“Ingat,
tangan kalau pegal itu dipijat, bukan dipotong!”
Memang
tidak sempurna namun ketika ia hadir dua tahun lalu ‘Teman Tapi Menikah’ berhasil meninggalkan kesan yang cukup
mendalam terkait kisah cinta yang berawal dari pertemanan dan berakhir di
pelaminan. Film keduanya kali ini mencoba membawa kisah cinta itu maju satu
langkah, mencoba menelisik apa yang akan dihadapi oleh setiap pasangan ketika
mereka telah memilih untuk menjadi teman hidup selamanya. ‘Teman Tapi Menikah 2’ : sebuah lanjutan yang tepat sasaran.
Setelah
menjalin kisah asmara yang berawal dari pertemanan serta setelah bersama
berhasil menaklukkan berbagai rintangan, Ditto
(Adipati Dolken) akhirnya memutuskan untuk melamar wanita yang sudah lama
menjadi sahabatnya, Ayudia (Mawar Eva de
Jongh). Telah lama saling mengenal satu sama lain sebagai sahabat dengan
berbagai aksi konyol satu sama lain, awal dari pernikahan mereka yang terasa awkward itu perlahan tumbuh menjadi
kisah cinta yang masih dipenuhi mimpi-mimpi mereka sejak dulu.
Dari
yang sederhana hingga keinginan untuk berwisata ke luar negeri menghabiskan
waktu bersama, Ditto dan Ayudia dihadapkan pada sebuah fakta bahwa mereka
langsung diberi momongan. Kebahagian tersebut dengan cepat mengubah kehidupan
Ditto dan Ayudia, dari pernikahan yang awalnya penuh energi jiwa muda yang
penuh mimpi kini mereka harus mempersiapkan kehadiran calon anak mereka
tersebut.
Sutradara
Rako Prijanto sepertinya sadar akan
dampak dari pergantian pemeran pada karakter Ayu, ia membawa penonton untuk
mengenang kembali apa yang pernah terjadi di film pertama di mana rangkaian flashback tersebut telah diperankan oleh
pemeran baru. Hal tersebut sebenarnya tidak mudah, sebagai penonton kita ingin
agar jilid kedua ini mampu untuk meyakinkan bahwa perubahan yang terjadi
tersebut tidak memberi dampak yang akan terasa mengganggu. Dan syukurnya hal
tersebut yang menjadi hasil dari keputusan tadi. Dengan cepat dan dikemas
secara cukup padat pondasi dari kisah Ditto dan Ayu versi “baru” itu terasa charming, chemistry di antara mereka
terpancar dengan begitu mudahnya terutama pada banter antara sesama teman ketika masih di bangku sekolah.
Bagian
pembuka tadi menjadi jangkar yang cukup kuat untuk menopang kualitas dari
pesona yang kemudian hadir selanjutnya. Penonton langsung dibawa masuk ke dalam
kehidupan pernikahan antara Ditto dan Ayu, itu sebuah keputusan yang tepat
setelah mengetahui bahwa ternyata ada isu yang lebih kompleks telah menunggu di
babak selanjutnya. Yang menarik untuk disorot pada babak awal adalah bagaimana
situasi “cringe” yang dialami oleh
Ditto dan Ayudia di awal pernikahan mereka, terasa natural dengan tik-tok yang terasa oke. Lalu dari sana screenplay
yang ditulis oleh Johanna Wattimena
mulai mengembangkan isu yang sedikit lebih rumit tadi untuk masuk ke pusat
cerita, hadir dengan pergeseran yang cukup oke.
Kehadiran
“Si Mas” ternyata menjadi titik awal gejolak emosi yang dialami oleh Ditto dan
Ayudia, ditangkap dengan baik oleh Rako
Prijanto dalam kombinasi yang seimbang antara sudut pandang pria maupun
sudut pandang wanita. Gesekan di antara dua sudut pandang itu merupakan salah
satu elemen yang berhasil menyelamatkan daya tarik dari cerita. Konflik yang
sedikit lebih rumit tadi dapat jatuh menjadi sebuah perputaran masalah penuh
perdebatan yang repetitif, tapi di sini mampu dieksplorasi dan diekploitasi
oleh Rako Prijanto dengan baik. Ya, walaupun harus diakui ada satu atau dua
bagian yang terasa kurang compact namun tidak bersifat merusak.
Dua
menjadi satu merupakan salah satu dari sekian banyak arti sebuah pernikahan,
sebuah jalinan asmara itu disebut orang destinasi akhir sebuah kisah percintaan
yang harus dilengkapi dengan berbagai hal penting, salah satunya adalah
komitmen. Point itu yang coba terus didorong oleh film ini, tentu saja dengan
cara yang serius tapi santai dengan ditemani berbagai hal-hal lucu yang sukses
mengundang senyum hingga tawa. Ambil contoh pernyataan sederhana dari teman
Ditto, bahwa untuk menyembuhkan tangan yang sedang sakit caranya adalah dengan
dipijit hingga sembuh, bukan dipotong. Itu sederhana namun terasa sangat menohok
serta mewakili fakta bahwa pernikahan = not
easy.
Itu
mengapa ‘Teman Tapi Menikah 2’ dapat
dikatakan berhasil menjadi sebuah “alarm”
bagi pasangan muda yang hendak menikah, menyaksikan dua karakter utama yang
penuh dengan youthful energy dan mimpi-mimpi indah mereka itu
secara cepat kemudian “dipaksa” untuk berurusan dengan sesuatu yang jauh lebih
serius, terkejut, bingung, dan merasa kesulitan, teamwork harus di posisi terdepan. Berbagai isu tentang pernikahan
tersebut berhasil dipresentasikan dengan baik dan tepat sasaran, tidak terasa
terlalu dipaksa ketika berputar-putar di dalam kehidupan Ditto dan Ayudia,
mereka konsisten terasa menarik sehingga membuat berbagai kelemahan di bagian
lain seperti, ya, dapat dimaafkan, seperti alur dan momentum dari pergerakan
cerita yang sedikit terasa jumpy.
Ditunjang
sinematografi dengan beberapa gambar yang oke dan berpadu apik bersama
pemilihan warna, selain berhasil membentuk script
yang oke dari Johanna Wattimena sutradara Rako Prijanto juga sukses
membentuk dua karakter utamanya. Akting dari Adipati Dolken terasa lebih natural di sini, perawakan tengil Ditto
terasa lebih hidup dan tidak terasa kaku. Hal tersebut juga terbantu oleh Mawar Eva de Jongh yang tampil memikat
sebagai Ayudia. Tugas besar yang ia emban dilaksanakan dengan sangat baik oleh
Mawar, dengan paras cantiknya menjadikan Ayudia sebagai calon ibu muda yang
manja dan menggemaskan namun juga sangat sensitif. Chemistry yang terbangun di antara Adipati dan Mawar juga oke, banter yang ekspresif dan natural.
Overall, ‘Teman Tapi Menikah 2’
adalah film yang memuaskan. Jilid kedua ini sukses membawa kisah Ditto dan
Ayudia untuk berkembang dan naik ke level selanjutnya dari segi cerita. Konflik
yang lebih dewasa dikemas secara serius namun tanpa kehilangan pesona santai
yang menjadi daya tarik pendahulunya, dalam kuantitas dan kualitas yang oke ‘Teman Tapi Menikah 2’ berhasil
mempresentasikan suka dan duka dari sebuah pernikahan, dan tentu saja arti dari
sebuah pernikahan itu sendiri. Well done.
0 komentar :
Post a Comment