“Benni.
Don’t kill him, okay?”
Anak
usia dini merupakan manusia-manusia muda yang berada di fase paling rapuh di
dalam lingkaran kehidupan, mereka ibarat gelas kaca yang dapat mudah pecah akibat tindakan yang salah. Yang dibutuhkan oleh mereka selain cinta dan kasih
sayang adalah lingkungan dan tentu saja orang tua yang tidak hanya sekedar
mampu melindungi mereka saja namun juga memberikan support terhadap tumbuh kembang emosi yang mereka punya. Karena
trauma di usia yang sangat muda adalah sesuatu yang sangat berbahaya, dan
ketidakberdayaan ketika masih menjadi anak-anak merupakan sebuah malapetaka. ‘System Crasher (Systemsprenger)’ : a lovely
and haunting catastrophe.
Warna
favoritnya boleh saja pink, warna yang identik dengan hal-hal lembut, namun ternyata
hal tersebut tidak serta merta menandakan bahwa anak perempuan bernama Bernadette (Helena Zengel) itu merupakan
sosok yang lembut. Ia bahkan mengganti nama panggilannya menjadi Benni, ia benci dipanggil Bernadette karena merasa nama tersebut
terlalu “manis”. Secara berkala mendapat wejangan dari para pengajar di sebuah special school yang pada dasarnya sudah “menyerah”
dengan Benni, sama seperti banyak keluarga asuh yang menolak untuk menerima
Benni.
Hal
yang wajar memang, karena meskipun kecil Benni merupakan sosok yang buas. Ia
terbiasa berkata kasar, melakukan tindakan kriminal juga bukan masalah baginya apalagi
untuk sekedar menyerang dan menyakiti teman-teman yang mengejek dirinya. Mudah
tersulut emosi merupakan dampak dari trauma yang pernah dialami oleh Benni yang
di sisi lain selalu meminta untuk dapat kembali ke Ibunya, Bianca Klaass (Lisa Hagmeister). Namun suatu ketika seorang pria
bernama Michael Heller (Albrecht Schuch)
menawarkan sebuah ide, yaitu membawa Benni tinggal di sebuah hutan.
Nora Fingscheidt
membuka debut film layar lebar
dirinya sebagai Sutradara ini dengan menampilkan Benni dalam keadaan yang
tampak normal, ia menggiring penonton untuk menanggap bahwa anak perempuan
tersebut mengalami sebuah penyakit akut yang sedang coba disembuhkan. Namun
yang hadir setelah itu sangat mengejutkan. Pada akhirnya kita sadar bahwa
memang Benni sedang mengalami rasa sakit yang begitu besar di dalam dirinya,
namun celakanya hal tersebut datang dalam bentuk problema yang jauh lebih besar
dan lebih rumit. Rasa “sakit” yang dialami oleh Benni ternyata tidak hanya
menghasilkan luka bagi dirinya saja, namun juga bagi banyak orang di sekitarnya,
baik itu secara fisik dan tentu saja secara emosi.
Benni
merupakan ‘system crashers’, mereka
yang masuk ke dalam kategori itu adalah orang-orang yang memiliki resiko sangat
tinggi untuk terjebak di dalam “lingkaran” interaksi negatif di dalam
kesehariannya. Sentuh ia sedikit saja dan jika dirinya menjadi kesal maka Benni
akan melemparmu dengan pisau tajam, Nora
Fingscheidt membentuk dengan cepat dan padat sebuah image dan kesan menakutkan yang dimiliki karakter utama kita itu.
Benni pada dasarnya merupakan monster
yang menakutkan, Nora Fingscheidt tidak
membatasi ruang gerak Benni dalam hal itu. Justru ia memberikan kebebasan bagi
Benni untuk menciptakan berbagai kekacauan dengan aksi hyperactive, dengan energi yang besar ia menghasilkan destruksi
yang besar pula untuk lingkungan di sekitarnya.
Namun
yang membuat ‘System Crasher’ terasa
menawan adalah dengan subjek dan objek yang terasa sangat kelam tadi ia justru
tidak tampil sebagai sebuah eksploitasi yang berlebihan terhadap isu utama.
Penuh dengan teriakan dan berbagai benturan emosi, ‘System Crasher’ justru merupakan sebuah haunting drama yang sukses menjadi semacam komentar untuk sistem
perawatan terhadap anak di usia dini. Mimpi buruk bernama Benni itu merupakan
manifestasi dari dampak yang akan muncul akibat error yang terjadi di dalam sistem “mendidik” anak. Nora Fingscheidt sama sekali tidak
mencoba menyudutkan Benni sebagai sosok yang bodoh dan disfungsional, ia justru
membentuk Benni sebagai sosok lembut yang sedang mengalami kesulitan yang
sangat berat.
Hal
tersebut yang pada akhirnya membuat penonton perlahan mulai menaruh simpati
pada Benni. Ia memang menghadirkan ledakan dari satu momen ke momen yang lain,
bahkan terkadang aksi agresifnya tersebut terasa sangat horror, namun di sisi lain Nora
Fingscheidt berhasil membentuk humanisme di dalam cerita sehingga kondisi
rapuh dan rentan yang dimiliki Benni terasa autentik. Ketidakberdayaan dan
perlawanan yang Benni tunjukkan menciptakan pesona yang bersinar terang, dan
hasilnya adalah rasa kasihan terhadap kondisi Benni yang seolah sedang
menjalani “pertempuran” di dalam dirinya itu terus bertumbuh semakin besar,
terlebih ketika ia berulang kali meminta untuk dapat bertemu dengan sang Ibu.
Tidak
ada dramatisasi untuk mengemis simpati dan empati, justru dengan terampil Nora Fingscheidt membentuk situasi dan
kondisi emosi Benni untuk menekankan betapa penting penerapan children care sejak usia dini. Ia bahkan
tidak menggunakan “jalan” yang mudah untuk menyelesaikan permasalahan itu,
tidak membuat semua itu hanya sekedar menjadi sebuah alarm bahwa dengan tetap melakukan hal-hal yang “benar” saja belum
tentu akan membuat semua akan baik-baik saja. Nora Fingscheidt justru merangkai cerita bukan hanya sekedar hitam
dan putih namun ia membentuk ini menjadi pink, dalam gerak cepat menggambarkan
kelembutan serta kekuatan yang dimiliki oleh cinta dan kasih sayang.
Impact
dan punch yang ditinggalkan oleh ‘System Crasher’ terasa manis, sama
manisnya seperti cinematography dari Yunus Roy Imer dan juga score dari John Gürtler yang secara konsisten menjadi kombinasi manis baik
pada momen tenang hingga berbagai uncomfortable
moment. Dan ya, gerak cepat begitu pula intensitas yang dimiliki cerita
tidak lepas dari kinerja akting seorang Helena
Zengel. Pemeran lain tampil baik, terutama Albrecht Schuch sebagai Micha, namun di sini Helena Zengel merupakan nyawa yang tak tergantikan. Cara ia
menampilkan emosi Benni sangat memikat, meskipun di satu sisi membuat Benni
sebagai sosok yang sesungguhnya rapuh dan rentan namun Helena Zengel terus
menyuntikkan energi eksplosif ketika Benni mulai berurusan dengan situasi
ekstrim.
Overall, System Crasher
(Systemsprenger) adalah film yang memuaskan. Dari luar ini
tampak layaknya sebuah malapetaka dengan beberapa materi ekstrim yang intens,
namun dibalik itu tersimpan sebuah kisah tentang ketidakberdayaan seorang anak
kecil yang sukses membawa penonton ke dalam rollercoaster
emosi yang manis. Nora Fingscheidt
pakai itu untuk menyoroti “sistem” children
care dengan cara yang sensitif tanpa terkesan mendakwa bahkan menunjukkan
kesentimentalan yang salah, menunjukkan bagaimana cinta, kasih sayang, dan support emosi merupakan beberapa hal
penting bagi anak di usia dini. Seperti Benni, yang ia minta adalah sang Ibu
dan kembali ke rumah. Such a lovely and
haunting catastrophe.
"I love you, Mama." :)
ReplyDelete