Menjadi “boneka” ketika sedang menyampaikan ramalan cuaca di mana ia harus mengarahkan dada dan bokongnya sesuai dengan perintah, seorang wanita yang rendah hati dan sederhana merasa kecewa dengan profesi dan kehidupan yang kini ia jalani. Suatu ketika peluang bagi si wanita untuk meraih mimpinya menjadi anchor kembali terbuka namun masalahnya di saat yang sama muncul berbagai masalah lain di sekitarnya, salah satunya berasal dari seorang pria yang merupakan seorang mantan anchor, sebuah kisah lama yang belum tuntas dan mencoba bersemi kembali.
Sinopsis:
Lee Hwa-Shin (Jo Jung-suk) merupakan mantan anchor di stasiun televisi SBC dan selama tiga tahun terakhir ditugaskan untuk meliput berita di kantor cabang SBC yang berada di kota Bangkok, Thailand. Setelah masa tugasnya itu berakhir ia kembali ke Korea, menjadi bagian dari audisi yang dilakukan SBC untuk merekrut anchor dan weather forecaster baru. Audisi tersebut juga merupakan momen yang dinantikan oleh Pyo Na-Ri (Gong Hyo-jin), seorang wanita dengan sikap rendah hati dan sederhana yang kini bekerja di SBC sebagai weather forecaster.
Pyo Na-Ri masih menyimpan rasa kecewa pada pekerjaannya saat ini karena impian terbesarnya adalah untuk menjadi seorang anchor, posisi yang gagal ia raih di audisi sebelumnya. Namun usaha Na-Ri untuk meraih mimpinya itu tidak mudah, selain terdapat kompetisi yang sengit antara divisi anchor dan divisi weather forecaster di SBC, konflik di antara orang-orang di sekelilingnya, ia juga memiliki masalah yang belum terselesaikan dalam hal kisah asmara. Wanita yang rendah hati dan sederhana itu dahulu pernah menyukai pria “dingin” bernama Lee Hwa-Shin.
Jealousy Incarnate
Title: 질투의 화신 / Jiltuui Hwasin
Also known as: Incarnation of Jealousy, Incarnation of Envy, Don’t Dare to Dream
Genre: Romance, Comedy, Drama, Family
Director: Park Shin-woo
Writer: Seo Sook-hyang
Broadcast Network: SBS
Cast:
Jo Jung-suk as Lee Hwa-shin
Gong Hyo-jin as Pyo Na-ri
Go Kyung-pyo as Go Jung-won
Lee Mi-sook as Kye Sung-sook
Park Ji-young as Bang Ja-young
Lee Sung-jae as Kim Rak
Seo Ji-hye as Hong Hye-won
Moon Ga-young as Lee Ppal-gang
Kim Jung-hyun as Pyo Chi-yeol
Ahn Woo-yeon as Oh Dae-goo
Kwon Hae-hyo as Oh Jong-hwan
Jung Sang-hoon as Choi Dong-ki
Park Jung-soo as Hwa-shin's mother
Yoon Da-hoon as Lee Jong-shin
Choi Hwa-jung as Kim Tae Ra
Park Sung-hoon as Secretary Cha
Park Hwan-hee as Geum Soo-Jung
Kim Ye-won as Na Joo-Hee
Bae Hye-sun as Doctor Geum Suk-Ho
Park Jin-joo as Nurse Oh Jin-joo
Park Seo-young as Jang Hee-soo
Park Eun-ji as Park jin
Seo Yu-ri as Hong Ji-min
Jun Ji-an as Im Soo-mi
Yoo Jung-rae as Kan Mi-young
Lee Chae-won as Yang Sung-sook
Seo Eun-su as Lee Hong-dan
Seol Woo-hyung as Pyo Bum
[Spoiler Alert]
EPISODE 23
Broadcast Date: November 9, 2016
Jika dicermati secara logika aksi yang Hwa-shin lakukan di hadapan kamera televisi nasional yang tentu saja ditonton oleh jutaan orang itu merupakan tindakan yang terlalu berlebihan. Kembali, secara logika fakta terkait penyakit kanker payudara yang ia hadapi hanya diketahui oleh tiga orang dan meskipun penyakitnya tersebut telah menjadi bagian dari rumor yang beredar cepat layaknya hembusan angin di malam hari Hwa-shin tetap punya opsi untuk mengelak dan menghindar dari kemungkinan lain yang dapat membahayakan posisinya sebagai anchor. Namun itu semua jika ditilik secara logika dan hasilnya berbeda ketika hati dan perasaan ikut bermain di dalamnya. Dia memang tampak tenang namun pengakuannya itu merupakan ledakan paling impresif yang Hwa-shin tunjukkan selama ini, tidak hanya ia merasa lega atas “beban” yang selama ini menghantuinya namun juga merasa lega karena telah menendang jauh-jauh opsi yang dapat membahayakan sosok yang kini sangat ia cintai, yaitu Pyo Na-ri.
