"We’re all going to hell."
Jika kamu masih ingat
salah satu topik menarik di antara moviegoers
pada tiga tahun yang lalu mengandung sutradara film ini di dalamnya, yaitu Ben Affleck. Saat itu Ben terpilih untuk
memerankan Batman pada rencana besar DC membangun universe mereka dan
kemudian hadir pertanyaan apakah Ben layak untuk memerankan tokoh ikonik
tersebut. Tapi hal lain yang juga tidak kalah menarik adalah dengan terpilihnya
dia sebagai Batman lalu bagaimana dengan kiprah karir Ben Affleck yang kala itu sedang mekar sebagai sutradara mengingat
setahun sebelumnya ia memproduksi Argo.
Now he’s back with ‘Live by Night’, but, yeah, he’s back.
Joe
Coughlin (Affleck) dahulunya merupakan seorang pria baik
namun dari status good man tersebut
ia kemudian masuk ke dalam bisnis kriminal. Dari bar dan permainan poker
Joe merupakan seorang perampok bersenjata tapi menariknya masih memegang
prinsip moral untuk tidak membunuh siapapun. Joe tidak merasa ia merupakan
seorang gangster sehingga menolak
bergabung dengan Italian mob dan juga
Irish mob. Dari sana hadir berbagai
masalah besar bagi Joe termasuk yang terkait dengan wanita bernama Emma Gould
(Sienna Miller).
Sebenarnya sinopsis di atas tapi masih sebagian
kecil dari apa yang terjadi di dalam cerita yang diadaptasi oleh Ben Affleck dari novel Live by Night karya Dennis
Lehane, dari pembunuhan kemudian aksi penyelematan polisi, kematian
kemudian penjara, berbagai materi yang identik dengan film bertemakan crime hadir di sini untuk menciptakan
sebuah kisah yang tidak hanya rumit tapi juga terasa unik. Mengapa unik? Karena
di sini selaku man in control Ben Affleck
tampak berusaha untuk kembali mengulangi pencapaian yang ia raih di ‘Argo’ empat tahun lalu, menjadi sebuah
sajian yang compelling dengan suspense dan thrill yang memikat. Apakah itu berhasil tercapai? Berawal dengan
kesan chessy yang terasa cukup kental
harus diakui bagian awal film ini punya potensi untuk mengarah ke sana terutama
pada cara Ben Affleck membentuk setup
bagi konflik dan karakter dengan gangster
genre sebagai arena.
Live
by Night merupakan sebuah kisah yang cukup kompleks sehingga
harus diakui terdapat banyak “benang” di dalam cerita, tidak heran di awal kamu
akan merasa tertarik pada karakter dan konflik. Apa yang akan terjadi
selanjutnya, pertanyaan itu berhasil dikemas dengan baik oleh Ben Affleck di bagian itu apalagi di
sini tokoh protagonist kita berada di
sisi yang “salah” di dalam cerita. Ben juga mencoba membuat materi agar tampak
“intelligent” setelah menjejalkan
berbagai karakter dengan latar belakang dan subplot, dari race misalnya
terdapat berbagai materi terkait society di
dalamnya. Ben Affleck mencoba membuat Live
by Night untuk secara perlahan memancarkan kesan menyeramkan tapi di sisi
lain tidak mengurangi kesan over-the-top
yang sepertinya menjadi main arsenal
yang ia gunakan di sini. Itu semua berhasil membuat Live by Night tampak menjanjikan hingga ketika ia berubah menjadi
sebuah crime film yang, well, terasa quite “fragile”.
Semuanya tampak menjanjikan di Live by Night dan tidak pernah terasa monoton tapi pada akhirnya kamu sadar bahwa berbagai
“potongan” yang film ini hadirkan tidak berhasil menyatu menjadi sebuah
kesatuan yang terasa padat dan solid.
Tiba-tiba gangster genre yang tampak
manis di awal itu berubah menjadi terasa quite forced,
berbagai koneksi yang terasa lacking
juga membuat penonton merasa sulit untuk terus tertarik dan berinvestasi pada
petualangan yang Joe jalani. Sebagai karakter utama Joe tampak menjanjikan di
awal cerita tapi semakin jauh durasi berjalan semakin berkurang pula pesona
yang ia punya. Berbicara tentang durasi hal tersebut juga merupakan salah satu
masalah yang film ini punya bersama koneksi dengan screenplay. Punya waktu sebesar 129 menit film ini justru masih
terasa terlalu “sempit” untuk materi yang ia punya bermain-main di dalamnya.
Jika Live by Night punya durasi dua kali
lipat dari yang ia punya di sini mungkin penonton akan bertemu dengan ”sensasi”
yang lebih oke di bagian akhir. Screenplay
yang Ben Affleck tulis terasa terlalu
sesak untuk ditampilkan di dalam layar lebar dengan durasi dua jam, terlalu
banyak hal yang terjadi di dalamnya cerita yang film ini punya akan jauh lebih
menarik jika dibentuk sebagai sebuah TV
movie series dengan beberapa episode.
Editing yang terasa kurang oke juga memiliki pengaruh termasuk cinematography yang terasa bland serta score yang terasa “short” dalam menciptakan
mood atau atmosfir cerita, sedangkan
satu-satunya bagian teknis yang oke hanya kostum yang terasa unik. Sementara
itu performa akting dari para cast tidak
banyak membantu Live by Night, mereka
berada di posisi tengah di antara terasa memukau dan terasa buruk, beberapa
berhasil tampil oke termasuk Ben Affleck
sementara aktor seperti Elle Fanning,
Chris Messina, dan Chris Cooper
mendapat “perlakuan” yang kurang oke.
Dari segi isi yang
dimiliki cerita atau konten yang terkandung di dalam cerita hasrus diakui Live by Night merupakan sebuah crime
film yang tampak oke namun apakah mungkin akibat fokus yang terpecah pada Batman sehingga eksekusi yang Ben
Affleck hadirkan di sini terasa seperti setengah hati. Dari segi cerita Ben Affleck trying so hard tapi ketika
mengeksekusi cerita tersebut Ben justru terasa trying too hard. Hasilnya berbagai potongan yang tampak potensial
itu tidak menjadi satu kesatuan yang terasa padat dan solid, slow burn drama itu justru terasa rushed with not real but only
a lot of weak punch. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment