“So,
this is today. Today is yesterday. And tomorrow is also today.”
Harus diakui bahwa time loops merupakan plot
device yang sangat menarik untuk digunakan dalam menggerakkan narasi dan
mengeksplorasi cerita. Karena di sisi lain konsepnya yang sederhana itu
terhitung sangat mudah untuk menelurkan rasa penasaran di pikiran penonton.
Coba bayangkan saja bagaimana jika kamu harus kembali bertemu dengan berbagai
hal yang sama dan telah kamu lalui kemarin setiap kali kamu membuka mata di
pagi hari, di pagi hari yang kamu sebut sebagai besok ketika kamu memejamkan
mata untuk tidur pada malam di hari ini. Stuck, hidupmu terus berputar di
lingkaran yang sama. ‘Palm Springs’ : an
understated and charming time-loop movie.
Pagi hari di tanggal 9 November, seorang
pria bernama Nyles (Andy Samberg)
bangun dari tidurnya setelah mendengar bisikan dari kekasihnya, Misty (Meredith Hagner). Mereka harus
segera mempersiapkan diri menghadiri acara pernikahan Tala (Camila Mendes) dan Abraham
(Tyler Hoechlin). Misty ditunjuk menjadi host pada salah satu sesi acara dan ketika tiba di momen saat keluarga
dan sahabat pengantin menyampaikan speech,
tiba-tiba microphone yang ada di
tangan Misty disambar oleh Nyles. Pria yang menggunakan pakaian santai tersebut
memberikan speech seolah ia telah
sangat mengenal kedua mempelai.
Faktanya Tala dan Abraham tidak mengenal
sosok Nyles yang memang sengaja merebut microphone
untuk “menyelamatkan” Sarah (Cristin
Milioti), saudara perempuannya Tala. Perbincangan antara Nyles & Sarah
berlanjut sampai mereka berada dalam kondisi setengah sadar hingga tiba-tiba
muncul Roy (J. K. Simmons) yang
memaksa Nyles berlari ke dalam sebuah goa. Celakanya Sarah mengikutinya dari
belakang. Setelah kejadian tersebut keesokan harinya Nyles dan Sarah bangun di
atas tempat tidur mereka masing-masing, dan Nyles kembali mendengar bisikan
dari kekasihnya, Misty. Itu adalah pagi hari di tanggal 9 November.
Sutradara
Max Barbakow berhasil melakukan pekerjaan
yang sangat baik di bagian pembuka film ini. Sebelum membawa penonton bertemu
dengan “kejutan” utama dan juga akar dari masalah yang harus dihadapi oleh
karakter, penonton terlebih dahulu sudah dibuat penasaran dengan present life yang sedang dialami oleh
karakter. Sarah Wilder menjadi pintu masuk, dari tatapan mata dan ekspresi yang
ia tunjukkan sangat mudah untuk menilai bahwa wanita ini memiliki perasaan
“tidak nyaman” di dalam acara pernikahan yang ia hadiri. Seolah tidak mau
bermain terlalu lama script yang
ditulis oleh Andy Siara kemudian
membawa kita menyaksikan Nyles melakukan aksinya.
Dan
dari titik tersebut cerita dibangun dengan cara yang terasa tidak terburu-buru.
Max Barbakow seolah memberi
kesempatan yang cukup leluasa bagi momen kaget yang menimpa Sarah untuk
menguasai beberapa menit durasi, karena memang di momen tersebut pulalah kita
sebagai penonton yang awalnya dapat merasakan hal ganjil di dalam diri dua
karakter utama mulai didorong rasa penasarannya terhadap apa yang terjadi pada
karakter. Roy kemudian menjadi pintu masuk berikutnya. Menunjukkan
eksistensinya dengan cara yang terasa cukup ekstrim karakter Roy merupakan
misteri yang menarik bagi cerita sebelumnya akhirnya semuanya terungkap di
dalam gua tersebut.