Berbicara tentang rasa cinta menyenangkan mendapati writer dan sutradara menampilkan hal tersebut kembali dengan keahlian mereka, secara implisit di dalam presentasi yang santai dan cenderung konyol. Gejolak batin antara yes or no yang sedang dialami oleh Hwa-shin itu terasa cute, sebuah kelanjutan yang sangat baik dari kondisi meragu yang ia rasakan sejak mendapat berita duka terkait infertility itu. Namun yang menarik dari kasus tersebut adalah “jalan” bagi masalah tersebut untuk melangkah maju dengan menggunakan sikap teguh dari Na-ri dan tentu saja permainan point of view. Pada bagian ini gejolak terkait go or stop itu berhasil dikemas lewat perpaduan mature dan childish tanpa meninggalkan kesan mellow yang berlebihan, dari bagaimana kekuatan cinta yang membuat Na-ri rela menerima kondisi Hwa-shin hingga penggambaran terkait peran anak yang kerap menjadi “kunci” ketika sebuah pernikahan telah berada di fase “dingin” dan tidak lagi bergelora.
Pernikahan memang menjadi topik utama perbincangan antara Hwa-shin dan Pyo Na-ri di sini dan meskipun presentasi yang ditampilkan seolah berputar di dalam lingkaran di mana dialog tampak berputar-putar dengan memaksa Hwa-shin serta Na-ri bermain tarik ulur menariknya tidak ada momen yang terasa monoton. Berawal dari “let’s break...not break up” serta bagaimana Hwa-shin kembali berteman dengan pride and stubbornness miliknya yang seriously amazing itu di sini kita diajak untuk melihat Na-ri berusaha membuka mata Hwa-shin yang kembali dirundung rasa ragu dan cemas pada future. Kita tahu niat Hwa-shin baik namun sikapnya di sini hampir mencapai level pain in the ass andai saja penggambaran pada usaha yang Na-ri lakukan tidak mampu menghasilkan punch yang kuat. Pyo Na-ri menggunakan cara yang tepat untuk “mengalahkan” Hwa-shin, karena orang keras kepala hanya dapat menyerah ketika berhadapan dengan lawan yang juga keras kepala. Lee Hwa-shin, such a big baby, such a lovely troublemaker.
Terkadang kita dapat lihat bagaimana Na-ri dan Hwa-shin seperti bertukar posisi, Hwa-shin seperti wanita yang cerewet dan mulai mengandalkan perasaan sedangkan di sisi lain Na-ri cenderung lebih tenang dan mengedepankan logika. Perpaduan tersebut berhasil membuat banter di antara mereka terasa memiliki semacam daya listrik yang menarik untuk diamati. Selain mereka tentu saja berbagai kejutan kecil lewat karakter pendukung seperti sebuah pernyataan singkat dari Kim Rak serta aksi dari Jung-won dan juga Hye-won pada akhirnya mengkonfirmasi bahwa mereka “mundur” dari persaingan penuh rasa cemburu itu. Setelah 23 episode kini kita tahu bahwa Lee Hwa-shin dan Pyo Na-ri telah sepakat bahwa mereka akan menjadi reckless driver, but first of all thank you Chi-yeol! Guys, don’t wear turtlenecks!
EPISODE 24
Broadcast Date: November 10, 2016
Jika menilik betapa besar “lovely mess” yang telah tercipta sejak episode pertama apa yang dihadirkan oleh writer dan sutradara di episode penutup ini terasa sangat manis dan sangat memuaskan. Ketimbang hanya menjadi sebuah penutup yang menjalankan kewajiban untuk menyelesaikan urusan yang belum kelar finale ini dibentuk sebagai sebuah perpisahan antara penonton dengan karakter yang selama 23 episode telah menemani mereka. Walaupun begitu sangat senang hal tersebut ‘Jealousy Incarnate’ lakukan tetap dengan ciri khasnya sejak awal, serius namun santai dan cenderung konyol. Begitu banyak momen lucu di episode ini yang berhasil disajikan dengan menarik dari banter antar Hwa-shin dan Chi-yeol, persiapan wedding, masalah pekerjaan, hingga tentu saja momen pernikahan yang dikemas dengan sangat manis dan efektif itu serta epilogue yang berhasil menjadi pelengkap mumpuni yang tak terduga.
