“Enemy
in the wire, enemy in the wire. Everyone into Alamo position.”
Film
dengan premis menarik sangat mudah untuk ditemukan, namun tidak dengan film
yang mampu mengolah premis yang biasa menjadi sebuah presentasi dengan
kandungan rasa percaya diri tinggi. Dari kulit luarnya film ini akan membuat
kamu teringat dengan berbagai judul film dengan tema peperangan, sesuatu yang
tidak salah karena faktanya formula
yang digunakan film ini juga memang tidak jauh berbeda dari film peperangan
pada umumnya. Apa yang membuat film ini terasa segar adalah bagaimana premis
dan presentasi klasik itu kemudian dikemas menjadi sebuah sajian engaging penuh
rasa percaya diri. ‘The Outpost’ : a
gripping, intimate, and dynamic military story.
Captain Benjamin D. Keating (Orlando
Bloom) bertugas untuk memimpin 53 orang Tentara USA dan 2 orang penasehat militer di Combat Outpost yang berlokasi di Kamdesh, Afghanistan. Tujuan utama pos
tersebut dibangun sebenarnya sebagai upaya untuk membangun hubungan yang
positif antara USA dengan para penduduk di sekitar area tersebut, mereka bahkan
melibatkan para tetua masyarakat dalam pengambilan sebuah kesepakatan di mana
kehadiran para Tentara USA di pos tersebut adalah sebagai upaya untuk membantu
rakyat di sekitar Kamdesh dalam melawan pejuang Taliban yang masuk dari Pakistan.
Namun
menariknya posisi pos tersebut berada di bagian dasar titik temu tiga buah
gunung curam. Tidak heran jika pada akhirnya Combat Outpost Keating menjadi sebuah target yang terbuka lebar,
mereka adalah sasaran empuk bagi Taliban sehingga membuat semua Tentara harus
selalu siap dan waspada akan kemunculan serangan mendadak yang dapat hadir
kapan saja. Secara berkala terus-menerus diserang oleh Taliban, pada tanggal 3
Oktober 2009 sebanyak 300 pejuang Taliban melancarkan serangan ketika mereka
tahu bahwa Combat Outpost Keating
akan segera ditutup.
Eksekusi
yang diterapkan oleh Sutradara Rod Lurie
serta script yang digarap bersama
oleh Eric Johnson dan Paul Tamasy merupakan salah satu
kombinasi paling menyenangkan yang saya rasakan di tahun ini dari sebuah film.
Mengambil kisah dari buku non-fiksi berjudul “The Outpost: An Untold Story of American Valor” karya Jake Tapper, mereka berhasil menciptakan
sebuah “dunia” peperangan yang memiliki kesan unik yang kuat. Unik bukan
berarti sepenuhnya baru memang, namun unik dalam konteks kemampuan dari kisah
perjuangan para tentara USA di tanah Afghanistan
itu untuk terus mengunci atensi penonton di dalam tahapan demi tahapan yang ia
hadirkan.
Semakin
menarik karena berbagai tahapan itu sendiri dihadirkan dan bergerak dalam
kecepatan yang tidak terlalu tinggi. ‘The
Outpost’ bukan film perang dengan oktan tinggi, ia dikembangkan secara
perlahan namun menariknya di sisi lain tidak ada kesan terlalu berhati-hati di
sana. Yang hadir justru narasi yang terus membawa penonton bergerak maju dengan
cara yang stabil, baik itu dari segi cerita di mana kita menyaksikan perjuangan
mempertahankan diri yang dilakukan oleh para Tentara di Combat Outpost Keating, serta tentu saja excitement serta punch yang
dihasilkan dari cerita tersebut. Begitu banyak ledakan di sini, namun yang
menarik tidak ada di antara mereka yang terasa “kosong” apalagi hambar.
Di
tangan Rod Lurie ‘The Outpost’ memang
tidak dibentuk untuk tampil menjadi kisah di medan perang yang tampak “glossy”, ada kesan mentah yang kental
di dalam presentasi yang ia hadirkan, hal yang membuat perjuangan dari Romesha,
Carter, dan rekan-rekan mereka itu terasa genuine.