Max Barbakow
dan Andy Siara sebenarnya punya
kesempatan yang jauh lebih luas untuk mengeksploitasi premis di dalam cerita,
tapi tampaknya mereka tidak mau bermain terlalu jauh dalam hal ini. Apa yang
terjadi di dalam gua tersebut menjadi sebuah kunci yang kemudian mampu membuat
berbagai pertanyaan berputar-putar di dalam pikiran penonton dan juga karakter,
mereka mulai mencoba mencari jawaban dari pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana itu. Jika hanya menaruh fokus pada apa yang terjadi pada dua karakter
utama saja sebenarnya pertanyaan yang dihasilkan sudah cukup banyak, tapi
pesona cerita mampu membuat penonton ingin mencoba mengurai lebih jauh, salah
satunya tentang yang terjadi di sekitar tiga karakter yang tidak “terjebak”
tersebut.
Tapi
karena sedari awal tidak ingin bermain terlalu jauh sehingga tidak heran ‘Palm Springs’ tidak sampai ke titik
tersebut. Max Barbakow benar-benar
fokus pada misi utama cerita yang ternyata jauh lebih sederhana ketimbang
kerumitan yang terjadi di dalam permainan menggunakan waktu tersebut. Dibalik
geraknya yang terasa dinamis itu ternyata ‘Palm
Springs’ sedari awal menaruh unsur romance
sebagai spotlight di dalam cerita.
Ini banyak mengingatkan saya dengan ‘About
Time’ yang menggunakan konsep time
loop untuk mengobrak-abrik emosi penonton dengan kisah percintaan di antara
dua karakter utamanya, ‘Palm Springs’
berada di kelas yang sama namun terasa jauh lebih kalem, lebih sederhana, dan
terasa jauh lebih implisit.
Ya,
presentasi yang tampil implisit itu sayangnya membuat hasil akhir film ini
tidak berada di posisi yang sangat tinggi. Hasil akhirnya sendiri terasa oke
terlebih jika mengingat target yang
dipasang sejak awal, namun momen di penghujung film yang seharusnya dapat
memberikan punch kuat itu terasa
kurang nendang buat saya. Ada konsep “idgaf” di sana tapi sayangnya unsur romance sendiri sejak awal seolah
terlalu segan untuk berdiri tegap di pusat cerita, narasi terus disibukkan
dengan pertanyaan seputar time loop
yang sukses membuat penonton ikut terpaku bersamanya. Hasilnya ketika mereka
semua mendarat di garis finish baik
itu elemen romance, komedi, dan misteri berada di kelas yang sama, yaitu understated.
Dan
itu pencapaian yang terhitung bagus jika melihat bagaimana semuanya dibuat simple dan ringkas. Konsep time loop digunakan dengan sangat baik
terutama dalam hal menciptakan sebuah ruang cerita yang tertutup dan menarik
untuk dicari jalan keluarnya, sedangkan dari segi teknis saya suka dengan
penggunaan pallete warna yang
diterapkan di sini, selalu konsisten menebar kesan optimis yang ada di dalam
cerita. Tapi tentu jika selain konsep time
loop yang ia gunakan hal yang memorable
dari ‘Palm Springs’ setelah itu
adalah kinerja akting dari para aktor. Andy
Samberg just doing Andy Samberg
things, he’s good, sedangkan Cristin
Milioti membuat Sarah berperan sebagai bola pinball yang tenggelam dalam kepanikan yang terasa menarik.
Overall, ‘Palm Springs’
adalah film yang cukup memuaskan. Yang dilakukan Max Barbakow, Andy Siara, dan
jajaran Produser di sini adalah menggunakan kembali time loop sebagai sebuah plot
device sebuah rom-com yang ringan
dan santai. Ibarat sebuah pohon di mana cerita memiliki akar masalah yang
menarik ‘Palm Springs’ ternyata tidak
mencoba untuk membawa penonton bermain hingga menuju ke ranting dan daun serta
buah, cukup bermain di batang pohon saja tanpa memberikan akses bagi penonton
untuk “memanjat” lebih tinggi. Itu strategi dan terbukti berhasil, ‘Palm Springs’ berhasil meraih target
yang ingin ia capai yaitu menjadi sebuah film tentang time loop yang terasa efektif dan menyenangkan.
"This, this day already happened."
ReplyDelete