Ketika berbicara tentang
zombie movies yang kini lebih populer
ketimbang vampires kita tidak bisa
mengesampingkan salah satu fakta bahwa formula yang mereka gunakan serupa namun
tak sama, manusia terjebak kemudian zombie
muncul dan setelah itu manusia lari, masuk ke dalam mode aksi kejar layaknya tom and jerry di mana satu persatu
karakter kemudian tumbang. ‘The Girl with
All the Gifts’ juga menggunakan dasar dari formula itu namun menyajikan
sebuah petualangan yang menarik dan intens tanpa mengumbar berbagai “kehebohan”
yang berlebihan. It's a calm but edgy
zombie horror drama.
Sepuluh tahun pasca zombie apocalypse wanita bernama Helen Justineau (Gemma Arterton) bersama
beberapa manusia lain seperti scientist Dr.
Caroline Caldwell (Glenn Close) dan Sergeant Eddie Parks (Paddy Considine) hidup di dalam sebuah pangkalan
militer yang terisolasi. Di sana mereka berusaha menemukan cara untuk
menyelamatkan dunia dari bencana tersebut, dari berusaha menciptakan vaksin
yang melibatkan para tahanan berusia muda. Salah satu dari tahanan tersebut
bernama Melanie (Sennia Nanua),
remaja yang tampak friendly dan
normal namun memiliki “keistimewaan” yang extremely
deadly dan diyakini dapat digunakan untuk menyelamatkan dunia.
Dari sinopsis di atas tadi mungkin akan
muncul pertanyaan sederhana, “so, jadi ceritanya adalah seorang anak istimewa
digunakan untuk menyelamatkan dunia?” Sekilas itu tepat namun ketika kamu
melangkah keluar dari setengah jam pertama durasi kamu hal sederhana tadi
mungkin tidak lagi menjadi bagian dari pikiran kamu. Sutradara Colm McCarthy terampil dalam menciptakan
kesan misterius baik itu pada karakter maupun cerita, script yang ditulis
langsung oleh penulis novel yang menjadi dasar cerita, M.R. Carey, berhasil Colm
McCarthy gunakan untuk membuat penonton semakin tertarik pada karakter dan
mulai menaruh rasa curiga pada mereka. Hal tersebut terjadi karena narasi
sendiri hanya menyajikan satu fakta besar di awal, yaitu bencana dan zombie, namun setelah itu usaha karakter
untuk dapat menyelamatkan diri dunia dan menyelamatkan diri mereka pada
khususnya berbalut berbagai pertanyaan.
Itu sebuah setting yang
baik dan perlahan McCarthy bentuk menjadi tampak lebih kompleks. Karakter
Melanie sejak kemunculannya sudah sukses mengikat atensi penonton dan semakin
lama remaja yang tampak normal itu menunjukkan pada kita bahwa dia merupakan
sebuah kotak Pandora, berisikan berbagai misteri dan mungkin saja bahaya yang
membuat excitement yang dihasilkan
cerita terasa oke. McCarthy memang tidak lupa memanfaatkan setting zombie apocalypse yang ia punya untuk menghadirkan berbagai
momen yang terasa cukup intens ketika dinding pembatas antara aman dan bahaya
itu dibuka, namun menarikan bagian di mana berbagai infected people itu hadir bukan highlight dari film ini. Hal paling
menarik dari ‘The Girl with All the
Gifts’ justru terletak pada elemen drama yang ia punya, dari permainan science, myth, hingga
interaksi antara karakter terutama antara dokter dan Melanie.
Karena sejak awal tidak
sepenuhnya yakin pada masing-masing karakter di dalam cerita interaksi yang
mereka lakukan sering menghasilkan berbagai “gesekan” yang menarik. Hal
tersebut tetap eksis ketika cerita mulai masuk ke mode zombie road movie, different views di antara karakter
menghasilkan pertanyaan siapa yang akan mati dan siapa yang akan selamat
bersanding dengan baik bersama rasa penasaran pada apa yang akan terjadi ketika
“ledakan” muncul di antara mereka. Tidak selalu terasa kuat memang namun hal
tersebut membuat daya cengkeram dari ‘The
Girl with All the Gifts’ terasa cukup konsisten hingga akhir apalagi dengan
ditemani feel dari zombie apocalypse yang cukup oke, seperti setting misalnya
yang terasa seperti ‘28 Days Later’
atau ‘I Am Legend’, atmosfir cerita
juga oke terutama pada perpaduan antara harapan dan bahaya yang duduk
berdampingan.
Satu-satunya hal yang tidak
begitu kuat dari ‘The Girl with All the
Gifts’ bukan berasal dari performa akting yang terasa understated itu tapi
dari punch di bagian akhir yang
terasa biasa, not disappoints tapi
terasa kurang nendang. Begitupula dengan paruh akhir di mana humor terasa
sedikit lebih mendominasi. Selebihnya ‘The
Girl with All the Gifts’ berhasil menjadi perpaduan drama, horror, dan terror yang terasa memuaskan, sebuah post-apocalyptic zombie yang berhasil menggabungkan drama dan
horror menjadi perpaduan thrill dan moral-philosophical yang terasa oke. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment