“We’re
going to make history”
Hadir
tahun 2013 yang lalu, ‘Rush’
merupakan racing movies rilisan
paling baru yang sukses membuat saya larut tenggelam di dalam cerita tentang
balapan mobil, sebuah dramatisasi yang cerdas dan menawan, bergerak cepat dan
juga intens. Finally I get a better
movie, menggunakan dua nama besar di dunia otomotif mobil menyajikan aksi
dan upaya untuk saling mengalahkan di lintasan balap mobil. Ford v Ferrari : a racing movie that will
bring the engines to your chest.
Pada
tahun 1959, pembalap bernama Carroll
Shelby (Matt Damon) sukses menjadi pemenang the 24 Hours of Le Mans, menaklukan uji ketahanan brutal di
lintasan balap mobil Perancis yang terkenal berisikan lintasan lurus panjang
dan belokan yang kejam. Sayangnya akibat kondisi jantung Shelby kemudian
dipaksa harus pensiun dini dan kini membangun perusahaan yang bergerak
membangun mobil. Shelby kemudian direkrut oleh Lee Iacocca (Jon Bernthal), Wakil President dari Ford Motor Company yang sedang mengemban
misi besar dari pimpinannya, Henry Ford
II (Tracy Letts).
Ford berniat
berpartisipasi di the 24 Hours of Le Mans
untuk meningkatkan penjualan mobil mereka, dan ide awalnya adalah dengan
“membeli” Ferrari. Namun tawaran
tersebut ditolak oleh Enzo Ferrari (Remo
Girone) yang memilih penawaran dari Fiat
sehingga ia masih dapat memiliki Scuderia
Ferrari. Tidak terima akan “hinaan” tersebut Henry menugaskan tim miliknya
untuk membangun mobil, dengan tujuan utama adalah mengalahkan Ferrari di Le Mans. Dalam proses tersebut Shelby dibantu oleh Ken Miles (Christian Bale), a hot-tempered
British racer.
Jika
menilik sinopsis di atas tadi yang
sesungguhnya cukup sederhana harus diakui durasi 152 menit yang dimiliki film
ini terasa sedikit terlalu panjang, tapi hal tersebut menariknya tidak
memberikan efek negatif yang besar. Ditulis oleh Jez Butterworth dan John-Henry Butterworth (Edge of Tomorrow) serta Jason Keller (Escape Plan), 'Ford v Ferrari' punya
pondasi cerita yang terasa simple tapi kuat, konflik utama sederhana tapi
mereka berhasil diperluas secara bertahap dan mantap. Di awal kita mendapati
kondisi hitam dan putih yang menarik, Ferrari
dominan di lintasan balap namun sedang punya masalah finansial, sedangkan Ford ada di kondisi sebaliknya, mereka
kesulitan di lintasan balap dan berniat untuk membeli Ferrari. Sebuah setup yang manis.
Dan
ketika setup itu telah terbentuk
sutradara James Mangold (The Wolverine,
Logan) langsung membawa cerita bergerak dengan kecepatan penuh. Pengarahan
dari James Mangold terasa terampil,
sama seperti yang ia dahulu lakukan di ‘Logan’
di sini dari mulai proses hingga ketika kita bertemu puncak cerita penonton
dapat merasa sebuah penggambaran yang terasa crispy, bergerak cepat dan memikat serta penuh energi. Banyak momen
di dalam cerita yang terasa breathtaking
dan punya intensitas yang kuat, seolah sudah ada “aturan” yang ia harus patuhi
sedari awal sehingga James Mangold tampak sangat percaya diri membangun cerita,
dari pace hingga focus semua berhasil
dibentuk dan dikendalikan dengan baik.
Dan
tampaknya kesuksesan tersebut merupakan hasil dari upaya untuk menaruh “jiwa”
dari cerita kepada dua karakter utama, yaitu Shelby dan Ken. Ini bukan tentang
pertarungan antara Henry Ford dan Enzo
Ferrari seperti yang saya kira dulu ketika berita terkait produksi film ini
muncul, ini adalah cerita tentang dua orang pria yang membangun sebuah mesin
dengan “jiwa” agar dapat menang di Le
Mans. Prosesnya sendiri juga menarik, dari awalnya berisikan sentimen
kemudian berganti menjadi perjuangan yang diwarnai konfrontasi ego dan diskusi.
Itu belum menghitung penggambaran tentang friendship yang antara Shelby dan
Ken, dari tentang bisnis dan boss hingga tentang idealisme dan strategi.
Terdapat
berbagai pertentangan yang terus terjadi di dalam cerita, seperti ada garis
pembatas yang membatasi usaha yang sedang dilakukan oleh Shelby, Ken, dan tim
mereka. Situasi tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Mangold, mereka terasa
dinamis bahkan di momen ketika Shelby dan Ken saling bercekcok. Hubungan antara
Shelby dan Ken sendiri merupakan central yang
menarik dari kisah tentang American dream ini, friendship
yang terbangun tampak tidak digali terlalu dalam terasa lembut, mampu menjadi
penyeimbang dibalik elemen teknis yang tampil “berisik” itu, berisikan berbagai
pendekatan yang terasa stylish untuk
menciptakan hell of a ride.
Seperti
mention di bagian awal tadi, Ford v Ferrari berhasil menghadirkan
sebuah pengalaman di mana penonton seolah merasakan menjadi pembalap mobil yang
sebenarnya. Racing sequences terasa electrifying, ketika deru mesin menyala
ada rasa tertendang yang begitu kentara di dada untuk kemudian berganti heart-stopping sound yang terasa vivid. Ini adalah film rilisan tahun
2019 dengan kualitas sound mixing dan
sound editing terbaik, sukses
memberikan excitement yang terakhir
kali saya rasakan di Mad Max: Fury Road.
Scenes sendiri ditangkap dengan manis
oleh Phedon Papamichael namun film editing adalah elemen teknis yang
mencuri perhatian selanjutnya.
Film editing
dari Michael McCusker dan Andrew Buckland sukses “merangkai” potongan-potongan adegan
menjadi satu kesatuan yang padat dan seimbang, terutama pada racing sequences dari rasa menakutkan,
mendebarkan, menegangkan, hingga mengejutkan, semua blend dengan baik. Dan penuh warna, sama seperti bagaimana kisah
tentang friendship sukses mencuri
atensi dan menjadi hati bagi Ford v
Ferrari. Lewat gerak kecil Matt Damon
dan Christian Bale sukses membuat
Shelby dan Ken menjadi duo yang menawan, koneksi mereka oke, fighting each other and fighting together,
mereka menyajikan banter yang juga
asyik dengan aspek komedi yang oke.
Overall, Ford v Ferrari
adalah film yang sangat memuaskan. Tidak ada kejutan yang sangat besar di sini,
rute yang dipakai familiar dan kisahnya sendiri merupakan sesuatu yang
familiar, tapi materi tersebut digunakan dengan baik oleh James Mangold dan tim miliknya untuk menciptakan sebuah kisah
tentang dunia balap yang terasa menyenangkan. Bukan tanpa cela memang namun
mereka dengan mudah tertutupi oleh experiences
yang hadir, dari pressure dan
strategi hingga exciting race track
sequences, Ford v Ferrari sukses
memberikan movie experiences yang
terasa gripping. And yes, I admire its
sound technical aspects.
Ferrari! :)
ReplyDelete