Capitalism
is shit? Memang tidak semua
manusia di dunia ini menyukai sistem yang dapat dikategorikan “keras” tersebut,
namun perkembangan jaman seolah mempermudah sistem ekonomi tersebut untuk
berkembang semakin besar. Dan semakin menarik? Dapat dikatakan demikian, karena
sistem kapitalisme memaksa setiap orang untuk dapat “bergerak cepat” dan seolah
telah menyiapkan hadiah menarik bagi mereka yang berani, mereka inovatif, dan
mereka yang thinking out of the box. Hal
tersebut hadir di film ini dalam bentuk perpaduan drama dan komedi. ‘Buffaloed’ : because fine is like
mediocrity's dumb cousin.
Sejak ia masih kecil Peggy Dahl (Zoey Deutch) sudah menunjukkan bahwa ia akan tumbuh
besar menjadi seorang wanita yang tangguh. Seleranya berbeda dengan anak-anak
kecil pada umumnya, ia lebih tertarik pada acara televisi yang mengajak
penontonnya untuk belajar menghasilkan uang dalam jumlah yang sangat banyak.
Dari sana Peggy kemudian bermimpi untuk menjadi wanita yang kaya raya, dan
untuk mencapai impian dan ambisinya tersebut Peggy terkadang tidak segan untuk
melakukan hal-hal yang secara hukum dapat dikategorikan ilegal.
Tidak heran Peggy pada akhirnya begitu
akrab dengan para polisi. Namun suatu ketika Peggy menemukan sebuah ide baru
untuk mewujudkan mimpinya tadi, yaitu dengan cara menjadi debt collector. Peggy memutuskan untuk bergabung dengan gembong
debt collector paling terkenal di kota Buffalo pimpinan seorang pria bernama Wizz (Jai Courtney). Namun ternyata
kemampuan yang dimiliki Peggy “kurang cocok” dengan sistem yang diterapkan oleh
Wizz, hal yang kemudian membuat Peggy memutuskan untuk mengambil keputusan.
Celakanya keputusan tersebut membawa Peggy masuk ke dalam sebuah masalah yang
sangat besar.
Peggy
Dahl merupakan karakter utama dan juga heroine yang sangat menarik, sedari
momen di mana ia menunjukkan selera yang berbeda dengan saudaranya ketika masih
kecil penonton sudah dapat merasakan pesona dan aura seorang pemenang di dalam
diri Peggy. Hal tersebut terus bertumbuh menjadi semakin kuat ketika Peggy
telah dewasa, yang tentu saja terus dieksploitasi dengan sangat baik oleh
Sutradara Tanya Wexler. Sulit untuk
menolak untuk tidak mendukung Peggy, ia punya semangat dan juga energi yang
memikat ketika mencoba untuk melakukan apapun cara untuk meraih ambisinya, hal
yang terkadang terasa gila namun dengan efektif sukses menjadi sebuah
penggambaran yang oke terkait American
dream.
Ya, Peggy bersama dengan semua ambisi besarnya
itu di sini adalah pengejawantahan dari American
dream, isu kapitalisme yang disentil secara tajam lewat berbagai aksi
cerdik dan bahkan jahat yang dilakukan pada konflik utama, yaitu debt collector. Yang membuat ‘Buffaloed’ terasa menarik adalah isu-isu
tersebut tadi dikemas oleh Tanya Wexler
dengan tone cerita yang terasa sangat cheerful,
fun to watch di mana penonton yang
telah menyaksikan Peggy terus berjuang menghancurkan berbagai rintangan yang
ada di hadapannya. Namun di sisi lain cerita yang ditulis oleh Brian Sacca itu juga berhasil dikemas
oleh Wexler untuk menimbulkan pertanyaan bagi penonton, setidaknya dari sudut
pandang ekonomi, hukum, dan moral.
Sama seperti karakter Peggy yang dipenuhi
dengan rasa percaya diri tinggi, eksekusi di paruh pertama film ini terasa
sangat percaya diri. Ada sebuah goals yang
sangat jelas di sana disertai dengan runtutan masalah yang menarik, upaya
pembuktian diri yang direncanakan Peggy juga terasa kuat. Di bagian itu kita
kembali bertemu dengan pesona yang menarik dari seorang Peggy, kecerdikan dan
kelicikan yang ia miliki dalam menghasilkan uang semakin mengukuhkan dirinya
sebagai karakter yang tangguh. Tanya
Wexler tidak membatasi gerak Peggy, ia justru melepas Peggy untuk
bergembira bersama berbagai taktik kotor dengan menggunakan aksi menemukan
solusi atas setiap masalah yang ia hadapi.
Namun di bagian tersebut cerita benar-benar
didominasi dengan tone yang terasa
santai, berbagai konfik mengalir dengan sangat baik serta dikemas dalam gerak
cepat, hal tersebut sukses membentuk presentasi yang mengakomodasi kelebihan
yang dimiliki oleh Peggy. Menariknya cerita ternyata tidak bermain di satu tone saja, dan di sana ‘Buffaloed’ mulai terasa goyah. Tidak
dapat dikatakan lebih berat atau lebih kelam, namun ‘Buffaloed’ menyimpan sebuah konflik yang lebih “serius” ketimbang
hanya menjadi arena bagi Peggy untuk tertawa lepas tanpa beban. Ada beban yang
ditaruh pada pundak Peggy, sesuatu yang lebih penting ketimbang ambisi untuk
menjadi kaya yang seolah selalu menjadi isi pikiran dan dasar dari setiap
aksinya.
Eksekusi yang dihadirkan oleh Sutradara Tanya Wexler di bagian ini tidak buruk,
apalagi dengan kualitas cerita dari Brian
Sacca, runtutan masalah masih terasa bagus. Namun perubahan mood cerita menjadi lebih serius
tersebut ternyata memberi dampak yang cukup besar pada daya cengkeram yang
dimiliki oleh cerita, terlebih karakter Peggy. Terasa goyah, masih terasa cheerful dengan spirit yang oke namun saya merasa apa yang terjadi di bagian akhir
serta sedikit di belakang sebelum bagian tersebut terasa too normal and a little too
easy. Kesan eksentrik yang kental sedari awal absen di sana, punch yang
sejak awal terus menerus dihadirkan oleh Peggy juga absen di sana.
Perubahan yang mendadak bukan menjadi
masalah namun bagian akhir kisah Peggy ini terasa tumpul, terlebih pada momen
ketika menyusun rencana licik dengan menggunakan ornamen dinding itu, momen
tersebut seharusnya terasa ketat dan kicking
namun yang hadir justru eksekusi yang terasa longgar. Untung saja hal tersebut
tidak memberikan dampak pada pesona karakter utama kita, Peggy Dahl, yang
diperankan dengan baik oleh Zoey Deutch.
Pemeran lain memberikan kinerja akting yang oke, terutama Judy Greer, namun sangat jelas di sini bahwa semua beban bertumpu
pada Peggy Dahl dan untungnya
dieksekusi dengan baik oleh Zoey Deutch, menampilkan pesona dari wanita
ambisius yang tidak takut untuk melakukan hal-hal “liar” demi meraih impiannya.
Overall,
‘Buffaloed’ adalah
film yang cukup memuaskan. Pesona Peggy yang sangat kuat berhasil menyelamatkan
bagian akhir yang terasa loose itu,
momen ketika cerita mulai mencoba membawa berbagai isu di dalam cerita semakin
muncul ke permukaan. Namun selebihnya Tanya
Wexler berhasil memberikan cukup banyak waktu bagi penonton untuk
bergembira bersama dengan karakter utama yang eksentrik, seorang wanita muda
dengan ambisi dan mimpi tinggi yang sukses membuat penonton terikat padanya. A good one.
Fine is like mediocrity's dumb cousin. :)
ReplyDelete