Namun jika harus memilih hal terbaik yang dilakukan oleh writer dan sutradara di episode ini adalah bagaimana mereka “menyelesaikan” berbagai masalah yang dimiliki masing-masing karakter dan memberikan mereka proper ending. Harus diakui karena fokus yang sangat besar pada hubungan antara Hwa-shin dan Na-ri serta pertarungan penuh rasa cemburu yang kala itu ikut melibatkan Jung-won beberapa konflik sidekick menjadi sedikit terlupakan. Ambil contoh masalah voice phising yang ternyata berhasil menjadi “arena” untuk mengkonfirmasi hubungan antara Hwa-shin dan Ppal-gang yang telah damai, dan uang tersebut juga menjadi semacam tabungan tak terduga yang Hwa-shin lakukan untuk pernikahannya. Begitupula dengan hal terkait kisah asmara Sung-sook setelah ditinggal oleh Ja-young yang telah bersama Kim Rak, dan last but not least kejelasan pada apa yang terjadi di dalam Crazy 18. So, that crazy 18, is that mean a new born of jealousy incarnate?
Dan jangan lupakan Jung-won yang telah berhasil menerima kekalahannya dari Hwa-shin. Itu tadi sedikit dari berbagai detail lain yang ditampilkan dengan baik di episode ini sebelum ditutup dengan manis lewat pernikahan dan epilogue. Saya tersenyum lebar ketika Hwa-shin dan juga Na-ri melangkah menuju altar, merasa seolah menjadi salah satu dari sekian banyak tamu yang hadir di sana untuk bergembira atas buah atau hasil dari perjuangan yang telah mereka lalui selama 23 buah episode. Dari momen ketika Hwa-shin dan juga Jung-won saling bertukar senyum hingga ketika Doctor Geum Suk-Ho menyampaikan pesan-pesannya, penonton dapat merasakan berbagai rasa di momen pernikahan tersebut, flashback pada pertemuan di Thailand, rumah sakit, SBC, hingga gejolak di Rak Pasta. Sutradara dan writer berhasil mengemas sisi hangat dari sebuah acara pernikahan dengan cara yang simple namun tajam, bahkan lagu yang digunakan oleh Hwa-shin dan "surprise team" itu ketika memberikan kejutan bagi Na-ri memiliki lirik yang sangat manis.
Namun sama seperti salah satu kata perpisahan yang Hwa-shin berikan ‘Jealousy Incarnate´ tidak mau berpisah dengan cara yang tenang, epilogue itu berhasil menghadirkan sebuah perpisahan yang hot, burning, and steamy. Sutradara dan writer membawa keuntungan yang mereka miliki untuk menghadirkan presentasi yang quirky hingga momen terakhir, dari menunjukkan bahwa Hwa-shin dan Na-ri hidup bahagia serta kejutan lainnya bahwa mereka pada akhirnya memiliki seorang anak hingga perbincangan santai namun serius di depan kamera. Menarik mendapati writer menggunakan live octopus sebagai Hwa-shin dan Na-ri sebagai his eternal source of curiosity, itu mewakili bagaimana hubungan mereka berjalan selama ini, he’ll going to keep being curious about Pyo Na-ri for the rest of his life and love Pyo-Na-ri. Bravo! Lovesome!
OVERALL
Saya masih ingat rasa waspada terhadap ekspektasi tinggi yang telah saya taruh pada ‘Jealousy Incarnate’ ketika selesai menyaksikan episode pertama. Pilot tersebut berhasil menghadirkan karakter dan konflik yang tampak menjanjikan namun eksekusi yang diberikan sutradara, writer, dan tim di bagian teknis kala itu terasa kurang mumpuni yang membuat saya memberikan score tujuh untuk episode pertama. Namun menariknya adalah dalam dua episode selanjutnya ‘Jealousy Incarnate’ justru langsung berhasil naik dua tingkat dari segi kualitas dan di episode keempat telah sukses meraih predikat adiktif berkat pesona dan kegembiraan yang membuat penonton ingin menontonnya lagi dan lagi. Dua episode pembuka yang tidak begitu kuat itu memang bukan pondasi yang kokoh namun kesan “quirky” yang ia ciptakan justru membuahkan hasil yang begitu positif bagi ‘Jealousy Incarnate’, membuatnya semakin mudah untuk tampil konyol dan lucu dengan bermain-main bersama karakter dan juga konflik yang dipenuhi manusia-manusia tidak sempurna.
Dan semakin bahagia karena writer dan juga sutradara termasuk tim teknis di belakang mereka tetap berpegang teguh pada konsep yang coba mereka usung sejak awal, menjadi sebuah rom-com yang santai namun serius dan serius namun santai. Terdapat berbagai hal yang terasa kurang “mainstream” di ranah K-drama di sini, sebut saja karakter utama pria yang tidak begitu likable pada awalnya dengan sikap dan tingkah yang menjengkelkan. Ia tidak manis namun perlahan tumbuh untuk menunjukkan pada penonton bahwa pria manis tidak harus melulu tampil flawless. Banyak kekurangan yang dimiliki oleh Hwa-shin yang kerap menjadi batu sandungan baginya namun he stick with his own personality, hal yang perlahan membuatnya terasa charming. Tidak heran Pyo Na-ri yang merupakan karakter dengan karakteristik umum perlahan jatuh hati pada Hwa-shin, sikap quirky dan terkadang sulit ditebak memang kerap membuatnya merasa jengkel namun itu membuat Na-ri terus tertarik dan penasaran pada Hwa-shin, he entertained her, he can make relationship feels more and more exciting.
Ya, excitement dalam percintaan, itu hal paling penting yang Jealousy Incarnate coba cerita sepanjang 24 episode itu disamping berbagai hal klasik dan menarik lainnya seperti awareness terhadap penyakit kanker pada pria. Berisikan berbagai pertarungan yang berlandaskan pada satu hal yang sama yaitu cemburu di sini penonton diajak melihat bagaimana rasa cemburu itu justru merupakan bagian penting bagi sebuah hubungan asmara, membuat excitement tetap terjaga dan tidak padam. Tidak semua orang suka dengan konsep terkait rasa cemburu, bahkan saya merasa rasa cemburu merupakan wujud dari sikap insecure di dalam sebuah hubungan asmara, namun di sisi lain rasa cemburu harus diakui dapat menjadi bumbu yang membuat sebuah percintaan menjadi semakin berwarna dan penuh rasa yang menarik. Because everyone can loves, but not everyone can protect that love, and you need excitement to protect your love. Hal tersebut berhasil ‘Jealousy Incarnate’ dengan cara yang sangat menghibur lewat penggambaran kompleksitas yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Berbicara tentang kompleksitas saya suka pada cara writer membentuk setiap konflik yang harus dihadapi oleh karakter, memiliki berbagai lapisan yang manis dan tertata dengan baik. Tentu saja tidak semuanya mendapat jatah spotlight yang sama besarnya, ada beberapa yang seiring berjalannya waktu semakin sedikit terpinggirkan posisinya namun berkat kesan natural yang masing-masing mereka hasilkan pada akhirnya mereka semua terasa seperti satu kesatuan yang saling menopang satu sama lain. Hal tersebut tidak lepas dari kesuksesan sutradara dalam menangkap spectrum dari daily life secara manis, meskipun ada suka dan duka di sana serta pahit dan manis genuinely bring characters to learn and improve walaupun lewat hal-hal kecil dan implisit. Hal lain yang juga memiliki kontribusi pada pencapaian tersebut tentu saja adalah karakter, terkadang mereka terasa annoying but we rooted for them. Tidak hanya satu atau dua namun begitu banyak karakter yang memiliki pesona menarik di ‘Jealousy Incarnate’ tidak heran ketika giliran mereka tiba mereka berhasil meninggalkan kesan yang terasa mumpuni.
Karakter yang memiliki lapisan dan pesona mumpuni tersebut tidak akan bersinar jika tidak ditunjang dengan kinerja akting yang oke pula dari cast. Jo Jung-sok seriously nailed his character really well. Ketika Hwa-shin harus menjadi pria yang “buta” karena cinta ia berhasil menampilkan pria egois dengan tingkah childish yang sangat menarik, dan ketika Hwa-shin seperti kembali ke titik awal di mana kita mengenalnya yaitu pria dingin dengan pride yang begitu tinggi Jo Jung-sok lagi-lagi berhasil menampilkan hal tersebut dengan sangat baik. Sementara Gong Hyo-jin kembali dengan Gongvely andalannya, effortlessly ia membuat Pyo Na-ri menjadi wanita yang ingin kita tolong ketika ia “ditindas” dan ingin cheer ketika ia punya kendali atas dua pria “gila” yang tergila-gila padanya. Kedua aktor tadi juga berhasil menghadirkan fire cracking chemistry terutama ketika berurusan dengan hal-hal comical.
