“If
you want to get anywhere in this life, you’ll have to be a bit of a bitch.”
Ada
alasan mengapa ketika seseorang sedang dirundung perasaan sedih, tidak peduli
itu ringan maupun berat, orang-orang akan mencoba untuk menghiburnya dan
membawanya keluar dari kesedihan tersebut. Dengan segera. Mengapa? Karena
terjebak di dalam kesedihan dapat membuat seseorang kehilangan arah tentu saja
dengan potensi terburuk yaitu dapat membawanya masuk ke dalam kekacauan yang
bahkan bersifat menghancurkan. ‘A Good
Woman Is Hard to Find’ : a simple but punchy thriller.
Wanita
bernama Sarah (Sarah Bolger) sedang
dihadapkan dengan berbagai masalah di dalam hidupnya, yang kemudian membuatnya
tampak tidak bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya penuh dengan
rasa sepi dan juga depresi akibat kehilangan suaminya, Steven Collins. Kini dengan uang yang terbatas Sarah harus
menghidupi dua anaknya, Lucy (Macie
McCauley) dan Ben (Rudy Doherty),
di mana nama terakhir diduga mengalami masalah mental karena menolak bicara
setelah menjadi bagian dari tragedi yang menimpa sang Ayah.
Sarah
tidak terima dengan keputusan Polisi untuk tidak melakukan investigasi terhadap
kasus yang menimpa suaminya. Masalah Sarah bertambah ketika suatu hari seorang
pria bernama Tito (Andrew Simpson)
masuk ke dalam rumahnya. Tito memberikan penawaran yang menguntungkan bagi
Sarah dengan syarat ia diberikan ijin untuk menggunakan rumah Sarah. Celakanya
hal tersebut justru membawa Sarah masuk ke dalam masalah baru yang kali ini
lebih berat, tidak hanya dari Tito namun juga dari seorang pria berdarah dingin
bernama Leo Miller (Edward Hogg).
Menulis
sinopsis di atas jujur saja membutuhkan
atensi yang sedikit lebih ektra jika dibandingkan dengan menulis sinopsis untuk
review-review lainnya, karena tidak
hanya karena lingkup masalah yang tersimpan di dalam cerita tidak terlalu luas
namun juga karena berbagai materi yang digunakan oleh screenwriter Ronan Blaney untuk menciptakan punch pada dasarnya adalah materi-materi yang klasik serta
sederhana. Dan materi tersebut dieksekusi pula secara sederhana oleh Abner Pastoll. Bagiamana bagian pembuka
berperan pada keseluruhan film terasa cukup besar, karakter utama menyapa
penonton dengan membasuh badannya disertai perasaan bingung yang tampak sukses
mengguncang pikiran dan emosinya kala itu.
Dari
sana kemudian hadir sebuah proses membangun masalah yang terasa padat dan lagi,
terasa simple. Ketika telah berhasil
membuat penonton bertanya-tanya serta penasaran dengan apa yang terjadi di
dalam kehidupan Sarah, kemudian Abner Pastoll membangun rangkaian masalah yang
membawa penonton ke titik awal tersebut. Jelas sekali wanita itu sedang
terperangkap rasa sedih yang mendalam, bercampur dengan rasa kesepian yang
terus melanda kita punya karakter utama yang tampak berada dalam kondisi cukup
rentan. Dari sana kemudian cerita menghadirkan kejutan di dalam hidupnya,
sebuah kejutan dalam bentuk pukulan yang sebenarnya tidak langsung menghujam
kuat.
