Pada bulan April tahun 2014, Korea Selatan
diguncang sebuah bencana ketika kapal feri Sewol
yang hendak menuju Jeju dari Incheon mengalami kecelakaan dan
tenggelam. Berbagai teori penyebab kecelakaan dengan korban jiwa sebanyak 304
orang tersebut kemudian muncul, dari manuver liar kapal, kelebihan muatan,
hingga perawatan kapal yang kurang maksimal. Film ini mencoba menyoroti kondisi
emosi keluarga korban, pasangan suami istri yang mana anak mereka merupakan
satu dari 250 orang pelajar Sekolah Menengah Atas yang sedang berada di kapal
tersebut. ‘Birthday (Saeng-il)’ : a sweet emotion
showcase about mourning and letting go.
Jung-il
(Sol Kyung-gu) turun
dari taksi lalu kemudian dengan membawa koper serta sebuah boneka yang
merupakan hadiah untuk anak perempuannya ia melangkah masuk ke sebuah
apartemen. Ia tiba di sebuah pintu namun sayangnya meskipun telah berulang kali
menekan tombol bel tidak ada respon yang Jung-il dapatkan dari dalam. Pintu
tersebut memang sengaja tidak dibukakan oleh Soon-nam (Jeon Do-yeon), ia bahkan meminta anak perempuannya yang
bernama Ye-sol (Kim Bo-min) untuk
diam.
Jung-il dan Soon-nam adalah pasangan suami
istri yang telah lama terpisahkan jarak karena Jung-il harus bekerja di Vietnam. Celakanya hal tersebut pula
yang membuat pria tersebut tidak ada ketika sebuah tragedi menimpa keluarga
kecilnya itu. Pada tanggal 16 April 2014 anak laki-laki mereka yang bernama Su-ho (Yoon Chan-young) menjadi salah
satu penumpang yang berada di dalam Kapal Sewol, yang di hari itu mengalami
masalah dan tenggelam. Su-ho adalah salah satu korban dan hal itu membuat
Soon-nam hingga kini masih terus dirundung rasa sedih yang mendalam.
Peristiwa
tenggelamnya Kapal Feri Sewol merupakan sebuah topik yang sangat sensitif bagi
masyarakat Korea Selatan, tragedi yang menurut mereka juga merupakan bentuk
kelalaian pemerintahan kala itu. Kondisi tersebut sangat dipahami oleh
Sutradara Lee Jong-un di sini, sejak
awal hingga akhir penonton tidak pernah bertemu dengan mention secara langsung
terhadap peristiwa tersebut tadi. Hanya satu yang implisit, ketika sekumpulan
orang yang sedang menggalang bantuan dari para penduduk untuk ikut serta dalam
upaya mengangkat kapal yang sudah tenggelam tersebut. Selebihnya Lee Jong-un menyajikan sebuah
pertunjukan emosi.
Dan
itu adalah sebuah keputusan bijak yang terasa sangat tepat. Peristiwa
tenggelamnya Kapal Sewol sebenarnya memiliki berbagai macam celah yang dapat
digunakan dan “dieksploitasi” untuk menjadi sebuah cerita, bukan? Tapi di sini Lee Jong-un justru menggunakan jalan
yang terasa tidak mudah, meskipun memang terkesan sederhana karena yang disorot
adalah depresi dan kesedihan yang masih melanda salah satu keluarga korban.
Sejak awal hingga akhir Lee Jong-un
menampilkan cerita agar tetap tidak berada “dekat” dengan peristiwa utama, ia
justru memutar penonton bersama dengan karakter yang perlahan menunjukkan
tumpukan emosi yang semakin berat.
Dan
celakanya emosi yang terus menumpuk tinggi itu tampil dalam presentasi yang
tenang dan lembut. ‘Birthday’ akan
mengingatkan kamu pada seni dramatisasi khas Korea Selatan, ia tampak sederhana
dengan konflik yang tidak terasa rumit, tapi pada cerita terdapat emosi yang
terus bermain dengan manis, tapi tentu saja tampil dengan cara tenang. ‘Birthday’ punya ledakan besar dan
ketika momen itu tiba penonton akan merasakan seperti diberondong oleh berbagai
peluru dalam bentuk emosi yang subtle.
Penonton ikut meledak bersama karakter, kesedihan itu hadir dalam kapasitas
yang sangat pantas sebagai hasil setelah kita yang telah dibawa hanyut di dalam
perjuangan dua karakter utama untuk “berdamai” dengan rasa sedih mereka.
Lee Jong-un
sendiri menampilkan proses berdamai tadi secara sabar, karena memang luka emosi
dan psikologi akan lebih susah untuk sembuh. Trik yang ia gunakan di sini dalam
mengeksplorasi cerita terasa oke, kamar tidur yang masih dijaga oleh Soon-nam adalah contoh sederhana,
sedangkan bagaimana lampu di depan pintu masuk utama yang dapat hidup dalam
kondisi tertentu itu merupakan cara yang manis untuk menunjukkan alasan dari
semua gejolak emosi yang terjadi. Dan tentu saja sebuah jalan yang manis untuk
membawa karakter akhirnya berdamai dengan rasa sedih mereka masing-masing, yaitu
dengan "membagi beban" yang mereka rasakan.
Sejak
awal Lee Jong-un tampak sudah menetapkan garis finish yang terasa mantap, tidak heran sepanjang cerita tidak ada
usaha dramatisasi atau menggali yang terasa terlalu berlebihan. Mereka dikemas
secara padat, beberapa pemanis dengan menggunakan karakter lain di sekitar
mendiang Su-ho juga terasa oke untuk menambah kadar emosi di dalam cerita.
Destinasi akhir film ini adalah sama seperti judulnya, yaitu sebuah perayaan
ulang tahun yang di mana menjadi sebuah pelengkap sempurna bagi showcase emosi yang cantik, ditangani
dengan pendekatan emosi yang manis terutama pada proses tahapan itu dibangun untuk
mencapai titik puncaknya.
Di
balik kesuksesannya itu Lee Jong-un
juga harus berterima kasih kepada para aktor yang berhasil menjalankan peran mereka
dengan baik, bahkan untuk supporting role
seperti contohnya Kim Soo-jin, Tang
Joon-sang, dan juga Kwon So-hyun,
emosi yang mereka hasilkan punya peran penting bagi pertunjukan utama. Tugas Sol Kyung-gu tampak simple tapi tidak
mudah di sini, ia harus menjadi Ayah dan juga Suami yang merasa bersalah namun
juga harus tampak tegar, kedua hal itu ia tampilkan dengan cara yang sangat subtle dan mengingatkan pada aktingnya
di film Hope (Wish). Sedangkan
karakter Soon-nam merupakan
pembuktian terbaru dari Jeon Do-yeon (Way Back Home, The Shameless) mengapa ia merupakan aktris papan atas Korea Selatan, emosinya juga subtle namun mengiris serta menghujam
secara bersamaan.
Overall, ‘Birthday (Saeng-il / 생일) adalah film yang
memuaskan. Rasa yang hadir ketika menyaksikan film ini sama seperti apa yang
film ‘Kim Ji-young: Born 1982’ juga
berhasil berikan tahun lalu, sebuah drama yang tampil lembut dan tenang tentang
perasaan sedih yang terus menerus mengganggu karakter utama, namun sukses
menghasilkan berbagai punch yang
cantik dan memorable. Di sini hal
tersebut Lee Jong-un raih dengan
menggunakan dasar sebuah peristiwa yang sangat sensitif dan kemudian ia jahit
dengan pendekatan emosi yang terasa sabar untuk menjadi sebuah tumpukan emosi
yang siap meledak di penghujung cerita. Subtle
but biting, it’s a sweet emotion showcase about mourning and letting go.
Segmented.
"I won't say goodbye. Until next time, I'm just stopping here until we talk again."
ReplyDelete