Tidak
peduli itu pria maupun wanita, mayoritas dari kita mendambakan untuk dapat
memiliki pasangan hidup yang sesuai dengan keinginan kita, baik dari segi fisik
dan kepribadian hingga terkait hal-hal kecil seperti selera musik ataupun rasa
favorit terhadap makanan misalnya, sama-sama menyukai makanan pedas mungkin.
Tapi di antara mayoritas tadi berapa banyak yang pada akhirnya berhasil
menemukan pasangan yang sepenuhnya sempurna seperti itu? Find perfect love? Apakah harus sempurna? Apakah makna dari cinta
adalah sebuah rasa yang sempurna? ‘The
Half of It’ : a simple but rich love story.
Ellie Chu (Leah Lewis)
merupakan wanita muda keturunan Chinese-American
yang terkenal di sekolahnya sebagai seorang siswa yang pintar, kemampuan yang
ia manfaatkan untuk menghasilkan uang dengan membantu teman-temannya
mengerjakan tugas. Namun di luar hal tersebut Ellie tidak populer, hal tersebut
karena Ellie memiliki sifat pemalu dan lebih senang menyendiri. Suatu ketika
hidup Ellie berubah ketika dia bertemu dengan Paul Munsky (Daniel Diemer), seorang atlit di sekolahnya.
Paul
meminta bantuan Ellie untuk menuliskan sebuah surat cinta kepada Aster Flores (Alexxis Lemirs). Paul suka
pada Aster meskipun dirinya juga tahu bahwa wanita dambaannya tersebut telah
memiliki kekasih, Trig Carson (Wolfgang
Novogratz), pria dari keluarga kaya raya yang terkenal seantero kota
Squahamish. Ellie menerima permintaan Paul namun celakanya bantuan yang ia
berikan tidak berhenti di menuliskan satu buah surat cinta saja, tanpa ia
sadari Ellie terlibat “terlalu jauh” di dalam usaha Paul untuk mendapatkan
cinta Aster.
Hal
yang membuat ‘The Half of It’ terasa
sangat berkesan adalah di balik presentasinya yang terasa klasik itu dalam
mendaur ulang formula romansa tentang percintaan remaja beranjak dewasa namun
di sisi lain ia juga sukses menjadi sebuah penggambaran tentang cinta dengan
berbagai pesan yang manis. Sutradara Alice
Wu tahu betul hal-hal apa yang ingin ia sampaikan di sini dan juga tahu
seperti apa cara yang ingin ia gunakan untuk bercerita. Terdapat berbagai isu
dan pesan tentang kehidupan di dalam ‘The
Half of It’ dan itu berhasil ditackle dengan baik oleh Alice Wu menggunakan
konflik percintaan yang sangat sederhana dan berawal dari upaya menyatakan
perasaan cinta.
Dari
kulit luarnya ini akan tampak seperti sebuah kisah romance dan benar adanya bahwa itu menjadi tiang utama cerita,
namun di dalamnya terdapat sebuah coming-of-age
drama berbalut komedi ringan yang mencoba menggiring isu tentang hidup dan
proses bertumbuh menjadi dewasa agar meraih atensi penonton. Permasalahan utama
yang dikembangkan dengan aksi saling berbalas surat itu ternyata kemudian
menjadi sebuah pintu masuk dan jalan bagi masing-masing karakter untuk “menemukan”
diri mereka yang selama ini belum mereka ketahui. Namun menariknya adalah
perubahan yang dialami karakter dikemas oleh Alice Wu secara halus dan implisit.
