Salah satu pertanyaan
yang eksis di bumi dan masih belum memiliki jawaban yang meyakinkan adalah
apakah bumi satu-satunya planet di alam semesta yang memiliki penghuni? Jika
tidak maka apakah alien itu ada? Manusia terus mencari tahu apakah terdapat
bentuk kehidupan lain di alam semesta selain di bumi, hal yang juga tidak
pernah berhenti menjadi materi empuk untuk dieksplorasi oleh industri film.
Kali ini dengan mengusung pertanyaan “why
are they here?” sutradara Sicario and the upcoming Blade Runner 2049 mencoba kembali mengeksplorasi isu "we are not alone in the universe"
itu dalam bentuk sebuah hard science
fiction berjudul ‘Arrival’.
It’s a delightful puzzle about alien, love, and life.
Seorang Professor
bahasa bernama Dr. Louise Banks (Amy
Adams) sedang bekerja ketika mendapat kabar bahwa alien telah
mendarat di bumi. Sebanyak 12 alien pods
kini telah "menetap" di berbagai lokasi di bumi. Louise kemudian dimintai
tolong oleh Colonel Weber (Forest
Whitaker) yang membutuhkan bantuan untuk menerjemahkan bahasa yang
digunakan oleh alien sehingga dapat mengetahui maksud atau tujuan dari
kedatangan mereka. Bersama dengan scientist
bernama Ian Donnelly (Jeremy Renner)
Louise kemudian “mendekat” menuju spaceship para alien tersebut, mencoba
berkomunikasi lewat tulisan sementara bumi semakin panic dan perbincangan
tentang perang semakin keras berkumandang.
Alien? Lagi? Tidak
perlu heran jika pertanyaan singkat itu muncul di pikiran kamu karena harus
diakui “alien” dan berbagai macam makhluk asing dengan beragam bentuk dari luar
bumi masih menjadi materi yang sangat empuk untuk digunakan para filmmaker. Lihat saja sinopsis di atas, sangat sederhana
dengan dasar yang dapat dikatakan mirip dengan berbagai film yang telah
terlebih dahulu mencoba mengangkat tema yang sama. Tapi ‘Arrival’ punya Denis
Villeneuve (Incendies, Prisoners, Enemy, Sicario) di bangku sutradara, pria
yang mahir mengolah materi sederhana menjadi sebuah sajian yang kompleks dan memorable. Di sini kisah yang
berdasarkan dari short story berjudul
"Story of Your Life" karya Ted Chiang ini tidak lagi mencoba
mempertanyakan apakah alien itu ada atau tidak, kita bertemu dengan worst case scenario, terdapat 12 “kapal”
alien yang telah mendarat dengan aman dan tenteram di berbagai belahan bumi.
What
happen next? Jika di tangan Marvel langkah selanjutnya adalah mengumpulkan jagoan-jagoan mereka
untuk diakhiri dengan aksi heroic Iron
Man terbang ke luar angkasa, namun di sini tidak demikian. Meskipun
terdapat “kapal” alien ‘Arrival’
bukan sebuah sci-fi yang akan
memanjakan penonton dengan sebuah perang galaksi yang spectacular namun dengan "percakapan" antara manusia dan alien hasil
akhir yang berikan tetap mampu terasa spectacular.
Dari opening yang terasa riveting
hingga penutup yang sederhana Villeneuve
menerapkan keahliannya memutar-mutar masalah sederhana menjadi sajian yang
kompleks, menggunakan sense of wonder
untuk menghadirkan sajian yang challenging,
thought-provoking, dan juga thoughtful.
Fokus utama penonton adalah para alien, setiap 18 jam mereka “terbuka” terhadap
manusia, tapi perlahan mereka bukan hal paling menarik di dalam cerita.
Sama seperti Louise
kamu akan bertemu dengan misteri tapi jika dilihat at the bigger picture ini lebih luas ketimbang sekedar pertanyaan “why are they here?” Ini kisah tentang
invasi alien tapi itu menjadi alasan bagi kisah tentang humanity untuk menyapa penonton. Fokus perlahan bergeser pada
memori yang dimiliki oleh Louise, her
dream yang kemudian mendorongnya ke arah yang tidak langsung ia pahami,
dari sana ia “belajar” dari teka-teki dan juga terus merasa tertekan karena
negara lain mulai mencoba jalan perang. Terasa prosedurial di banyak bagian
dari 116 menit durasi ‘Arrival’ merupakan sebuah “examinations” tentang cinta dan kehidupan, dari global war hingga weapon and tool untuk mengajak kamu masuk ke
dalam sebuah introspeksi tentang “manusia” lewat jalan kedatangan alien ke
bumi. Skenario di dalam cerita ‘Arrival’ memang masih sebatas menggunakan Sapir–Whorf hypothesis tapi
ada kesan “real” yang membuat konteks
utama tadi jadi semakin terasa menawan.
