kesan misterius dari Robin yang sejak awal sudah langsung mencuri perhatian, satu per satu mendorong masuk kejutan kecil.
Salah satunya tentu saja lewat sejarah yang pernah diukir oleh Robin sebelum kini dianggap sebagai sosok yang tidak lagi bernilai. Kata bernilai di sini sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membuat penonton semakin penasaran, hingga tiba satu scene di mana semua orang dibuat berkumpul hanya lewat sebuah nama yang ditulis oleh Robin di dinding. Fix, siapa sebenarnya pria tua ini? Dari titik itu kamu akan dibawa Michael Sarnoski bertemu beberapa kejutan di mana yang paling besar adalah fakta bahwa apa yang telah dimulai di awal tadi ternyata bukan arena tempat film ini bermain sepenuhnya hingga kemudian bergeser menjadi drama.
Plot-nya sendiri tetap menggunakan garis besar yang telah terbentuk sejak awal tapi ternyata ‘Pig’ bukanlah sebuah action thriller konvensional. Ini justru terasa seperti sebuah meditative drama di mana beberapa isu terkait beberapa nilai penting dalam hidup perlahan mulai bergeser mencuri fokus, from love to loss tapi tanpa disertai ekposisi yang terlalu detail mengarah ke sana. Tidak heran jika kamu sudah terikat pada pola di awal, sebuah thriller balas dendam maka kamu akan merasakan sedikit hilang koneksi dengan narasi, karena transisinya memang terasa sangat halus. Tensi cerita tidak pernah tiba di titik yang saya harapkan, tapi emosi justru bersinar cukup baik.
Berulang kali karakter Robin berkata bahwa ia menginginkan babi peliharaannya itu kembali, ada amarah di sana seolah hewan babi tersebut merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya, something very valuable in his life. Emosi Robin selalu menggenggam atensi penontonnya yang terus menantikan ledakan itu muncul, yang ternyata hadir dalam bentuk berbeda. Saya tidak pernah menduga ‘Pig’ akan tampil seperti itu di babak kedua hingga akhir, a moving and surprisingly touching drama yang mengembangkan pesona dan power dari isu serta pesan secara implisit hingga penonton bertemu fakta sesungguhnya. Dan semua tampil dalam presentasi dengan kesan mentah tapi tetap renyah.
Harus diakui script tidak spesial tapi mampu mengakomodasi agar tujuan yang ingin dicapai sejak awal berhasil diraih. Karakter selain Robin terasa kurang matang, Amir juga demikian, tapi fungsi mereka berjalan dengan baik untuk mendampingi Nicolas Cage berkeliling menemukan babi miliknya. Yang membuat saya terpaku sejak awal hingga akhir selain rasa ingin tahu di mana posisi babi itu berada adalah kinerja kuat dan memikat dari Nicolas Cage, dengan wajah belepotan hingga akhir Cage membuat Robin sebagai perwujudan dari besarnya cinta kasih manusia terhadap sesuatu yang ia anggap sangat berharga di dalam hidupnya, sesuatu yang ia perjuangkan hingga tidak ada lagi jalan serta kesempatan itu menghilang.
Overall, ‘Pig’
adalah film yang cukup memuaskan. Di debut penyutradaraannya Michael Sarnoski berhasil memberi
penonton kenangan yang akan membekas kuat pada pengalaman menonton mereka di
tahun 2021 ini. Bukan hanya karena kamu dapat menyaksikan kinerja akting
memikat dari Nicolas Cage, sesuatu
yang kembali Cage temukan sejak ‘Mandy’
dan ‘Color Out of Space’ tapi juga
kerena kejutan yang hadir dalam bentuk drama
sederhana namun menghasilkan punch kuat terhadap isu dan pesan yang ia bawa
lewat kisah perjuangan untuk menemukan kembali sesuatu yang seorang pria sangat
cintai di dalam hidupnya. Segmented.
“Whatever happens, just stay back.”
ReplyDelete