Hal
tersebut membuat fokus pada cerita tetap tertuju pada upaya menyatakan cinta
yang juga menjadi media bagi berbagai hal-hal klise dan klasik tentang cinta
untuk hadir. Penonton terpaku ke sana karena memang ada progress yang menarik di bagian tersebut meskipun juga diwarnai
dengan berbagai gesekan yang menyenangkan. Dan sembari itu berkembang secara
perlahan di sisi lain Alice Wu juga
mendorong perlahan berbagai isu lain selain cinta untuk sedikit demi sedikit
mencuri atensi penonton. Tidak ada upaya dari mereka yang terasa frontal,
semuanya lembut dan tidak menciptakan kesan kehadiran mereka membuat pesona
dari cerita menjadi rumit. Yang ada justru mereka menjadi pelengkap yang manis
bagi kisah cinta di pusat cerita.
Mereka
tadi itu adalah isu dan pesan tentang kehidupan tadi. Karakter berada di usia
beranjak menuju dewasa sehingga apa yang sedang terjadi di antara mereka
bertiga pada akhirnya menjadi semacam proses penemuan jati diri bagi
masing-masing dari mereka. Kisah klasik itu membawa Ellie, Paul, dan Aster
menemukan kejutan yang menyadarkan mereka pada apa yang selama ini mereka inginkan
namun belum mampu untuk bergerak untuk berusaha mereka raih. Karakter-karakter
itu terjebak di dalam perangkap rasa takut untuk mengekspresikan isi hati, apa
yang terjadi di antara Aster dan Trig contohnya yang juga merupakan sebuah
penggambaran yang manis.
Ya,
klasik memang, namun yang justru membuat ‘The
Half of It’ terasa memorable dan
impresif adalah ketika Alice Wu tidak
menyelipkan upaya dramatisasi yang berlebihan di dalam penyampaiannya. Narasi
bergerak tenang dan lembut namun konsisten sukses menghadirkan berbagai punch yang cantik tentang cinta yang
kemudian berkembang semakin luas, mengarah ke makna menjadi manusia, menjadi
dewasa, serta makna kesempurnaan itu sendiri. Dan Alice Wu juga cermat dalam mengatur komposisi dari materi-materi
tadi, ketika ia rasa cukup ia berhenti di situ tanpa mencoba untuk menghadirkan
narasi dilebih-lebihkan dan terkesan eksploitatif. Alhasil ‘The Half of It’ terasa efektif dari segi tujuan dan terasa padat
dari segi kemasan.
Hal
lain yang layak disorot adalah bagaimana Alice
Wu dan juga pemeran yang ia arahkan berhasil memberikan “nafas kehidupan”
ke dalam masing-masing karakter. Bahkan karakter Edwin Chu, Ayah Ellie, yang diperankan oleh Collin Chou berhasil tidak hanya sekedar menjadi pelengkap belaka.
Daniel Diemer berhasil menampilkan
seorang pria muda yang kikuk dan masih sangat polos ketika berurusan dengan
cinta, perubahan perasaan yang Paul miliki juga ditampilkan secara implisit
dengan manis. Alexxis Lemire berhasil
membuat Aster menjadi wanita yang ingin keluar dari “penjara” namun masih
diliputi dengan keraguan. Bintang utamanya adalah Leah Lewis, sukses memaku atensi penonton sejak awal ia berhasil
menunjukkan gejolak batin dan perasaan yang melanda Ellie.
Overall, ‘The Half of It’
adalah film yang memuaskan. Ini merupakan sebuah coming-of-age drama bertopengkan kisah cinta yang tahu ingin
menjadi apa dan mengerti cara efektif untuk mencapai tujuan utamanya. Sejak
awal Alice Wu tidak mendorong ini
untuk tampak besar dan glossy lengkap
dengan dramatisasi percintaan yang “pedas” namun ia justru membuat semuanya
tampak sederhana dan lembut di dalam narasi yang terus bergerak dengan tenang
dan tegas itu, menggunakan konflik tentang cinta untuk menggambarkan menjadi
tumbuh dewasa serta makna menjadi manusia yang tidak sempurna, to get lost to be found. Sederhana tapi
terasa kaya.
"Love is messy and horrible and selfish...and bold." - Ellie Chu
ReplyDelete