Screenplay
yang ditulis oleh Eric Heisserer
dapat dikatakan merupakan salah satu yang terbaik di tahun ini tapi cara Denis Villeneuve mengeksekusi cerita
yang membuat ‘Arrival’ sangat menawan. Salah satu smartest storytellers itu di sini kembali bergembira dengan
pertanyaan, menyajikan sebuah eksplorasi berisikan frustasi dan antisipasi di
dalam tensi yang tinggi. Villeneuve berhasil mempertahankan kualitas surprises yang dimiliki cerita, perlahan
membuat fantasi itu looks like a reality
dengan membuat kamu mengamati karakter dengan dikelilingi emosi. Dia juga
sangat berhasil ketika menggunakan “komunikasi” untuk melakukan tackle terhadap kondisi manusia sekarang
ini, kedamaian dunia yang tidak lagi satu tapi sudah dipisahkan oleh batas seperti
political and national. Itu merupakan
pusat daya yang dimiliki cerita film ini, capture
every tense dengan narasi yang bergerak bolak balik. Di awal saya
mengatakan ini merupakan sebuah puzzle
karena seperti itulah ‘Arrival’
tampil, jumps around yang mungkin
akan menciptakan kesan random.
Arrival harus diakui
terasa sedikit uneven di paruh kedua
tapi juga sama seperti ciri khas film Villeneuve yang memang segmented: pertanyaan yang fantastis
namun jawaban (mungkin) belum tentu seperti itu untuk semua orang. Hanya sepintas
memang dan tidak tidak akan jadi hal yang menganggu jika kamu telah “tenggelam”
bersama Louise. Unsur teknis juga berperan penting pada hal tersebut, special effects menampilkan “tone” yang low-key tapi suspenseful,
cinematography terasa mesmerizing, dan itu dilengkapi dengan score dari salah satu rekan setia Denis Villeneuve sejauh ini, Jóhann Jóhannsson, memberikan sesuatu
yang cukup segar ketimbang karya sebelumnya lewat score yang subtle tapi
terasa affecting. Last but not least tentu saja performa
akting, Amy Adams dengan salah satu
penampilan terbaik sepanjang karirnya sebagai wanita yang hangat dan empathy, Forest Whitaker tampil baik
sebagai pria yang berhadapan dengan konflik dan ketidakpastian, dan Jeremy Renner sebagai “penyegar” dan pendamping
yang oke bagi Louise.
Melihat cara Denis Villeneuve bermain dengan science fiction di sini membuat
ekspektasi pada Blade Runner 2049
menjadi meningkat, menggunakan pertanyaan tentang apa yang akan manusia lakukan
jika kelak alien datang untuk mengambil alih “tanah” para manusia Villeneuve menyajikan sebuah thought provoking drama yang menyamar
sebagai sebuah science fiction.
Krisis global, kedamaian dunia, komunikasi, love
and life, mereka disandingkan dengan manis dengan proses komunikasi antara
manusia dan alien di dalam cerita. Misteri
oke, suspense and thrill oke, emosi oke, bergerak nonlinear ‘Arrival’ tidak hanya terasa seperti sebuah awakening tapi juga sebuah experience yang berhasil “expanding” pikiran kamu terhadap love, life, and humanity. Afterall, once
again, Denis Villeneuve does not disappoint. Segmented.
Wow highscore. Ada peluang Oscars ga bang? Oia, tayang di Indonesia kapan?
ReplyDeleteAda. Jika menilik jadwal rilis di Singapore dan Malaysia mungkin awal tahun depan, di sana tayang 12 Januari. Semoga lebih cepat.:)
DeleteArrival ini asik, fiksi-ilmiah tapi unsur misteri khas Villeneuve gak ilang. Untuk Oscar tapi kayanya berat, apalagi Moonlight, La La Land & Manchester By The Sea lebih tipikal Oscar banget. Sinopsis dan Jalan Cerita Film
ReplyDeleteemang oscar isinya harus film drama, ya? trilogy LOTR membuktikan kalau fantasy juga bisa dapet oscar. mungkin kali ini Sci-fi? atau yaa minimal dapet best visual efdect, lah.
ReplyDeletetapi kayaknya kalo sampe menang agak sulit deh, soalnya bener, La la land Kayaknya bakal menang. feeling sih. kalo manchester by the sea belum nonton...
Film favorit sy sepanjang 2016. Paling tidak 3 besar lah. Seperti mendapat pengalaman religius. Menontonnya membuat saya terhenyak merenung cukup lama di bangku bioskop ketika film tlah usai. Begitu banyak pesan yang disampaikan
ReplyDeleteLike I said, Arrival masuk nominasi Best picture...Tapi agak susah kayaknya buat dia menang. we'll see...😊
ReplyDeleteMasih kesel banget Amy Adams gamasuk nominasi. Posisi Streep mungkin bisa digantiin sama dia -_-
ReplyDeleteYup, oscar seharusnya ngasih tempat buat Amy adams (sama Annete bening di 20th century woman, mungkin). But, Oscar is osar, Dari mulai selalu kalahnya Leonardo dicaprio hingga Tilda Swinton yang selalu terlupakan. And yes, mereka berdua lebih pantas ketimbang streep...
DeleteAmy adams padahal keren banget diaini, tapi gk masuk. So far sih jagoin Emma stone atau isabelle huppet. Belum nonton jackie, jadi belum liat perform portman.
Deletefilm genre sci-fi yang buat saya habis nonton teru merenung setelah interstellar. Keren, favorit.
ReplyDelete