Terlepas dari perjalanannya yang kerap kali
naik dan turun tidak hanya dalam hal cerita saja namun juga ketika bermain
dengan perasaan penontonnya, membuat mereka terus merasa gregetan, tersenyum,
hingga kesal, dua episode terakhir justru berhasil melaksanakan tugasnya
dengan, well, sangat baik. Mungkin pencapaian itu merupakan dampak dari
permainan penuh tarik ulur tadi, seolah kini penonton dibawa bertemu dengan
ending yang mungkin telah mereka harapkan sebelumnya. Terkadang ketika kamu
telah terombang-ambing dengan rasa asam, asin, hingga rasa pahit maka kamu
dapat lebih mengapresiasi rasa manis ketika ia muncul.


Tidak peduli sekecil apa kuantitas dan
kualitasnya. Bukan, ending ‘Nevertheless’ itu jauh dari kata buruk tapi sulit
pula untuk menyebutnya sebagai sesuatu yang terasa spesial pula. Lebih ke arah
understated, mencapai target setelah dengan baik mampu memanfaatkan celah dan
peluang yang ia punya, hasil dari permainan tarik ulur tadi tentunya. Ambil
contoh ketika Park Jae-eon secara tiba-tiba mengajak Yoo Na-bi untuk
berpacaran, itu merupakan hasil dari gejolak dalam batin seorang Jae-eon yang
telah berputar-putar di episode-episode sebelumnya. Saya lupa apakah sudah
pernah mengatakan ini atau belum, bahwa ‘Nevertheless’ merupakan penggambaran
dari proses konfirmasi isi hati berbagai karakternya.


Tidak heran jika menu utama yang selalu
kamu peroleh sebagai penonton adalah menyaksikan karakter terus-menerus bermain
dengan rasa ragu terhadap perasaan suka yang mereka punya. If you keep
hesitating, you'll never get what you want, tapi merupakan sesuatu yang wajar
jika tiap orang membutuhkan waktu yang berbeda dalam mengambil keputusan. Ada
kata greedy yang berbahaya di sana, ketika kamu beraksi terlalu mengebu-gebu
dan tidak terkontrol maka things won't work out well meskipun kamu sudah
membuat jalan agar dapat melakukan push lebih kuat lagi dalam meraih yang kamu
inginkan itu. Karakter Yang Do-hyeok merupakan contoh terbaik di sini, he lost
Na-bi for good.


Itu mengapa terlepas dari kualitasnya yang
tidak standout itu sejak awal saya telah terpaku dengan ‘Nevertheless’, karena
series ini mengajarkan penontonnya pada hal penting yang harus mereka miliki,
jangan terlalu buta pada cinta. I mean, Yoo Na-bi memang jelas-jelas
“terperangkap” pada jebakan batman dari Park Jae-eon tapi bisa kita lihat ada
perubahan posisi pada dua karakter itu. Jae-eon awalnya merupakan seorang yang
emotionless, cinta adalah permainan baginya, ia akhirnya sadar bahwa selama ini
he’s the one who ruined everything dalam hubungan asmaranya dengan para wanita.
Dan ia memutuskan berubah, satu-satunya opsi yang ia miliki jika ingin memiliki
kehidupan dengan emosi yang lebih sehat.


Saya tidak mengatakan yang dilakukan oleh
Jae-eon ketika ia masih menjadi jerk adalah sesuatu yang benar, tapi dalam
percintaan dibutuhkan sensasi dan mungkin itu cara Park Jae-eon untuk
meraihnya, menjauh dari posisi serius dan menikmati sensasi itu tanpa ikatan
yang jelas. Yang dapat mengubah orang-orang seperti itu adalah ketika mereka
menemukan sosok spesial, dan Na-bi hadir bagi Park Jae-eon. Dan reaksi Na-bi
terhadap “sistem” yang diterapkan oleh Jae-eon dalam hubungan mereka terasa
sangat normal, karena orang yang mengingingkan hubungan friends with benefits
tentu kuantitasnya jauh lebih sedikit ketimbang yang normal. Akhirnya Na-bi
terjebak, ia menikmati but can't define the feelings she has for Jae-eon.


And boom, terjadilah situasi putus dan
sambung di mana keduanya mulai bimbang dengan perasaan aneh yang mereka rasakan
satu sama lain. Tidak hanya Jae-eon dan Na-bi saja sebenarnya karena tiga supporting couple pada dasarnya juga bermain di pola yang sama, hopes up but
suddenly crumble down and drifting away again, berisikan proses bagi dua orang
trying to figured out each other's strong points. Di sini saya rasa
Screenwriter Jung Won dan Sutradara Kim Ga-ram melakukan eksekusi yang baik
terhadap tema utama yang dibawa ‘Nevertheless’ sejak awal itu, berhasil
mempertahankan pesona cerita dan karakter ketika badai tiba serta menyampaikan
berbagai isu dan pesan tentang cinta sebagai fokus utama dengan cara yang
manis.


Because loving is like playing games, you
know. Some people hate that kind of thing so much, saying playing with other
people's hearts without a responsible attitude is such cruelty. Why would you date
them if you're not certain? That's a waste of time. But no matter if you
believe in fate or not, dating isn't about picking the nicest person. It's
about meeting someone special to you, and some things just work out suddenly
even when you think there's no hope. All you have to do is give it a try,
there's no need to overthink about it. Eat what you want, and do what you want
to do. Like the people you like. Because after all, love is all about timing,
you know.
"I said I don't believe in fate or love anymore, but this is too unrealistic."
ReplyDelete