Memang
kemunculan Tito pertama kali di dalam kehidupan Sarah memberikan efek kejut
yang terasa cukup kuat, namun itu lebih kepada pintu masuk bagi berbagai
masalah bagi Sarah yang seolah terus mencoba menempatkan dirinya di tepi jurang
terjal. Thrill yang dihasilkan dari
momen-momen tersebut terasa oke, presentasinya terasa simple dengan mempermainkan situasi genting dan tersudutkan yang
dialami oleh karakter utama. Abner
Pastoll menata berbagai momen thrilling
tersebut dalam kuantitas yang terasa oke, tidak pernah terasa coba diekploitasi
terlalu dalam namun dibentuk secara padat, surprise
– singkat – geser, surprise – singkat
– geser, metode yang efektif sembari tetap membawa gejolak batin di dalam diri
Sarah juga terus tumbuh semakin besar.
Apa
yang ada di dalam pikiran Sarah adalah hal terbaik dari film ini, dan itu
sangat membantu kualitas cerita yang sebenarnya ada di dalam kategori predictable. Tapi di sini Abner Pastoll membuktikan bahwa menjadi predictable bukanlah sesuatu yang buruk, secara perlahan ia rangkai runtutan masalah yang secara tiba-tiba masuk ke dalam kehidupan
Sarah itu dengan ritme yang menarik dan terasa stabil. Excitement yang dihasilkan cerita tidak ditempatkan pada posisi
yang selalu siap meledak, namun dengan tenang secara kumulatif terus bertumbuh
menjadi semakin besar. Hasilnya Sarah yang awalnya tampak rentan itu kemudian
mengalami perubahan akibat tekanan yang ia rasakan, terutama konsekuensi dari
aksi yang ia lakukan.
Ceritanya
tidak rumit, berbagai point dan isu
klasik yang coba dipresentasikan juga tidak terasa berat, namun seperti
judulnya sendiri ‘A Good Woman Is Hard to
Find’ adalah sebuah feminist thiller
yang berhasil menggambarkan bagaimana beratnya kehidupan Sarah yang harus
merawat dua orang anak, terintimidasi, dan tidak memiliki power untuk melawan. Bahkan caranya memperlakukan vibrator layaknya narkoba yang dapat
memberinya kepuasan yang ia inginkan adalah sesuatu yang tampak miris dan
terasa menyedihkan. Menariknya Abner
Pastoll tampilkan isu-isu tadi secara implisit, ia tetap mampu meninggalkan
punch yang kuat namun tanpa
mengorbankan thrill bahkan kesan gore yang
tersimpan di dalam cerita.
Abner Pastoll
menciptakan banyak ruang di mana ia dapat menampilkan kekejaman yang dialami
oleh Sarah serta konsekuensi menakutkan yang kemudian Sarah harus hadapi. Di
sisi lain ia juga memberikan kesempatan yang besar bagi para aktor untuk menampilkan
pesona yang dimiliki oleh karakter mereka, bahkan untuk Tito yang diperankan
dengan baik oleh Andrew Simpson,
sedangkan sebagai pemeran karakter antagonis utama Edward Hogg menjalankan tugasnya dengan baik. Bintang utamanya
tentu saja Sarah Bolger. Bolger
membuat karakter Sarah menjadi fokus utama yang cantik, development yang ia hadirkan terasa exciting dengan kemampuan membentuk nuansa atau feel dari karakternya, dari cara ia
berbicara hingga ekspresi, Sarah terasa seperti wanita nyata yang sedang lemah
dan dipenuhi ketakutan.
Overall, ‘A Good Woman Is Hard to Find’
adalah film yang memuaskan. Sejak awal Abner
Pastoll seolah telah memilih untuk bermain bersama berbagai konflik dan isu
dengan cara yang simple, namun dengan
kemampuannya menata materi klasik dan simple tersebut cerita yang pada dasarnya
terasa predictable itu juga berhasil
menyajikan sebuah perpaduan yang menarik, antara sebuah social drama dengan sorotan utama pada kondisi psikologis karakter
utama dengan pesona dan daya tarik yang memikat serta sebuah revenge thriller yang cukup frontal dan
menyenangkan serta terasa engaging. It’s
simple, but yeah, it’s punchy. Segmented.
Tito! :)
ReplyDelete