“Tapi yang lebih menakutkan justru
mengetahui kegilaan ini benar-benar nyata.”
Bersama
dengan saudaranya, Kimo Stamboel,
sutradara Timo Tjahjanto dapat
dikategorikan sebagai filmmaker yang
“keras kepala”. Tidak mau memanggilnya idealis, namun sejak mencuri perhatian
satu dekade yang lalu lewat film ‘Rumah Dara’, dari ketika masih berduet dengan
nama The Mo Brothers hingga karya
terakhirnya ‘Sebelum Iblis Menjemput’
Timo terus menerus teguh pada satu hal: let’s
have fun anak setan! Hal tersebut kembali hadir di film ini. ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’ : a
run-of-the-mill horror.
Seorang
wanita muda bernama Gadis (Widika
Sidmore) suatu hari didatangi oleh sahabat masa kecilnya, Dewi (Aurelie Moeremans). Dewi adalah
satu-satunya orang yang percaya pada cerita Gadis tentang masa lalu mereka di
mana Gadis percaya menyimpan sebuah misteri gaib yang harus mereka pecahkan.
Sayangnya, tidak lama berselang nasib tragis menimpa Dewi, hal yang kemudian
memaksa lima sahabat Gadis yang lain berkumpul, mereka adalah Jenar (Shareefa Daanish), Martha (Karina
Salim), Budi (Baskara Mahendra), Kristi (Lutesha), dan juga Leo (Arya Vasco).
Untuk
dapat memecahkan misteri tersebut Gadis dan teman-temannya memutuskan untuk
meminta bantuan kepada Alfie (Chelsea
Islan) dengan cara menculik Alfie dan adiknya Nara (Hadijah Shahab) lalu membawa mereka ke sebuah rumah yatim
piatu yang sudah tidak terawat lagi. Di sana Alfie menemukan dirinya bersama
sang adik terjebak dalam situasi yang memaksa mereka harus kembali berhadapan
dengan iblis, bertarung dengan mantan bapak pengasuh Gadis dan teman-temannya
semasa mereka kecil serta para penghuni rumah lainnya.
Ketika
muncul satu setengah tahun yang lalu, ‘Sebelum
Iblis Menjemput’ karya Timo Tjahjanto
(Rumah Dara, Killers, Headshot, The Night Comes For Us) sukses menghadirkan
sajian horror yang membawa penonton
bertemu dengan berbagai “mimpi buruk” yang terasa sangat menyenangkan. Masih
dengan signature milik Timo Tjahjanto
di mana kesan brutal seolah selalu berada di posisi terdepan, ‘Sebelum Iblis
Menjemput’ bergerak dengan pace yang
sangat oke menyajikan kisah tentang manusia melawan iblis, dari ritual, jump scares, hingga aksi kejar yang
penuh darah, penonton dibawa masuk ke dalam rangkaian konflik di mana momen
untuk penonton “bernafas” tidak terasa terlalu banyak.
‘Sebelum
Iblis Menjemput’ kala itu seperti menjadi sebuah pembuktian dari seorang Timo
Tjahjanto tentang visi yang ia miliki, dari hal teknis seperti cinematography hingga score lalu kemudian kemampuannya
menangani jajaran aktor dan aktris yang sukses menghadirkan “nyawa” ke dalam
masing-masing karakter yang mereka perankan. The terror = really good, permainan konflik di dalam cerita juga
sukses mengintimidasi penonton dengan perputaran konflik penuh gesekan yang
menarik, dari setting di awal yang
terasa kuat kemudian cerita serta karakter berkembang dengan ritme yang menarik
hingga berakhir di puncak yang terasa impresif.
Bagaimana
dengan ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’?