Dan mari jangan lupakan karakter pendukung lainnya. Jung-won sejak awal memang tidak dicanangkan untuk menjadi pemenang namun di tangan Go Kyung-pyo ia berhasil menjadi kompetitor yang baik bagi Hwa-shin, menghadirkan gesekan yang membuat pertarungan penuh rasa cemburu itu menjadi terasa menarik. Sementara itu Hye-won terasa ambigu, ia terkesan menjadi bagian dari panggung utama namun perannya terasa minim, tapi at least Seo Ji-hye berhasil menjalankan tugas Hye-won dengan baik to provoke Hwa-shin. Harus diakui terasa sulit untuk membahas semua karakter secara mendalam karena begitu banyak di antara mereka yang sukses meninggalkan kesan yang kuat, dari Rak Pasta, team anchor dan team announcer di SBC, Crazy 18, begitupula dengan dokter dan perawat yang eksentrik itu, hingga our lovely and cute brother-in-law, mereka merupakan karakter ditampilkan secara menawan dan memberikan kontribusi yang sangat manis terhadap konflik utama.
Dari sutradara, writer, kemudian cast, mari jangan lupakan pula elemen teknis yang juga sukses memberikan berbagai “warna” kedalam cerita. Editing yang dimiliki oleh ‘Jealousy Incarnate’ merupakan salah satu yang terbaik di ranah k-drama tahun ini, terlepas dari episode awal yang terasa kurang rapi itu ia perlahan tumbuh semakin positif dan semakin percaya diri dalam “mempermainkan” materi. Momen dengan diiringi kata-kata “yihii, luv, kiss-kiss-kiss” atau “no no no no no…” selalu berhasil membuat saya tersenyum, namun ketika momen dengan mood yang sedikit lebih sendu tiba terdapat transisi yang terasa halus di antaranya, begitu pula sebaliknya. ‘Jealousy Incarnate’ memiliki 24 episode dan tidak mudah untuk membuat alur cerita agar tidak terasa lagged, editing berhasil memoles cerita sehingga karakter dan konflik terus tumbuh semakin kuat seiring bertambahnya jumlah episode. Sama halnya dengan soundtrack yang tidak hanya digunakan dengan baik namun juga mengandung lirik yang kerap mewakili situasi atau kondisi serta seperti ikut menjelaskan rasa yang sedang terjadi di dalam cerita.
See, sangat panjang, dan saya masih dapat membahas secara lebih panjang tentang alasan mengapa ‘Jealousy Incarnate’ merupakan salah satu the best k-drama di tahun ini. Bermain-main di antara cinta dan juga rasa cemburu ‘Jealousy Incarnate’ berhasil menyajikan sebuah petualangan berisikan suka dan duka yang dimasak dengan tepat, tidak berlebihan ketika tampil serius tapi tidak menjengkelkan ketika tampil konyol. Perpaduan tersebut semakin terasa unik karena ia menemani perjuangan yang dilakukan oleh seorang lovely jerk untuk kemudian berubah karena cinta, melalui sebuah messy relationship yang dipenuhi serious stuff but also a quirky and a bit meta things. Ya, meta, sejak awal hingga akhir ‘Jealousy Incarnate’ setia menjadi rom-com dengan rasa meta yang kental namun terkendali, konsisten tampil “bergembira” sembari menyajikan berbagai massage yang terasa manis, dari tentang kesehatan, keluarga, persahabatan, dan tentu saja, tentang cinta. That was all for the love. Hush, you can find your stars, someday in your dream. Yes, I know it’s not so easy, yeah but don’t you ever let go. Live your life shining like a star! Lovesome.
Baru beres nonton ini. Bikin susah move on haha. Salah satu K-Drama kesukaan. Oia bang, bahas Reply Series dong bang. Dari Reply 1997, Reply 1994 dan Reply 1988. Recommended bang, apalagi yg Reply 1997 dan 1988. Ditunggu ya :D
ReplyDeleteReply Series sudah ditonton semua. :)
DeleteAq juga nonton sampai berkali kali n g bosen.. Bgs bgt..
ReplyDelete