Cinta
adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta
juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor
pembentuknya, merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas
kasih dan kasih sayang, sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia
terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang,
membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang
diinginkan objek tersebut. ‘Emma.’ : a
handsome, clever, and rich story about love.
Wanita
muda bernama Emma Woodhouse (Anya
Taylor-Joy) suatu ketika merasa bahwa ia harus segera mencari teman atau
pendamping baru setelah pengasuhnya, Miss
Taylor (Gemma Whelan), memutuskan untuk menikah dengan seorang duda bernama
Mr. Weston (Rupert Graves). Tinggal
bersama sang ayah yang selalu hidup dalam kegelisahan, Emma akhirnya memutuskan
untuk berteman dengan wanita biasa dari keluarga kurang mampu bernama Harriet Smith (Mia Goth). Emma menyusun
rencana untuk menjodohkan Harriet dengan pendeta muda bernama Mr. Elton (Josh O'Connor).
Sebagai
syaratnya Emma meminta Harriet untuk menolak Robert Martin (Connor Swindells), dan itu dipenuhi oleh Harriet.
Namun celakanya keputusan tersebut justru membawa masalah baru, Emma dipaksa
menyaksikan rencana yang sedari awal telah ditentang oleh tetangganya yang
bernama Mr. Knightley (Johnny Flynn)
itu tidak berhasil mencapai sasaran. Situasi semakin kompleks dengan kehadiran Frank Churchill (Callum Turner) dan Jane Fairfax (Amber Anderson), dua sosok
yang tidak hanya sukses membuat sosok "handsome,
clever, and rich" itu sekedar kalah namun juga goyah.
Novel
karya Jane Austen dengan judul sama
yang merupakan sumber utama cerita film ini telah menjadi subjek dari berbagai
adaptasi film dan televisi, kisah tentang seorang anak perempuan bangsawan
bernama Emma, wanita muda yang cantik, pintar, dan tentu saja kaya raya. Dalam
hitungan beberapa menit saja sejak titik start kita langsung dibawa oleh
sutradara Autumn de Wilde untuk tidak
hanya sekedar mengenal karakter Emma secara personal, namun juga mengetahui
“dunia” yang ada di sekitarnya. Emma adalah karakter yang unik, tinggal di
Inggris abad ke-19 di mana aturan sosial berlaku sangat ketat Emma justru
memegang teguh rasa percayanya, bahwa dengan kemampuan dan kelebihannya ia merupakan “pusat” dari dunia.
Dan
Autumn de Wilde gunakan kondisi
tersebut sebagai mesin penggerak pementasan yang ia hadirkan. Berulang kali
penonton diajak menyaksikan bagaimana Emma mencoba melakukan keahliannya, yakni
sebagai matchmaker, dan kali ini Harriet Smith adalah sosok yang ingin ia
bantu. Autumn de Wilde dengan sangat
cermat menjaga agar screenplay yang
ditulis oleh Eleanor Catton tidak
langsung membawa konflik utama menjadi pusat perhatian. Penonton dibawa
menyaksikan berbagai rintangan yang kemudian menyapa Emma tapi juga disertai
dengan sebuah perubahan atau trasnformasi emosi dan isi hati yang hadir secara
bertahap dari karakter utama, menyaksikan wanita yang “angkuh” itu akhirnya
perlahan luluh karena cinta.
Perubahan
itu hadir lewat berbagai gesekan rasa tertarik yang disertai berbagai
kesalahpahaman lucu di dalamnya. Bergerak secara bolak-balik penonton dibawa
oleh Autumn de Wilde menyaksikan
gesekan yang terjadi antara Emma dan Knightley, mereka dibentuk layaknya Tom and Jerry yang sulit untuk bersatu
meskipun saling menyayangi satu sama lain. Banter
di antara karakter digunakan untuk sejenak menggeser komedi agar menjadi
pusat atensi, sama seperti cerita mereka terasa simple namun kesan lucu yang dihasilkan sangat kuat dan kaya. Tapi
dengan sangat terampil di balik cerita yang bergerak lembut dan santai itu penonton
dapat merasa sensasi dari ketegangan seksual yang perlahan terus tumbuh semakin
besar secara elegan.
Sangat
implisit, karena sedari awal memang tidak langsung dibawa oleh Autumn de Wilde untuk menjadi fokus
utama, namun ketika mereka hadir hal-hal berbau romance itu terasa memikat, terasa straightforward dan tajam tapi juga sopan serta elegan. Tidak mudah
untuk membuat karakter yang awalnya tampil tangguh perlahan mulai goyah dan
akhirnya luluh karena cinta, tapi dibantu dengan dialog-dialog cantik dari Eleanor Catton perubahan ditampilkan
Emma di sini terasa sangat baik. Autumn
de Wilde membuat rahasia yang tersimpan di dalam cerita menghasilkan
tumpukan kemalangan dan emosi bagi Emma, pintu masuk yang kemudian menyadarkan
Emma akan kelemahan yang selama ini ia miliki, sebuah pemikiran yang
terdistorsi konsep semuanya telah dirancang untuknya.
Ya,
pada akhirnya ini adalah kisah tentang bagaimana besarnya kekuatan yang
dimiliki oleh cinta dengan ditemani berbagai isu menarik lain di sekelilingnya.
‘Emma.’ merupakan penggambaran bahwa
sekeras dan sedingin apapun seseorang mereka punya sisi sensitif yang dapat
dibuka dengan menggunakan cinta, dari perhatian hingga kasih sayang. Hal-hal
tadi dapat penonton rasakan dengan sangat mudah dari film ini, penyampaian yang
Autumn de Wilde gunakan terasa modern meskipun setting cerita berada
jauh di belakang kita. ‘Emma.’ tidak dibentuk menjadi kaku oleh de Wilde, ia
tidak terpaku pada setting hingga tatanan bahasa yang formal dan justru
membentuk berbagai isu di dalam cerita dengan perpaduan bersama sentuhan modern yang terasa segar.
Pencapaian
tersebut tidak lepas dari kesuksesan Autumn
de Wilde yang mampu membuat setiap karakter di dalam cerita terasa menarik,
bahkan untuk karakter minor seperti Mr.
Woodhouse (Bill Nighy (About Time)) dan Mrs. Elton
(Tanya Reynolds). Kombinasi antara heart
dan humor jadi kunci di sini, karakter yang mayoritas dibentuk agar tampil quirky menjalankan tugas mereka ketika
berurusan dengan hal-hal comic tapi
tetap menaruh fokus utama pada upaya membuka mata hati dan pikiran dari
karakter Emma, dan George. Pesona setiap karakter tidak lepas dari kesan
eksentrik, mereka seolah menjadi sekumpulan karakter lucu yang sedang
berhadapan dengan hal-hal serius yang dikemas dengan sangat baik.
Hasilnya,
ketika elemen drama menjadi sorotan utama penonton dapat merasakan emosi yang
kuat namun tidak terlalu berat atau menyiksa, sedangkan ketika elemen komedi
berganti mengambil kendali penonton akan dengan mudah tersenyum hingga tertawa
dengan aksi kocak karakter, karena memang mereka telah dipersiapkan dengan baik
untuk itu. Dua elemen tadi berpadu cantik dalam pementasan layaknya panggung
teatrikal, semua tampak terukur secara presisi terutama pada cinematography yang menawan itu, dari landscape, medium shots, close-up shots, mereka semua cantik, camerawork terasa elegan dan artistik.
Dibalut dengan score yang manis serta
tatanan editing yang halus, production design ‘Emma.’ juga sukses
mencuri perhatian, mereka top-notch
bersama costumes design yang cantik
dan ekspresif itu.
Last but not least,
tentu adalah kinerja akting. Dua nama yang mencuri perhatian selain dua
karakter utama adalah Miranda Hart
yang memerankan Miss Bates serta Mia Goth. Tugas Harriet adalah sebagai
pembuka jalan dengan sifat polos, Mia Goth (Nymphomaniac, A Cure for Wellness) tampilkan itu dengan baik, sedangkan
Miranda Hart punya momen emosional yang ia eksekusi dengan baik setelah
sebelumnya membuat Miss Bates menjadi karakter yang sedikit unik. Sedangkan Johnny Flynn membuat George menjadi love interest yang menarik bagi Emma,
yang diperankan dengan sangat baik oleh Anya
Taylor-Joy (The Witch, Split), wajahnya sangat ekspresif, emosinya tepat sasaran, ia terus
memancarkan pesona selama Emma perlahan mulai berubah dari seorang wanita yang
menjadi awalnya menjadikan cinta sebagai permainan belaka.
Overall, ‘Emma.’
adalah film yang sangat memuaskan. Mengingatkan saya pada ‘Love & Friendship’ beberapa tahun yang lalu, di debut
perdananya sebagai sutradara film layar lebar ini Autumn de Wilde sukses menggunakan kisah sederhana karya Jane Austen itu menjadi sebuah
penggambaran tentang cinta yang menyenangkan dan menawan. Tampil layaknya
panggung teatrikal yang tertata rapi dan bersih, ‘Emma.’ membawa berbagai
isu-isu klasik yang masih dapat dengan mudah ditemukan sekarang ini, mengemas
mereka menjadi side dish untuk sajian
utama yang disajikan dalam kapasitas dan kualitas yang tepat sasaran, yaitu
tentang the power of love. God, it’s
gorgeous. Segmented.
Emma, you should not make matches or foretell things.
ReplyDelete