“Aye, aye, sir. Captain has the conn.”
Film ini memiliki durasi yang terhitung
cukup kecil untuk ukuran film bertemakan peperangan dan mengangkat kisah
perjuangan di medan perang, dari prolog
hingga berakhir di epilog secara
kasar berada di kisaran 80 menit. Padahal ceritanya sendiri tidak sederhana,
ini adalah tentang pertempuran paling lama di saat Perang Dunia II, yaitu
Pertempuran Atlantik, menaruh fokus pada perjalanan 37 buah kapal menuju
Liverpool di dalam sebuah konvoi (convoy
HX-25) yang dipimpin sebuah kapal dengan radio call sign: Greyhound. Hasilnya? Menarik. ‘Greyhound’: a “wise as a serpent, harmless as a dove” war film.
Saat Pertempuran Atlantik sedang
berlangsung dan menciptakan pertarungan sengit di Perang Dunia II, Blok Sekutu
memutuskan untuk mengirimkan bantuan kepada anggotanya yang sedang berada di
medan pertempuran. Convoy HX-25
dibentuk dan mengemban misi membawa supply yang dibutuhkan oleh para anggota
Blok Sekutu dan tujuan utama mereka adalah Liverpool. Kapal berjumlah 37 buah
tersebut akan dikawal oleh empat buah kapal yaitu, HMCS Dodge asal Kanada dengan call
sign Dicky, ORP Viktor asal
Polandia dengan call sign Eagle, dan HMS James asal Inggris dengan call sign Harry.
Mereka bergerak di bawah komando kapal
Angkatan Laut Amerika Serikat, USS
Keeling, call sign Greyhound, dan dipimpin oleh Commander Ernest Krause (Tom Hanks). Ernest Krause bertugas untuk
memastikan semua kapal aman terutama ketika konvoi memasuki The Black Pit, area di mana mereka tidak
mendapatkan perlindungan dari udara dan harus berhadapan dengan U-boats atau kapal selam milik Jerman
dan sekutunya. Menariknya meskipun telah senior baik dalam hal usia dan juga
pangkat, tugas mengawal Convoy HX-25
ternyata menjadi pengalaman pertama Ernest Krause untuk menjadi komandan di
medan perang.
‘Greyhound’ jelas akan menjadi salah satu war film yang paling berkesan mungkin
dalam satu dekade terakhir ini, bukan karena “kemewahan” yang ia jual melainkan
karena cara Sutradara Aaron Schneider
bersama dengan timnya membentuk sebuah perjuangan heroik yang sangat efektif.
Kisah perjuangan di medan peperangan yang mengambil dasar dari novel berjudul “The Good Shepherd” karya C.
S. Forester ini sedari awal sudah bermain dengan cara yang tepat, cara yang
jujur saja paling saya sukai jika digunakan oleh sebuah war film. Di awal penonton langsung diberitahu garis besar masalah
yang akan coba diceritakan sehingga kita tidak ditempatkan pada posisi
meraba-raba atau mencoba mengamati terlalu jauh cerita.
Aaron
Schneider menciptakan batasan
yang jelas sejak awal sehingga tercipta ruang bermain yang terasa “clear” bagi karakter dan konflik. Tidak
heran ketika setting telah terbentuk dramatisasi yang kemudian hadir terasa
padat dan menyenangkan untuk diikuti. Medan pertempuran sendiri sangat luas
yaitu samudera Atlantik tapi dengan menggunakan kamera yang terus bergerak
penuh “kegelisahan” menaarik lalu kita dibawa oleh Aaron Schneider untuk terkurung bersama Commander Ernest Krause dan pasukannya di dalam Greyhound. Fokus utama benar-benar
diarahkan pada apa yang terjadi di dalam Greyhound
dengan sesekali diselingi gambaran yang lebih luas pada kekacauan yang terjadi
di samudera Atlantik itu.
Tidak heran jika cengkeraman yang
dihasilkan oleh ‘Greyhound’ terasa
kuat karena di dalam ruang bermain yang tidak terlalu luas itu memang narasi
terus dipacu untuk bergerak cepat dengan diselimuti thrill yang dipompa secara konsisten. Aaron Schneider cerdik dalam memainkan tempo cerita, ia tidak melulu menekan pedal gas namun sesekali mengayun irama dengan beberapa adegan yang
sedikit lebih soft. Tapi yang menarik
adalah penonton tidak menemukan banyak waktu di mana mereka dapat merasa tenang
terlalu lama bersama karakter, karena selalu ada kejutan yang hadir setelah
itu. Pola gas dan rem secara berkala seperti ini tidak mudah, dan menariknya Aaron Schneider lakukan dengan baik.
Narasi terasa dinamis dan itu hadir dalam
konsistensi yang mumpuni, pencapaian yang juga tidak lepas dari kualitas script garapan Tom Hanks. Ada cukup banyak kapal yang berlayar di dalam konvoi,
samudera yang menjadi medan perang juga jauh lebih luas, sedangkan musuh yang
siap menghadang para tentara sekutu juga dapat menjadi objek menarik untuk
dieksploitasi, namun Tom Hanks menolak untuk memoles oleh semua. Ia dengan
berani menaruh fokus pada Greyhound,
fokus utamanya adalah menangkap perjuangan yang terjadi di dalam Greyhound lengkap dengan berbagai standard operating procedure di bidang
militer, dari Commander Ernest Krause
sebagai ujung tombak hingga keterlibatan dari anak buahnya yang merupakan messenger.
Ya, script
yang ditulis oleh Tom Hanks terasa lincah dan cepat namun tetap terasa kokoh
pula dalam proses pengembangan cerita. Fokus utama penonton akan terarah pada
sosok Ernest Krause, atensi kita
terkunci padanya, tapi di sekitarnya juga eksis berbagai karakter lain yang
juga diberi kesempatan untuk bersinar oleh Tom Hanks dan Aaron Schneider. Dari gerakan sederhana seperti ekspresi wajah dan
tatapan hingga ketika kepanikan yang bersifat kumulatif itu telah mencapai
titik puncaknya, para pasukan Ernest
Krause berkontribusi dengan baik dalam membuat alur cerita terus menerus
konsisten dibumbui dengan thrill dan excitement. Mereka memberikan nyawa
terhadap cerita yang dipoles dengan elemen teknis yang juga terasa oke.
Penggunaan visual efek jelas menjadi salah
satu point menarik dari ‘Greyhound’
dan kualitasnya terasa baik terutama dalam kemampuannya menciptakan suasana
perang yang intens di tengah lautan lepas itu. Dari aksi tembak yang disusul
ledakan hingga munculnya berbagai crash yang
memompa adrenalin, kualitas yang diberikan visual efek terasa sangat crispy, sama seperti kinerja akting dari
seorang Tom Hanks. Lagi dan lagi Tom Hanks membuktikan kepiawaiannya
dalam menangani sosok heroic seperti ini, terus memborbardir penonton dengan
membawa mereka hanyut di dalam pertempuran emosi dan fisik yang ia rasakan
dengan cara yang sangat subtle. Pemeran pendukung yang sukses mencuri atensi
cukup besar adalah Karl Glusman (Love)
yang berperan sebagai Red Eppstein.
Overall,
‘Greyhound’ adalah
film yang memuaskan. Bergerak lincah dan memompa adrenalin penonton secara
konsisten dan efektif, Aaron Schneider
bersama dengan Tom Hanks berhasil
menyajikan sebuah war film yang
sukses meninggalkan kesan positif yang kuat. Tidak hanya karena kesuksesan
mereka dalam memborbardir penonton dengan thrill
yang menyenangkan sepanjang cerita bergulir namun juga berkat pendekatan yang
efektif dalam menggambarkan pertempuran intens yang terjadi di samudera
Atlantik itu, dan menuntun penonton pada momen manis ketika muncul lambaian
tangan serta ketika sinar matahari menerobos masuk ke dalam kabin milik Ernest Krause.
"Repetition will bring hell down from on high."
ReplyDelete