Ketika selesai menulis
garis besar paragraf pembuka muncul perasaan dejavu, perasaan bahwa
kalimat-kalimat tersebut telah digunakan sebelumnya di blog ini. Pada review ‘Home’ saya mengatakan bahwa DreamWorks Animation masih berusaha
untuk menciptakan image “film Dreamworks, pasti menawan,” cement their position as another "consistent" big players
pada industri perfilman di genre animasi. Shrek,
Madagascar, Kung Fu Panda, dan How to
Train Your Dragon, itu merupakan animasi dengan hit besar dari DreamWorks Animation, selebihnya mereka
cenderung too normal and forgettable.
Kini mereka kembali mencoba “memancing” imajinasi dengan menggunakan para Trolls. Is it a great animated movie from
DreamWorks Animation? It's a mini version of Shrek. It’s the music that rescues them.
The
Trolls merupakan makhluk yang hidup selalu hidup bahagia,
menari dan bernyanyi sepanjang hari. Hal itu membuat mereka menjadi target The Bergens, makhluk berukuran besar
yang yakin bahwa mereka dapat merasa bahagia setelah memakan para Trolls. Di
bawah pimpinan King Peppy (Jeffrey
Tambor) para Trolls berhasil kabur dari The Bergens. Hal itu menyisakan
tugas bagi penerus mereka 20 tahun kemudian ketika anak perempuan King Peppy, Princess Poppy (Anna Kendrick),
memutuskan untuk mengadakan pesta besar sebagai perayaan the Trolls' escape
meskipun telah diperingatkan oleh Branch
(Justin Timberlake) bahwa tindakannya beresiko “mengundang” kembali The
Bergens.
Pesan yang dibawa Trolls ini sebenarnya menarik, dengan
melihat karakter bergembira dan menghadapi masalah mereka bersama para penonton
usia dini dapat diajarkan bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari hal-hal
yang rumit. Hal itu selaras dengan cerita film ini, sejak sinopsis yang
sederhana itu Trolls tidak mencoba
untuk terasa super rumit, beberapa isu yang sedikit lebih kompleks hadir tapi simplistic plot tetap digunakan untuk
membuat arena bermain bagi banyak karakter penuh warna yang menyengat mata.
Cerita Trolls sebenarnya juga cukup oke pada awalnya, tampak seperti mencoba
membuat versi mini dari Shrek, musical
based dipenuhi dengan makhluk unik
dan aneh serta family-friendly
bergembira dan bernyanyi riang. Saya suka bagian ini, cuddly characters dengan fluffy
hair, impresi mereka terasa oke di awal, memiliki kesan cute yang membuat penonton tersenyum
ketika menyaksikan mereka berpesta.
The
songs juga jadi hal positif lainnya dari Trolls, setelah perkenalan karakter yang
cukup oke itu kita dibawa bertemu dengan berbagai lagu dengan rasa spring dalam
tempo cepat yang terasa oke, semuanya diproduksi dengan Justin Timberlake sebagai produser. Really ambitious, dari yang terasa sedikit mentah hingga yang
terasa dipoles dengan baik serta terasa catchy,
Trolls punya soundtrack yang
sangat menarik dan meskipun beberapa dari mereka terasa menjengkelkan di banyak
bagian lagu-lagu tersebut justru sukses membuat penonton lebih tertarik padanya
ketimbang cerita dan juga karakter. Di samping lagu kualitas animasi Trolls juga oke, seperti kombinasi
antara modern dan classic kualitas
yang dihasilkan CGI cukup oke dalam membuat penonton merasakan unsur fantasi
yang dimiliki cerita meskipun dengan budget
sebesar $120 million sangat disayangkan mereka tidak berakhir di level superb.
Jika ditanya apa yang
bisa rasa rekomendasikan dari Trolls
maka jawaban saya adalah soundtrack,
fully recommended, namun selain itu masih berada antara yes or no baik itu dari karakter,
visual, dan termasuk di dalamnya cerita. Sebagai animasi yang family oriented selama 93 menit durasi
apa yang cerita Trolls miliki cukup
oke tapi sutradara Mike Mitchell dan Walt Dohrn kurang berhasil menciptakan
tensi yang konsisten menarik sehingga cerita yang mengandung berbagai isu yang
hangat itu tidak meninggalkan kesan yang kuat. Tidak mengharapkan dramatisasi
yang berlebihan pastinya tapi cara cerita tampil terasa kontras dengan visi
film ini sebagai sebuah comedy fantasy,
mereka terasa unimaginative. Cerita
memiliki beberapa momen yang gloomy tapi
sutradara seperti takut melepas momen untuk melaksanakan tugasnya. Tidak heran
kemudian cerita didominasi dengan jokes dan talks yang pada akhirnya membuat
daya tarik cerita menjadi longgar.
Dengan melihat setting yang ia tampilkan tentu terasa
kurang wajar untuk mengharapkan sesuatu yang “serious” dari Trolls ini
namun sangat disayangkan berbagai pesan sederhana dan juga menarik itu seperti
persahabatan, sikap saling menghargai, willingness,
keberanian, dan loyalty kurang
berhasil meninggalkan kesan yang kuat. Hasilnya mungkin akan berbeda jika sejak
awal Trolls tidak mencoba mendorong hal-hal tadi untuk meraih atensi
penontonnya, lalu kemudian fokus bermain menggunakan berbagai lelucon dengan
sedikit sentuhan sarcastic. “Pesta”
yang Trolls tampilkan harus diakui
terasa cukup menyenangkan namun ini terasa too
short ketika berurusan dengan hal-hal lain di luar “pesta” tadi terutama
ketika momen yang mencoba menyuntikkan emosi ke dalam cerita itu muncul, mereka
terasa seperti tercekik dan muted.
Itu semakin lengkap karena meskipun secara visual menarik mayoritas trolls tidak memiliki karakteristik yang
benar-benar menarik.
Seperti kids pada umumnya ‘Trolls’ merupakan film animasi yang innocent dan cheeky,
menawarkan kegembiraan lewat visual
yang flashy, musik yang catchy, dan karakter yang fluffy. Ide tentang bahagia yang dibawa
juga cukup oke meskipun cukup disayangkan dengan energi yang cukup mumpuni itu
daya tarik cerita sering terasa longgar dan tidak mampu meninggalkan kesan yang
kuat. Mencoba tampil naif dan childish
Trolls berhasil menjadi sebuah cartoon
bertemakan family adventure yang
cukup oke for kids, walaupun di sisi lain impresi akhir yang ia hasilkan adalah terasa too normal and forgettable. At least DreamWorks Animation kembali
menemukan mesin baru untuk meraup keuntungan lewat merchandising.
mantab tuh.....
ReplyDeleteSaya nanti mau nonton nih film