"I just heard you play and I want to…"
Mungkin karena definisi
dari kata cinta yang begitu beragam sehingga pada akhirnya terdapat begitu
banyak rupa pendekatan yang dilakukan oleh filmmaker
terhadap genre romance, dan tidak
semua dari mereka berhasil tampil baik. Dengan konsep utama yang kerap terasa corny genre romance itu sebenarnya tidak
ribet tapi dengan syarat filmmaker
harus paham “peta” dari genre romance itu sendiri sehingga tahu “twist” semacam apa yang harus ia
hadirkan ke dalam formula klasik dan klise tersebut. Sutradara ‘Whiplash’ Damien Chazelle paham pada "peta" tersebut dan tahu apa
yang harus ia lakukan, mengolah kembali corny
and classic concept tadi menjadi sebuah feel-good
story yang menggabungkan kisah cinta dan musical. It’s like ‘Singin 'in the Rain’ meets ‘The Wizard of Oz’ with lovely
modern twist.
Ketika film dimulai
pria bernama Sebastian (Ryan Gosling)
dan wanita muda bernama Mia (Emma Stone) tentu
saja tidak tahu bahwa mereka berdua merupakan perfect couple, namun bersama tarian dan nyanyian perlahan Mia dan
Sebastian mulai sadar bahwa mereka berdua seperti tercipta untuk hidup bersama.
Pria yang merupakan seorang pianist dan wanita yang sedang mencoba menjadi
aktris itu masing-masing memiliki mimpi yang ingin mereka raih tapi ketika
jalan untuk mencapai hal itu mulai tampak mereka mulai dihadapkan dengan
berbagai problema, dari tentang hidup dan tentu saja tentang cinta.
First
of all dua karakter utama kita sejak awal kemunculan
mereka di layar seperti telah menunjukkan kalau mereka itu orang-orang yang
menarik untuk diamati sehingga kamu dibuat yakin bahwa mimpi yang mereka punya
akan mudah untuk tercapai jika menemukan jalan yang tepat. Tapi sebenarnya itu
tidak hanya membuat cerita atau petualangan yang bermula di highway itu sekedar tampak menjanjikan
tapi mereka terus tumbuh semakin dan semakin besar ketika durasi semakin jauh
berjalan. Saya suka dengan hal tersebut, dua karakter memiliki ambisi tapi
kemudian berhadapan dengan pressure,
lalu selipkan musik di dalamnya serta berbagai tarian yang menyenangkan sebagai
pelengkap. Apa yang dia tampilkan di Whiplash
berhasil mengejutkan saya tapi jujur saja kala itu saya tidak pernah
membayangkan Damien Chazelle akan
membuat another magical film seperti
yang dia lakukan di La La Land ini.
Sebenarnya cerita yang
terjadi di antara Mia dan Sebastian jika dinilai secara objektif tidak
memiliki kandungan materi yang sangat special tapi seperti yang saya sebutkan
tadi script tersebut dilengkapi
dengan magic oleh Chazelle. Tidak hanya lewat kata-kata namun musik dan tarian
juga membuat penonton semakin jauh tenggelam di dalam dunia milik Sebastian dan
Mia, Gosling dan Stone benar-benar menghadirkan pasangan muda yang tampak nyata
dengan chemistry mereka yang menawan.
Setiap kali mereka bersenda gurau penonton seperti merasakan butterfly di dalam perut mereka, itu
adalah bukti bagaimana kesuksesan Gosling dan Stone dalam “menghidupkan” Mia
dan Sebastian ke dalam layar. Dari singing
dan juga dancing perjalanan kisah
cinta mereka terasa sangat ekspresif dan natural, mereka tidak hanya punya charm yang terasa oke saja tapi juga authenticity yang terasa sangat mumpuni.
Di tangan sutradara
lain mungkin komposisi seperti yang saya jelaskan tadi akan berakhir menjadi
sebuah kisah cinta yang terasa “jaded”
tapi tidak di tangan Chazelle. Di balik tarian dan nyanyian itu tadi kamu dapat
merasakan sesuatu yang lebih “thoughtful”
di samping hal-hal klasik dan klise dari bagian romance, dari ambisi dan pengorbanan mereka juga menjadi bagian
penting cerita La La Land. Hasilnya La La Land punya berbagai rasa yang
variatif dan dikombinasikan dengan baik oleh Chazelle, dari yang sweet hingga bitterness mereka berpadu dengan baik
untuk membantu Mia dan Sebastian membuat kisah mereka menjadi sesuatu yang
untuk dikenang lama. Hal itu Chazelle raih dengan tidak meninggalkan kesan trying too hard di dalam cerita, sama
seperti Whiplash semua mengalir layaknya musik jazz yang sepertinya menjadi pedoman dari elemen teknis seperti score, editing, dan cinematography,
sama seperti lagu-lagu seperti Audition
dan City of Stars mereka semakin lama
semakin terasa menyenangkan.
Chazelle tidak
menciptakan sebuah gebrakan baru di genre musical lewat La La Land, dia bahkan pada dasarnya hanya melakukan repackaged pada berbagai elemen klasik
dari genre musical dan mengolah kembali mereka dengan sentuhan magis yang ia
punya. Yang menarik adalah Chazelle berhasil mendaur ulang formula klasik itu
menjadi sebuah sajian yang terasa modern tanpa menghilangkan basis utama.
Konsep film ini harus diakui terasa corny
tapi Chazelle seolah paham modern twist
macam apa yang cocok untuk membuat konsep tersebut menjadi sebuah experience yang menyenangkan bagi
penontonnya. Salah satu film terbaik di tahun 2016. Segmented.
Mbak, tinggalnya di luar negeri ya? Film yang belum rilis disini udah direview aja. Jadi iri, hahaha
ReplyDeleteBtw, ada info gak kapan La La Land masuk Indonesia?
DeleteUdah Midnight di XXI
DeleteKira2 anak 6 tahun bisa enjoy ga ya mba? Thanks. hehe
Silahkan cek profil blogger penulisnya ya mas Dicky. :)
DeleteIya mas rupanya di luar negeri haha. Udah nonton dan emang bagus banget. Gangerti lagi sama orang yang bilang La La Land jelek atau overrated (they said Les Miserables is a better musical)
DeleteTidak perlu ngak ngerti karena ngak semua orang suka musical. Dan ngak semua orang suka jazz. :)
Deletedi indo masih belum ada ya?
ReplyDelete