Dramatisasi yang ditampilkan juga dihadirkan dalam kapasitas yang oke, sesekali
Rod Lurie menyelipkan momen di mana para Tentara itu harus bergelut dengan rasa
rindu akan rumah dan keluarga, rasa yang duduk berdampingan dengan rasa
frustasi dan juga lelah yang selalu mengisi jiwa dan raga mereka. Rod Lurie
buat dua hal tersebut kuat secara individual namun terasa kompak sebagai satu
kesatuan. Alhasil, cerita punya emosi yang terasa cukup intim.
Jika
diperhatikan cerita sendiri menaruh fokus terhadap tentang yang berkutat di
sebuah markas militer sehingga arena bermain secara otomatis tidak terlalu
besar. Tidak heran cukup mengagetkan ketika dari titik awal hingga titik akhir ‘The Outpost’ sukses mengunci atensi
saya mengingat durasinya sendiri cukup gemuk. Rod Lurie secara konsisten mampu
merajut berbagai titik masalah dan plot di dalam cerita untuk menjadi satu
dengan cara yang dinamis. Mereka naik dan turun di range yang tidak terlalu
besar, alhasil begitu banyak momen saat penonton merasakan karakter tampak
tenang namun beberapa detik kemudian langsung hadir kejutan lewat berbagai
hujaman peluru.
Script
garapan Eric Johnson dan Paul Tamasy sendiri punya andil yang
juga besar dari terciptanya unnerving
atmosphere, mereka berhasil mengolah interpretasi di medan perang itu
menjadi perpaduan antara persiapan dan pertempuran yang menarik. Proses set up yang dijalankan para karakter
terasa oke, penonton dapat merasakan kesulitan hingga tekanan yang harus mereka
hadapi, lalu setelah itu hadir pertempuran yang dipenuhi dengan action sequences memikat. Ya, salah satu
pencapaian terbaik di ‘The Outpost’
adalah ada kesan “menakutkan” yang eksis dan terasa konsisten secara tegas di
medan pertempuran tersebut, hal yang mampu membuat penonton ikut tenggelam di dalam
perjuangan para karakter.
Rod Lurie
konsisten menerapkan situasi shaky
sebagai spotlight, terus menekankan
bahwa nyawa karakter dipertaruhkan terlebih setelah sebuah kejutan di setengah
jam pertama itu. Untuk itu selain excitement
pada cerita thrill juga harus dijaga,
sound department dan cinematography punya peran penting di
sana. Sound terasa oke, sedang
pergerakan kamera di bawah arahan Lorenzo
Senatore terasa sangat menyenangkan. Mereka membantu para karakter yang
juga dibentuk dengan baik oleh para aktor, dari Orlando Bloom yang membuat Captain
Keating sebagai pondasi yang kuat di bagian awal, Scott Eastwood yang membuat Staff
Sergeant Clint Romesha tampil sebagai pemimpin serangan yang meyakinkan,
hingga Caleb Landry Jones yang
menjadikan Specialits Ty Michael Carter
sebagai sumber nerve yang menarik.
Overall, ‘The Outpost’
adalah film yang memuaskan. Merupakan salah satu kejutan menarik tahun ini, di
tangan Rod Lurie ‘The Outpost’
berhasil menjadi sebuah film perang dengan kesan memorable yang terasa kuat, hasil dari perpaduan berbagai komponen
di dalamnya dipadukan dengan percaya diri yang kuat. Dari cerita yang berisikan
tahapan menarik serta memiliki jangkar emosi yang oke, adegan aksi yang
berhasil terus menggigit secara konsisten, hingga perpaduan keduanya yang
terasa dinamis, ‘The Outpost’
berhasil mengundang penonton masuk ke dalam sebuah medan berisikan berbagai
ketegangan dan kecemasan yang terasa menyenangkan. Surprisingly well done war drama film.
“I'll call home when I'm on a bird out of this valley.”
ReplyDelete