Dua paragraf sebelumnya dipenuhi dengan berbagai keunggulan dari film pertama,
hal-hal yang sayangnya beberapa dari mereka ternyata memilih absen di ayat dua
ini. Timo Tjahjanto kembali memilih
mengedepankan kebrutalan di sini, dan itu sebuah keputusan yang tepat karena
beberapa momen menyenangkan yang dimiliki film ini berasal dari sana. Meskipun
tidak banyak. Karena kembali mengedepankan kebrutalan Timo Tjahjanto membuat
karakter iblis langsung “menyerang” karakter manusia setiap kali mereka muncul,
beberapa dari mereka terasa oke tapi dampaknya memang momen “menggoda” penonton
jadi terasa minim.
Sehingga
tidak heran dampak dari pilihan yang diambil oleh Timo tersebut adalah mungkin
momen paling memorable bagi banyak
penonton dari film ini adalah ketika Alfie sedang bermain dengan lampu.
Kualitas paranoia yang terasa dari
kemunculan berbagai hantu dan iblis terasa tidak merata, secara kuantitas
mereka terasa kaya namun secara kualitas mereka kurang merata, beberapa jump scares memang sukses menciptakan
efek kejut yang oke namun beberapa dari mereka juga ada yang terasa monoton.
Sayang memang karena dari premis yang ia punya film ini sebenarnya masih
merupakan sebuah “mimpi buruk” bagi penonton, sayangnya kemasannya terasa lebih
longgar dibanding film pertama.
Tidak
ada masalah yang terasa mengganggu sebenarnya di sektor cerita, perputaran
konfilk terasa simple meskipun hadir
berbagai ritual dan hubungan sebab dan akibat di dalamnya. Di sini Alfie
diculik dan langsung dipaksa tune in di
dalam “permainan” tersebut, cerita juga tidak mendorong pertanyaan utama yang
terasa kompleks, and that’s okay. Masalahnya
adalah tidak hanya cerita yang pengemasannya terasa longgar, tapi juga
karakter, hal yang sebenarnya merupakan salah satu kunci keberhasilan di film
pertama. Upaya “mengganggu” lewat berbagai makhluk gaib yang terasa kerap
terasa rushing itu kurang berhasil
membuat karakter seperti sedang berada di dalam situasi genting yang diselimuti
rasa waspada, dan putus asa. Pesona yang dimiliki mayoritas karakter terasa
kurang oke.
Timo Tjahjanto
sedikit mencoba menghadirkan unsur psychological
thriller dipenuhi berbagai kekacauan emosi di sini, sayangnya emosi baik
dari cerita dan karakter perlahan menunjukkan grafik menurun secara kualiitas.
Emosi karakter mayoritas terasa kering, Alfie seperti karakter yang bingung,
berada di antara menjadi cemas dan menjadi tangguh di setiap momen, Chelsea Islan tampak kesulitan
mengendalikan itu, terasa jelas ia butuh Pevita
Pearce dan Karina Suwandi.
Sensasi berkualitas yang muncul dari karakter hanya berasal dari karakter Gadis
yang diperankan dengan baik oleh Widika
Sidmore, dalam diam ia misterius, setiap gerakan mengundang tanya, dan
momen “meledak” yang Gadis punya ditampilkan dengan baik oleh Widika Sidmore.
Overall, ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat
2’
adalah film yang kurang memuaskan. Bagian pembuka (sebelum Alfie muncul) itu
terasa sangat kuat, cinematography memikat,
berbagai kebrutalan yang tersaji juga cukup oke, serta kinerja akting impresif dari Widika Sidmore yang sukses
memperkenalkan dirinya dengan sangat baik. Itu adalah hal-hal positif dari film
ini, sebuah horror-slasher dari Timo Tjahjanto yang masih mengandung berbagai
elemen menyenangkan meskipun memiliki pula banyak kekurangan. Dari sisi sensasi
tidak sejajar dengan film pertama, kurang memuaskan, tapi sebagai sebuah kelanjutan
yang sudah dinantikan banyak orang ‘Sebelum
Iblis Menjemput Ayat 2’ tidak ada di kategori buruk. It's a run-of-the-mill horror, fall short but not bad. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment