13 March 2020

Movie Review: Onward (2020)


‘We are going on a grand and glorious quest.’

Dengan berkembangnya teknologi secara pesat sekarang ini umat manusia seolah semakin dimudahkan kehidupannya, semua menjadi lebih simple dan lebih mudah. Namun di sisi lain ada dampak yang kurang baik dari hal positif tadi, terlupakannya berbagai hal istimewa yang tidak bisa diberikan oleh teknologi tersebut. Film terbaru dari Pixar ini mencoba bercerita tentang hal itu, menggunakan template layaknya Zootopia mencoba membawa penonton bermain dengan magic bersama para mythical creatures. ‘Onward’ : when Zootopia meet Coco, it’s a surprisingly moving adventure.

Di dunia di mana berbagai mythical creatures saling hidup rukun dan damai, sihir dahulu telah menjadi sesuatu yang normal dan dihormati. Namun sayangnya akibat perkembangan jaman yang pesat terutama kemajuan teknologi kini peran dan pesona dari sihir telah menjadi usang dan terlupakan. Barley Lightfoot (Chris Pratt) mungkin merupakan beberapa yang masih “mengagumi” kekuatan sihir tersebut di dalam kaumnya, mempelajari berbagai macam mantra sihir Barley telah lama merindukan kesempatan untuk dapat melakukan petualangan pencarian sihir dengan menggunakan Guinevere, mobil van miliknya. Kesempatan itu tiba.

Bermula dari ulang tahun sang adik, Ian Lightfoot (by Tom Holland). Ian dan Barley menerima sebuah tongkat sihir dari ibu mereka, Laurel (Julia Louis-Dreyfus), benda yang merupakan pemberian dari mendiang ayah mereka. Namun ketika hendak mencoba tongkat sihir tersebut Ian dan Barley dikejutkan oleh kekuatan yang tersimpan di dalam tongkat tersebut, sebuah kekuatan sihir berhasil membuka “pintu” yang menghadapkan mereka pada sebuah peluang yang selama ini tidak pernah mereka bayangkan, yaitu kesempatan untuk dapat bertemu dengan sang ayah.
Tidak bermaksud untuk membocorkan pesona yang dimiliki oleh ‘Onward’, namun ternyata ada sebuah alasan yang sangat kuat ketika di bagian pembuka cerita yang ditulis oleh sutradara Dan Scanlon (Monsters University) bersama Jason Headley dan Keith Bunin itu penonton langsung dipertemukan dengan sebuah kondisi di mana sihir tidak lagi menjadi sesuatu yang “menarik” di dunia Ian dan Barley. Magic does exist namun kini dilupakan, kondisi tersebut memberikan efek yang sangat kuat pada hasil dari petualangan Ian dan Barley menemukan Permata Phoenix yang langka itu. Tentu saja tidak melulu tentang magic yang di sini ternyata dijadikan sebagai pondasi cerita, dari sana kemudian hadir sebuah heartfelt adventure yang memikat.

‘Onward’ seperti perpaduan antara Zootopia digabungkan dengan ‘Coco’, sebuah kisah tentang karakter non-manusia, berjalan dalam bentuk petualangan dengan sebuah pencarian sebagai fokus utama, namun di sisi lain berhadapan dengan isu yang lebih deep di sektor cerita. Ian dan Barley merupakan kakak beradik yang dinamis, Dan Scanlon gunakan berbagai humor dan gags untuk menemani mereka, menggerakkan mereka serta cerita terus maju dengan sangat lancar, namun dibalik berbagai aksi lucu itu terus tumbuh secara perlahan berbagai isu yang terasa lebih deep tadi, yaitu tentang kematian, kehilangan, serta sebuah kejutan yang manis tentang keluarga.
Tenang, tidak ada kesan yang sangat “gelap” di dalam cerita, berbagai banter dipenuhi aksi untuk terus bertarung dengan waktu mampu membuat penonton terpaku terlebih di mana ikatan emosi antara Ian dan Barley yang perlahan mulai tumbuh. Berbagai sentuhan comic juga ditata dengan baik oleh Dan Scanlon, mayoritas dari mereka sederhana namun hadir di saat yang tepat. ‘Onward’ tidak pernah terasa gelap atau gloomy, namun dibalik keceriaan tersebut petualangan itu ternyata tidak hanya sekedar usaha dari dua orang anak untuk dapat bertemu kembali dengan orang tua mereka, di sana ada sebuah pelajaran yang sangat baik bagi anak usia remaja yang mungkin masih dalam proses menemukan jati diri.

Dan untuk penonton dewasa kisah Ian dan Barley juga menghasilkan emosi yang memuaskan, berhasil mengingatkan kembali akan pentingnya koneksi antara keluarga dan saudara. Itu adalah hal magical yang mungkin punya potensi untuk semakin tergerus dengan perkembangan di jaman sekarang kedepannya, dan ‘Onward’ sukses menjadi pengingat akan hal tersebut. Ketukan emosinya memang tidak sepedas ‘Coco’ namun dengan plot yang terasa straightforward itu kemunculan momen emosional itu merupakan sebuah kejutan yang sangat manis, dalam kuantitas yang tidak berlebihan dan tepat sasaran serta dengan kualitas yang tajam.
Memang harus diakui ada beberapa bagian di mana ‘Onward’ seperti sedikit “diperpanjang” and a bit fall behind meskipun untungnya ditangani dengan baik Dan Scanlon sehingga tidak terasa mengganggu. Imajinasi yang tercipta diekploitasi dengan baik oleh Scanlon, dari cerita yang memiliki “hati” di titik pusat kemudian karakter dengan nyawa dan energi yang menarik ‘Onward’ surprisingly become a moving adventure. Polanya memang kejutan menunggu waktu ketika emosi telah terakumulasi, dan itu bagus terlebih jika mengingat kembali bagaimana perjuangan Ian dan Barley yang terus dihimpit oleh waktu menjadikan momen di mana cerita mengungkapkan goals utamanya berhasil meninggalkan punch yang memikat. 

Oh, tentu saja, perpaduan plus dan minus tadi hadir dalam bentuk presentasi visual yang menawan. Pesona Pixar tidak pudar di sini, berbagai kemegahan visual menemani penonton sedari awal hingga akhir. Begitupula dengan karakter, pesona dari sajian visual yang mereka miliki terpancar berkat kontribusi suara dari para pengisi suara. Tom Holland dan Chris Pratt sangat baik sebagai Ian dan Barley, chemistry mereka oke terutama dalam menggambarkan hubungan dua bersaudara yang tidak terlalu akur. Julia Louis-Dreyfus terasa oke sebagai seorang ibu pemberani, sedangkan Octavia Spencer menyuntikkan vocal dengan range yang bervariasi dan terasa hidup.
Overall, ‘Onward’ adalah film yang memuaskan. Bergerak lurus dengan menghadirkan petualangan energik yang berisikan aksi lucu dengan berbagai humor dan gags oke, ‘Onward’ sukses menggunakan tema magic yang ia usung untuk menghadirkan sebuah kisah tentang keluarga dengan emotional punch yang terasa memikat. Emosi ternyata bermain sebagai pendukung di sini, menunggu waktu untuk mengambil alih posisi terdepan lalu menghujam penonton, mempermainkan emosi penonton dan mungkin saja air mata mereka. It’s a surprisingly moving adventure. Thank you Onward.












2 comments :

  1. Long ago, the world was full of wonder. It was adventurous. There was magic. :)

    ReplyDelete
  2. Better sibling movie than frozen :)

    ReplyDelete